#6 (Kencan Lanjutan)

13 1 0
                                    

Park Yu Jin POV

Padahal baru kemarin lusa aku mendatangi tempat ini, tapi entah kenapa rasanya seperti sudah lama sekali. Gedung J'S yang megah seperti istana ini kembali terasa asing. Bahkan perasaan gugupku sama sekali tak berkurang dari hari pertama menginjakkan kaki di sini. Aku menarik napas dari hidung dan membuangnya pelan-pelan lewat mulut sembari terus memandangi pintu lift yang belum kunjung terbuka. Perutku terasa mual karena terlalu gugup. Walaupun pakaian dan tatanan rambutku sudah sangat rapi, tanganku tetap saja bergerak ke sana kemari untuk merapikannya lagi dan lagi. Kepercayaan diriku yang memang pada dasarnya kecil ini terus mengecil. Terutama jika mengingat tiang-tiang yang tertancap sembarangan di lantai empat. Aku tak mau menabrak tiang itu untuk yang ketiga kalinya. Aku harus fokus. Jika sampai tertabrak lagi, demi Tuhan aku akan berlari mengambil gergaji mesin dan memotong benda-benda laknat itu seperti menebang pohon. Lihat saja!


Begitu pintu lift terbuka, aku yang tadi menunggu sendirian ini melangkah anggun ke dalamnya, namun tiba-tiba saja sekelompok karyawan masuk dengan tergesa-gesa hingga membuatku terdorong dan terdesak di pojok. Sepertinya mereka semua adalah karyawan dari satu divisi di lantai sepuluh, setelah salah satu dari mereka memencet tombol lantai sepuluh, mereka langsung asik mengobrol tanpa mengacuhkanku yang terhimpit dan berbisik 'tolong lantai empat, ya' dengan susah payah. Lantai empat pun terlewat. Akhirnya aku hanya bisa menunggu dengan pasrah dalam keadaan seperti itu.


Suara 'ting' terdengar dari pintu lift yang terbuka. Satu per satu mereka pun keluar. Aku menghela napas lega dan hendak berjalan ke depan, namun belum sempat kakiku melangkah ke mana-mana, sekumpulan orang yang lain memasuki lift dan melakukan hal yang sama persis seperti rombongan sebelumnya. Aku terhimpit di antara dinding lift yang dingin dan juga pria tambun yang tertawa keras dan menguyah donat dengan berisik. Dadaku terasa dililit tambang, aku tak bisa menarik napas dan tak bisa melihat apa-apa selain punggung pria itu. Sudah di lantai berapa ini? Astaga!


Saat pintu lift terbuka, aku baru melihat bahwa kami sudah berada di lantai satu lagi. Seketika kepalaku bergetar menahan marah, aku merasa sedang dipermainkan oleh semua orang di dalam gedung ini. Kemejaku jadi agak kusut dan sebagian rambutku keluar dari ikatan, aku memburu napas dan menunggu mereka semua keluar dari lift ini dengan tidak sabar.


Begitu semua penghuni dari lantai sepuluh itu keluar, satu orang melangkah masuk. Belajar dari pengalaman, aku segera berlari sekuat tenaga dan menyerobot memencet tombol lantai empat di pintu lift. Pria itu terkejut. Tangannya yang sudah terulur ia tarik kembali perlahan-lahan.


"Aku hanya ingin memencet lantai empat." Aku menggeram dan bicara sambil menahan kesal.

"Ya, silahkan, saya juga mau ke lantai empat." Detik itu juga aku terdiam. Dia sama sekali tak tahu apa yang baru saja kualami, pasti aku benar-benar terlihat seperti orang aneh yang terobsesi memencet tombol lift. Aku melirik pria tadi dengan menyesal. Tunggu! Aku mengingat pria ini. Dia adalah pria yang bilang make up-ku sudah menodai tiang. Karena teringat akan kejadian itu, aku langsung memalingkan wajah darinya.


Kami keluar bersamaan, bahkan berjalan beriringan cukup lama selama di lantai empat. Aku menoleh padanya dengan heran. Kami sudah hampir tiba di ruangan CEO, dia mau mengikutiku sampai mana? Akhirnya karena tak tahan aku menarik tangannya. Ia berbalik padaku dengan ekspresi terganggu.


"Tolong jangan mengikutiku! Aku janji aku tak akan menabrak tiang dan meninggalkan make up-ku di sana."

Let Love LeadTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang