38 - Sadistic Angel

57.1K 6.6K 23.1K
                                    

☁️👼🏻🌧

38. SADISTIC ANGEL

Pergi adalah pilihan terakhir saat kehadiranmu tidak diharapkan lagi.

— ♡ —

Dari pagi sampai siang, lengkingan Eleanor memenuhi kesunyian ruang. Dia tak henti berteriak memaksa para lelaki itu untuk berhenti. Dia bahkan sampai menangis kencang. Suaranya yang meninggi itu membuat tenggorokannya tersiksa.

Ia menggeliat di atas ranjang, mencoba melepas diri dari pengikat yang melilit kedua tangan serta kakinya. Ia tidak mau disiksa terus-menerus oleh mereka. Yang ia inginkan saat ini hanyalah segera meninggalkan tempat meski kemungkinannya sangat kecil, karena Eleanor mulai kehabisan tenaga.

Daxton memegang sebuah alat berwarna hitam merah yang membuat Eleanor semakin bergerak tak tenang. "STOP! PLEASE, STOP!" pekik Eleanor.

"Lo bisa nyiksa Sakura seenaknya, sampe dia bolak-balik masuk rumah sakit. Masa diginiin doang lo langsung mohon-mohon berenti?" Deruza mencibir.

"Makanya, Neng, kalo mau ngelakuin sesuatu tuh mikir dulu. Lo bikin Sakura baret dikit aja, Zelena langsung turun tangan." Muray menambahkan.

"Nggak cuma Zelena. Bos kita aja kemaren sibuk sendiri pas kaki Sakura dilindes mobil," ungkap Deruza.

Mendengar ucapan Deruza, Eleanor seketika teringat akan kejadian tersebut. Apapun yang berhubungan dengan Sakura, Eleanor merasa terpancing untuk marah dan berujung membenci itu semua.

Padahal, sejak awal Eleanor tidak ada pikiran jahat seperti itu. Semuanya terjadi saat ia tau bahwa Figo jauh lebih peduli terhadap Sakura dibanding dirinya. Bukan hanya Figo, tapi semua orang yang ia kenal pasti lebih memberi kasih mereka kepada Sakura.

Seakan-akan Sakura itu berlian, sedangkan dirinya batu apung.

"HARUSNYA SAKURA MATI!!!" Eleanor menghardik, air mukanya menunjukan betapa ia membenci nama itu.

"Seharusnya gue lindes aja perutnya, atau dadanya, atau kepalanya!" lanjut Eleanor, secara tidak langsung membongkar rahasianya.

"Gue benci banget sama dia! Sok baik di depan semua orang! CAPER!!!" Eleanor menambahi.

Bagai aliran listrik yang menyatu dengan arus lainnya, Daxton serta dua temannya serempak mengubah ekspresi mereka. Meski ekspresi yang mereka tunjukkan berbeda-beda, namun kesimpulannya tetap sama: terperanjat.

"Gue pertama kali ketemu Sakura di depan sekolahnya." Deruza tiba-tiba berucap seperti itu. "Dia jadi inceran Bos. Padahal anaknya keliatan baik. Manis gitu."

"Emang manis," ceplos Daxton, setuju akan ucapan Deruza.

"Gue sebenernya kasian sama dia," ringis Deruza, baru kali ini berucap jujur akan perasaannya terhadap perempuan.

"Tapi lebih kasian sama lo, sih." Deruza mempertajam tatapannya pada Eleanor. "Hidup lo miris."

"Nggak punya temen, nggak ada yang peduli, jahat lagi." Deruza masih bicara.

"Neng, nggak usah iri sama orang lain. Emangnya kalo lo sengaja jatohin Sakura, itu bisa bikin lo jauh lebih baik dibanding dia?" Deruza berkata. "Nggak, cuy. Malah lo keliatan hina banget."

Oscillate #3: Recover It AllTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang