Geofrey, pemuda itu melajukan mobilnya dengan hati-hati meski sebenarnya tengah di landa cemas. Hujan deras juga menjadi alasan untuk ia tak memangambil gas penuh. Beberapa saat lalu Athena memintanya untuk segera datang ke rumah Gara, gadis itu berucap dengan nada cemas yang sangat kentara.
Tanpa banyak bertanya lagi ia segera bergegas, sekalian memastikan apa yang membuat gadis itu terdengar sedang mencemaskan sesuatu. Tak butuh waktu lama untuk tiba di kediaman keluarga Athariz, kini Geofrey sudah memarkir mobilnya di depan gerbang rumah Gara. Ia menerobos hujan, pandangannya langsung tertuju pada sosok yang berdiri di tengah guyuran hujan. Terdapat noda merah di seragam putihnya yang sudah lepek karena hujan.
Jemari Geofrey langsung mengepal. Darahnya mendidih. Ia tak habis pikir kenapa Gara bertindak kekanak-kanakan seperti ini.
Ia lantas mendekat, tangannya terulur membuka gerbang kokoh yang tak terkunci. Dari arah pos keamanan terlihat seorang pria paruh baya berpakaian satpam tergopoh-gopoh mendekatinya.
Namun Geofrey benar-benar tak peduli saat satpam itu menariknya untuk keluar. Tatapannya terkunci pada sosok Gara yang sudah terlihat goyah. Pijakan anak itu tak stabil.
Geofrey menegang saat melihat tubuh jangkung yang sudah basah kuyup itu ambruk. Ia lantas menepis tangan sang satpam yang terus menariknya dan mendorong pria itu hingga terjatuh. Ia tahu tindakannya ini sangat kasar, dan ia pun tak bermaksud untuk melakukannya. Tapi bagi Geofrey, Gara adalah yang terpenting sekarang.
Ia segera berlari, memangku kepala Gara di pahanya. Mata anak itu sudah tertutup rapat, bibirnya membiru, dan tubuhnya begitu dingin. Geofrey mengumpat. Di saat ia hendak mengecek denyut nadi Gara, sebuah kalung yang digenggam erat oleh cowok itu menarik perhatiannya.
Geofrey mendengus. Ia langsung mengangkat tubuh Gara, digendongnya anak itu dipunggungnya. Satpam tadi tak mencegatnya karena terlalu shock melihat anak majikannya yang terkulai.
Geofrey berlari, memasukkan Gara ke jok penumpang lalu ia sendiri mengitari mobil dan mengambil duduk di belakang kemudi. Sebelum menyalakan mobil, ia menyempatkan diri menoleh untuk menatap Gara, deru napasnya terlihat begitu berat.
Tanpa mengulur waktu lagi, Geofrey langsung memutar stir, membawa kendaraan roda empat itu dengan kesetanan membelah jalan sepi yang diguyur hujan deras.
Geofrey menggenggam stir dengan kuat. Laju mobilnya berpacu dengan detak jantungnya yang berdentum saat rasa takut menggerogotinya ketika kalung yang digenggam Gara terlepas.
"Gar ... Gar lo harus bertahan." Geofrey menggigit bibir bawahnya, menahan air mata yang hendak keluar. "BERENGSEK LO HARUS BERTAHAN!!"
🍁🍁🍁
Marry tidak mengerti apa yang terjadi, tapi baru saja ia seolah diberikan sebuah harapan namun nyatanya tidak seperti yang ia harapkan.
Sejak beberapa jam yang lalu Marry berdiam diri di ruang rawat Arga. Ia menggenggam tangan kurus putranya, ia sedikit menceritakan kehidupanya dan Gara yang sekarang. Bagaimana hubungannya dengan anak itu sudah membaik. Namun ia tersentak saat dirasakannya tangan kurus itu meremat jemarinya, memang tak kuat tapi cukup untuk membuat Marry merasakannya.
Wanita itu langsung bangkit dan menatap wajah pucat itu dengan lamat. Berharap obsidian itu bisa membalas tatapannya. Namun, yang Marry lihat hanya lelehan air mata dari sudut mata putranya. Segera saja ia memanggil perawat dan dokter, ia berharap keajaiban yang sejak lama ia tunggu itu datang.
Ia ingin putranya kembali dan membebaskan putranya yang lain, Gara.
Tapi, harapan adalah sebuah harapan yang harus terus di perjuangkan. Dokter yang menangani Arga mengatakan jika kejadian barusan hanya refleks saja. Itu sudah lumrah terjadi pada pasien koma menahun seperti Arga. Kondisinya jelas semakin berangsur membaik dari sebelumnya, tapi cidera kepala yang dialami pemuda itu memang cukup parah sehingga menyebabkan Arga mengalami koma begitu lamanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Flos Lectum
Teen FictionStory collaboration! Cover by member group @SiApril_ "Aku sudah mengenal banyak warna dalam hidupku jauh sebelum aku mengenalmu. Namun, saat pertama kali aku melihatmu dengan suara merdu yang mengalun dari tawamu. Untuk pertama kalinya, aku melihat...