#22 (Be Brave)

8 1 0
                                    

Park Jin Ah POV

Aku baru saja memasuki lobi bank saat seseorang menarik tanganku. Mino.


"Hei," sapaku, tak bisa menahan senyum.

"Hei, mau ikut ke kantin?"

"Tentu."


Sekarang masih pagi, karyawan yang datang ke tempat ini belum banyak—paling hanya mereka yang melewatkan sarapan di rumah. Mino dan aku duduk di ujung terluar kantin dan mengobrol tanpa memesan apa-apa. Sungguh keajaiban melihat anak ini di kantor.


"Tak biasanya seorang bos datang sepagi ini."

"Jangan salah, aku selalu datang pagi."

"Yeah, dulu. Sebelum naik jabatan," cibirku.


Mino tertawa, lalu menggeleng membela diri. "Tidak, sungguh. Aku masih rajin datang pagi sampai sekarang."


"Lalu kenapa susah sekali menemuimu di kantor?"

"Makanya usaha. Ruanganku cuma beda satu lantai denganmu. Lagi pula aku selalu duduk di sini dengan Seunghoon saat makan siang. Kau harusnya ke sini."


"Dan mengganggu kencanmu dengan Seunghoon?" Mino sampai tersedak mendengar ucapanku, namun lantas tertawa. Apakah aku pernah bilang kalau pria dengan tipe suara bariton punya tawa yang menawan? Mino salah satunya. Senyumnya juga sangat menawan. Aku selalu ingin berdiri dan menciumnya tiap kali melihat senyum itu. Beruntung pengendalian diriku bagus.


"Kenapa harus Seunghoon? Dengar ya," Mino mencondongkan badannya dan berbisik, "sekalipun anak itu tiba-tiba berubah jadi wanita, aku tetap tak mau dengannya." Aku meliriknya sambil tersenyum skeptis. Itu pernyataan yang meragukan, Seunghoon pasti akan terlihat sangat manis bila menjadi wanita. Lagi, apa yang membuatnya harus berbisik. Ini bukan topik yang sangat sensitif, aku ingat pernah membicarakan soal menstruasi dengan Seunghoon.


"Aku yakin kau akan menyesal jika itu benar-benar terjadi."

"Ini masih pagi, bisakah kita membicarakan sesuatu yang normal?" tanyanya dengan ekspresi tak percaya. "Omong-omong, parfummu enak," katanya lagi.


"Parfum? Eiii~" Aku langsung memukul bahunya. Pria itu memegangi bahunya sambil mengeluarkan ekspresi 'aku salah apa' yang polos seperti anak bayi. Ekspresi bodoh andalannya. Dasar! Dia mencondongkan badan, pura-pura berbisik atau apalah tadi untuk membaui parfumku.


Sejujurnya ini menyenangkan, maksudku fakta bahwa kami semakin dekat. Dan fakta bahwa beberapa kebiasaannya mulai terasa familier. Dia selalu melipat tangannya seperti anak sekolah dasar setiap mendengarkanku bicara, lengkap dengan tatapan fokus dan senyum kecil yang berefek tidak kecil—dia adalah salah satu pria paling murah senyum yang kukenal. Dia selalu menyentuh rambutnya setiap kali menjeda ucapan. Dia suka menjilat bibir bawahnya, atau membuat wajah polos seperti anak bayi. Aku menyukai semua kebiasaan itu, dan secara tidak sadar mulai menduplikatnya juga. Contohnya sekarang, aku sudah berkali-kali menemukan diriku sedang melipat tangan. Aku tak bilang itu buruk, hanya saja... konyol. Untuk apa aku menirunya?


"Bagaimana hari-hari awalmu di sini?"

"Bagus. Tapi akan lebih bagus lagi kalau temanmu yang super cantik itu tak menggangguku," ucapku sembari meliriknya.

Let Love LeadTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang