Park Jin Ah POV
Satu keunggulan yang kuakui dari diriku sendiri adalah bekerja dengan cepat. Aku tak akan memindahkan jariku dari keyboard ke objek mana pun sebelum tugasku selesai. Tidak hanya pekerjaan kantor, sebenarnya itu motto kehidupan sehari-hariku juga. Aku akan mengerjakan apa pun sampai tuntas, tidak ada setengah-setengah. Aku punya rasa tanggung jawab yang besar, nyaris berlebihan sebenarnya.
Aneh sekali rasanya membicarakan kelebihan diri sendiri seperti ini, tapi sejujurnya aku butuh. Jika bukan aku yang mencintai diri sendiri, lalu siapa? Soal ceramah Seunghoon kemarin, yah, rasanya memang seperti disiram air dingin atau ditampar atau semacamnya, tapi hal itu ternyata tidak berlangsung lama. Toh setelah aku keluar dari ruangannya, semua ucapan Seunghoon juga ikut keluar dari kepalaku. Aku pesimis, aku terlalu berhati-hati dalam segala hal, aku menganggap apa pun sebagai masalah, aku lemah, aku yah... aku tahu! Aku tahu semuanya. Tapi aku tak bisa mengubahnya seperti membalik telapak tangan. Bahkan sekalipun aku mencoba, aku sudah tahu hasil akhirnya. Oke, Seunghoon dan Mino akan mengomel jika mendengarku bicara begini, tapi memangnya aku bisa apa? Aku tak mengerti dari mana krisis kepercayaan diri ini bermula, apa jangan-jangan rasa percaya diriku tertinggal di rahim eomma? Lalu diserap oleh Hyo Jin sampai akhirnya anak itu jadi kelebihan kepercayaan diri seperti sekarang?
Tapi biarlah. Sebenarnya aku tetap menganggap semua sifat itu sebagai poin plus. Aku akan mengubah bagian yang buruknya pelan-pelan. Dan tentu saja akan mempertahankan bagian yang baiknya. Contohnya seperti sekarang, walaupun semua orang di divisiku menyuruhku ini itu sejak pagi, aku tetap bisa menyelesaikan tugasku tepat waktu. Aku bangga dengan diriku sendiri. Yeah, sangat bangga.
Aku menoleh pada Jam dinding kayu bergaya minimalis di tengah ruang, jarum pendeknya sudah menunjuk tepat di angka lima. Jam kerjanya sudah habis dan aku bisa pulang sekarang. Aku segera merapikan semua berkas yang memenuhi meja, lalu menyisipkannya di antara map yang bertumpuk. Saat hendak berdiri, seseorang menahan pundakku.
"Kerjamu cepat juga ya, wah!" Suara Hani. Aku menelan ludah. Mendengar suaranya saja membuatku ketakutan. Ini mungkin perumpamaan yang berlebihan tapi setiap kali dia bicara aku merasa seperti sedang dililit oleh ular berbisa. Suaranya—desisan ular khas Seo Hani itu—terdengar mengerikan di telingaku. Semanis apa pun cara bicaranya, ia tetap saja terdengar seperti sedang mengajak ke neraka.
Aku memberanikan diri untuk menoleh.
"Kenapa memandangku begitu? Apa aku menakutimu?" Bibirnya yang sewarna darah itu tersenyum asimetris. Tipikal mengintimidasi.
"Aku ingin minta tolong," sambungnya lagi. Kali ini matanya yang bulat besar itu berkedip-kedip. Aku tak tahu harus mengucapkan apa. Oke, sepertinya aku memang tidak perlu mengucapkan apa-apa karena Hani sudah meletakkan setumpuk map setinggi dada di mejaku.
"Aku ada urusan penting jadi harus pulang sekarang," katanya manis. "Kau tidak apa-apa kan jika harus mengetik sedikit lagi?" Aku meringis kecil. Sedikit apanya? Ini bahkan melebihi pekerjaanku yang tadi.
"Tidak apa-apa kan, Park Jin Ah?" Hani mengulang pertanyaannya dengan intonasi yang lebih tegas. Ekspresi sok manis yang dibuat-buat itu membuatku makin kehilangan kata. Mungkin ia memang tidak mengucapkannya secara langsung, tapi aku bisa mendengar kalimat 'kau tidak punya pilihan! Anggukan saja kepalamu' dari ekspresi wajahnya itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Let Love Lead
FanfictionPerjalanan tiga kakak beradik (Park Yu Jin - Park Jin Ah - Park Hyo Jin) untuk menemukan cinta sejatinya. Author : Salsa