Gara menatap bayangan dirinya di depan cermin, kedua tangannya sibuk mengancingkan seragam sekolah. Setelah selesai dengan seragamnya kini Gara beralih membebat pergelangan tangan kanan dengan perban, sejak semalam ia merasa nyeri pada bagian pergelangan tangan.
Kini semuanya sudah selesai, Gara langsung meraih ransel hitamnya sebelum meninggalkan kamar menuju meja makan. Dari anak tangga terakhir Gara bisa melihat kedua orangtuanya sedang sarapan tanpa menunggu kedatangannya terlebih dahulu.
Ia menghela napas panjang, kemudian mengembuskannya dengan kasar. Sesaat ia masih enggan beranjak dari tempatnya, namun ketika pandangannya bertubrukan dengan mata sang ayah, Gara segera berjalan menuju meja makan.
“Kenapa lama sekali? Seharusnya kamu sudah duduk di sini sejak 15 menit yang lalu.” Maxime berucap tegas saat Gara baru saja mendudukan tubuhnya di kursi sebelah Maxime.
Gara tertunduk, tangan kanan yang ia sembunyikan di bawah meja meremas lututnya. Menahan gejolak yang harus ia pendam.
“Maaf Pa, Gara telat bangun. Semalam ngerjain tugas sampe larut,” ucap Gara dengan wajahnya yang masih menghadap meja makan. Ia tak berani menatap ayahnya.
“Sudah, sekarang kalian teruskan sarapannya. Mama ke dapur sebentar ya.” Mariah atau yang kerap disapa Marry itu beranjak dari tempatnya dan melenggang menuju dapur.
Dalam diam Gara dan Maxime melanjutkan sarapannya. Tak ada lagi percakapan, yang terdengar hanya suara kecapan dan sendok yang beradu dengan piring.
Ini pagi yang buruk. Sialan.
🍁🍁🍁
SMA Bima Sakti sudah nampak ramai oleh penduduk sekolah yang sudah mengisi setiap sudutnya. Dari arah koridor utama terlihat tiga siswa yang baru datang, mereka berjalan santai tak memedulikan orang-orang disekitarnya.
Gara, posisinya diapit oleh Juvenal dan Geofrey. Berbeda dengan Gara yang berjalan dengan tatapan lurus, Juvenal dan Geofrey sibuk mengerling pada gadis-gadis yang berpapasan dengan mereka. Bahkan dengan tak tahu malunya Juvenal sengaja mengenakan kacamata hitam kebanggaannya sembari menyugar rambutnya dengan jari-jari.
“Najis, sok ganteng banget. Lebih mirip tukang urut sih kalo menurut gue.”
“Gayanya anjir si Jupe!”
“Itu tuh, contoh generasi micin.”
Di samping kiri Gara, Geofrey menahan gelak tawanya. Sungguh ucapan yang ia dengar dari siswi yang baru saja mereka lewati teramat sangat jujur baginya. Memang si Juvenal ini malu-maluin kalau diajak ke mana-mana.
“Ketawa aja Frey, gak usah di tahan. Mati tahu rasa lo,” ucap Juvenal sambil melirik tajam Geofrey di balik kacamatanya.
Akhirnya tawa Geofrey pecah, ia bahkan sampai memukul kepala Juvenal saking gelinya. Sementara Juvenal pasrah saja, jika meladeni tingkah sahabatnya itu sudah pasti ia akan kalah, karena ucapan Geofrey selalu pedas dan menyayat hati.
Mereka masih meneruskan langkahnya menuju lantai tiga, letak kelas mereka berada. Hingga tiba-tiba kejadian yang bisa di bilang terlalu cepat itu menghentikan langkah ketiga pemuda itu. Tawa Geofrey yang tadi masih menggelegar pun ikut terhenti saat matanya menangkap sosok gadis dan pemuda bersimpuh di lantai koridor.
“Gara! Lo kalo jalan liat-liat dong!” semprot gadis itu dengan tangan yang mengelus kening, ada bundaran merah di sana, mungkin bekas tabrakan tak terduga tadi. Sial.
“Heh cebol! Elo yang jalan seradak-seruduk. Orang Gara jalan santai juga,” ujar Juvenal.
Gara terdiam, ia berusaha bangkit dari posisi jatuhnya, dagu cowok itu terlihat memerah. Tangan kirinya meremas pelan pergelangan tangan kanannya karena saat jatuh tadi ia menahan tubuh dengan tangan kanan. Alhasil rasa sakit yang sempat membaik itu kembali lagi.
![](https://img.wattpad.com/cover/147448539-288-k519778.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Flos Lectum
Novela JuvenilStory collaboration! Cover by member group @SiApril_ "Aku sudah mengenal banyak warna dalam hidupku jauh sebelum aku mengenalmu. Namun, saat pertama kali aku melihatmu dengan suara merdu yang mengalun dari tawamu. Untuk pertama kalinya, aku melihat...