#19 (Perkelahian)

6 0 0
                                    

Park Jin Ah POV

"Itu jawaban yang bagus."

"Berhentilah."

"Berhenti untuk?" Mino duduk di kursi meja makan, di sisi yang lain—sambil mengerutkan kening dan menyodorkan mug cokelat yang mengepulkan asap.


"Menghiburku," jawabku muram. Mino malah tertawa. "Aku serius. Eommamu tak akan percaya dengan kita, dan itu semua karena jawaban konyolku. Aku harusnya mengatakan alasan yang bagus, karena kau pria yang baik, yang bertanggung jawab, karena kau perhatian, atau apalah..."


"Tapi aku bisa merasakan betapa jujurnya jawabanmu. Dan aku menyukainya."

"Itu konyol."

"Kau menyukaiku begitu saja. Itu keren."

"Ei! Aku tidak menyukaimu, itu hanya jawaban spontan karena kepalaku benar-benar kosong."

"Yeah, apa pun katamu. Bagiku itu terdengar tulus, dan kurasa jatuh cinta pada gadis sepolos kau bukan perkara sulit. Aku sudah mulai merasakan debaran di sini." Mino menumpukkan kedua tangannya di dada dengan ekspresi aneh yang biasanya hanya kulihat pada Seunghoon—mungkin ini efek dari pertemanan selama tujuh tahun. Pria itu melemparkan senyum jahil lalu tersenyum lebih lebar. Polos? Aku gadis polos katanya?


"Dan soal Hani..." Hani lagi? Secara spontan aku langsung menyandar ke kepala kursi, lalu memalingkan muka pada mug di hadapanku. Suasana hatiku langsung berantakan karena nama itu. Aku tak peduli mereka teman kecil, teman besar, tetangga, atau siapa pun, aku benar-benar membencinya.


"Bukannya aku tak mau membantumu, tapi aku benar-benar mengenal Hani."

"Ya. Kau sudah mengatakannya tadi. Bisakah kita berhenti membicarakan dia?"

"Dengarkan dulu."

"Apa lagi?"

"Jika aku membelamu, aku berani jamin Hani justru akan semakin menjadi-jadi. Kau bisa mendapat perlakuan yang lebih buruk lagi. Dan aku tak mau itu terjadi."


"Dengan kata lain aku harus menghadapinya sendiri."

"Ya, kecuali kalau dia sudah benar-benar kelewatan."

"Kelewatan? Ya ampun, Song Mino! Apa menurutmu tindakannya kemarin dan hari ini belum tergolong kelewatan? Apa semua karyawan baru harus melewati fase 'dibully Hani' sebelum merasa tenang? Bahkan semua karyawan di divisiku juga sangat jahat, mereka—"


"Jangan mengelak, kau boleh memukulku dengan sepatumu setiap hari mulai hari ini." Mino menyela, berbisik cepat dengan bibir nyaris terkatup. Lalu detik berikutnya bibir itu sudah menyentuh permukaan bibirku. Semua organ dalam tubuhku tersentak, terutama jantung. Ini terlalu tiba-tiba. Saking tiba-tibanya aku sampai lupa menutup mata.


"Ehem." Suara dehaman wanita terdengar dari belakang. Mino menjauhkan wajahnya dengan cepat. Aku mengerti, ia menciumku karena ada ibunya di belakangku. Ini pencitraan. Ini bukan karena 'ya Tuhan, kau sangat cantik dan aku tak bisa menahan diri'.


"Eomma." Mino berdiri. Pura-pura terkejut. Aku ikut berdiri dengan lemas.

"Kalian tidak kembali ke bank?"

Let Love LeadTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang