29 - Stay Here

41.5K 5.5K 4K
                                    

29. STAY HERE

Mungkin ini yang terakhir.

— ♡ —

Zelena menangis dalam diam. Air mata itu mengalir deras menyentuh pipinya, namun ia berusaha tak bersuara. Gadis itu menutup rapat-rapat bibirnya, hanya tarikan napas dari hidung yang terdengar dan begitu lirih. Ia bahkan belum beranjak dari posisinya duduk di kloset.

Setiap kali mata Zelena melirik alat kecil di tangannya rasanya ia mau menjerit sekencang mungkin. Ia tidak tau apa yang akan ia katakan pada keluarganya tentang ini.

Setelah beberapa lama terdiam di kamar mandi, Zelena akhirnya keluar. Langkahnya sangat lambat seperti tidak ada semangat. Ia mendekati sebuah meja dan mengambil tisu yang terletak di sana. Ia membungkus test pack tadi dengan berlapis-lapis tisu, kemudian menaruhnya ke dalam tas kecil miliknya yang tergeletak di kasur. Ia mungkin akan membuangnya nanti jauh-jauh dari rumah.

Lagi-lagi Zelena mematung beberapa saat. Hampir dua menit dia duduk di tepi kasur tanpa berbuat apa-apa. Yang terjadi kemudian Zelena bangkit, berjalan menghampiri cermin rias di salah satu sisi kamar.

Ia menatap dirinya di benda besar itu, melihat betapa suram wajahnya. Bukan hanya wajah, sepertinya hidup Zelena yang suram. Ia tidak bisa berbuat apapun. Menangis tidak akan mengubah fakta bahwa di perutnya ada calon bayi.

Mata Zelena kini terpejam. Dia menahan kuat desakan air mata yang hendak keluar lagi. Namun apa daya, emosinya sulit dikendalikan sekarang. Perasaannya juga sangat sensitif.

Sebuah notifikasi yang berasal dari ponsel sedikit mengejutkannya. Dia menyeka air mata itu dan beralih menatap benda pipih yang berada di permukaan meja di dekat jendela kamar. Mau tidak mau, Zelena harus beranjak ke sana. Seraya menggapai ponsel itu, Zelena membaca nama yang tertera di layar.

tukang ngomel

Begitu namanya. Ia memang sempat menyimpan nomor itu beberapa waktu lalu. Seharusnya sekarang nomor itu tak ada di kontaknya lagi. Dan kenapa juga orang itu bisa meneleponnya? Siapa yang memberikan nomor Zelena ke dia?

Mencebik, Zelena menaruh kembali ponselnya di atas meja. Dia sama sekali tak minat menerima panggilan telepon itu. Ini membuat suasana semakin tidak enak. Zelena jadi mau marah-marah.

Dering teleponnya memang sempat berhenti dan membuat kamar kembali tenteram. Sayang, orang itu meneleponnya lagi. Dimatikan, lalu ditelepon lagi. Dimatikan lagi, ditelepon lagi. Begitu terus sampai Zelena kesal karena suara ponselnya jadi terdengar aneh.

Sebal, Zelena pun merampas benda itu dan menyentuh ikon bulat berwarna hijau penuh rasa kesal. Dia langsung menyerobot mengatakan sesuatu pada orang itu. "Apa!"

"Lagi ngapain sih lama banget angkatnya," celetuk Davila.

"Bukan urusan lo, ya! Ngapain lo nelepon gue? Dapet nomor gue dari mana?!" Zelena ngoceh.

"Bukan urusan lo gue dapet nomor lo dari mana," jawab Davila.

Kening Zelena mengerut dalam. "Urusan gue, lah! Ini privasi gue!!!"

"Jangan ngegas." Davila berucap santai.

Kuping kiri Zelena panas, seperti ingin mengeluarkan asap tebal karena mendengar suara Davila. Sudah cukup lama Zelena tak mendengar suara itu, sama juga yang dialami Davila. Sebetulnya ada rasa rindu yang terselip di dada, namun ego menguasai Zelena.

Oscillate #3: Recover It AllTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang