#9 (Rasa Bersalah)

10 1 0
                                    

Park Hyo Jin POV

Matanya berkedut marah saat membersihkan telapak tanganku. Kalian tahu dia membersihkannya dengan apa? Dengan bajunya. Baju yang sedang ia pakai. Wow. Aku tak tahu harus tersentuh atau memukul kepalanya. Dia benar-benar aneh. Kenapa dia sekhawatir ini hanya karena debu? Ayolah, aku tak mungkin mati karena menyentuh atau menghirup sedikit debu, kan? Tapi jujur aku benar-benar kehilangan kata. Hanya bisa terdiam dan memandanginya dengan syok. Maksudku, Tuhan, kenapa playboy yang satu ini lucu sekali? Tanpa sadar, ekspresi kaget di wajahku sudah berganti dengan senyuman, aku tersenyum sembari memerhatikan tampang kesalnya.


"Kau perhatian sekali," ledekku sambil terkikik. L.Joe menghentikan gerakan tangannya dan mengangkat kepala.


"Apa?"

"Terima kasih sudah mengkawatirkanku seberlebihan ini. Kau lucu sekali."

"Heh, aku tidak sedang...."

"Tapi aku tidak alergi debu. Kulitku juga tidak sesensitif itu. Jadi, kau tak perlu khawatir," potongku, mengabaikan racauan protes yang hendak ia lontarkan. Aku mengerti dia tidak suka kusebut perhatian, apalagi lucu. Tapi aku benar-benar ingin mengatakannya sekarang.


"Aku... bukannya khawatir." Ia melepaskan tanganku begitu saja. Mungkin malu dengan perkataanku barusan. Bagi playboy sekelas L.Joe, kata 'lucu' dan 'perhatian' agaknya membuat harga dirinya terjatuh. Tapi siapa peduli? Toh cuma aku yang lihat. Aku benar-benar senang melihat pria ini bertingkah manusiawi dan tidak sok keren di hadapanku.


"Aku harus mengurus logo ini. Ada percetakan di ujung jalan, aku akan ke sana dulu. Baru setelah itu kau kubantu," ujarnya cepat, kikuk. Membuatku makin puas melebarkan senyum. Ia lalu berjalan melewatiku.


"Heh, Park Hyojin, pintunya kukunci dari luar! Jangan biarkan orang lain masuk! Aku akan segera kembali."


"Siap, Bos." Aku melakukan sikap hormat. Sukses membuat L.Joe tersenyum. Ia menggelengkan kepalanya sebelum benar-benar pergi. Ya Tuhan, dia man—cukup! Aku harus berhenti memujinya. Dia tidak manis. Tidak.


Selama L.Joe pergi ke percetakan, aku mendorong beberapa meja ke tengah dan mengatur kursinya. Di menit-menit awal, aku sudah yakin bisa menyelesaikan ini semua sebelum L.Joe pulang. Tapi sepuluh menit kemudian, tenagaku justru tersedot habis, aku bahkan tak bisa mengangkat tanganku dan berjalan terseok-seok ke kursi.


Saat sedang duduk beristirahat, tangga kayu menuju lantai dua terlihat memanggil-manggil. Akhirnya, walaupun masih cukup lelah, aku menuruti rasa penasaranku dan berjalan melihat-lihat. Restoran ini teramat luas. Hanya dengan membayangkan para pengunjung yang berdatangan dan memenuhi restoran ini saja sudah membuatku kagum.


Di lantai dua, suasananya dua kali lipat lebih semrawut. Kursi dan mejanya tidak ditumpuk seperti di bawah, justru dibiarkan terhampar asal di seluruh penjuru lantai. Ada kardus-kardus berisi peralatan-peralatan kecil yang sudah berlogo dan... tunggu! Seketika hatiku mencelos. Aku terhenyak. Itu adalah logo Yu Jin yang kupakai untuk ikut lomba. Berarti yang membeli logo dari perusahaan lama Yu Jin adalah... L.Joe.


Aku memungut salah satu piring dan mengusap logo bergambar koki berwajah sapi itu dengan perasaan bersalah. Apa L.Joe rugi besar karenaku? Apa restoran super luas ini jadi terbengkalai begini karenaku?

Let Love LeadTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang