#10 (Interview)

12 1 0
                                    

Park Jin Ah POV

"Jika, jika aku gagal dalam interview nanti. Kau masih mau bertemu denganku?" Langkah kakinya terhenti. Dan saat itu juga, detak jantungku pun ikut berhenti. Aku menahan napas dan menanti jawaban darinya sampai telapak tanganku berkeringat. Tolong, hentikan! Mungkin pertanyaan barusan terdengar konyol di telinganya, tapi—


"Tidak."


Aku tersentak.


"A-apa?"

"Maksudku, tidak mungkin aku menjauhimu hanya karena itu. Lagi pula ini cuma interview, kau pasti bisa." Ia menyelipkan senyum tipis di akhir kalimatnya. Aku menghela napas lega. Jantungku yang sempat berhenti pun mulai berdetak lagi. Dia benar-benar membuatku kaget.


"Kenapa kau tiba-tiba menanyakan itu?" Kami pun kembali melangkah beriringan. Aku meliriknya berat hati.


"Jaga-jaga saja."

"Untuk?"

"Yah, siapa tahu aku tidak bisa? Kalau kau melihat riwayat kegagalan interview-ku, kau pasti mengerti."


"Riwayat kegagalan interview? Memangnya sudah sebanyak apa kau gagal?" Mino bertanya sambil tertawa.


"Sangat banyak. Sampai rasanya aku sudah tahu hasil interview nanti." Tiba-tiba saja Mino berhenti (lagi), membuatku mau tak mau melakukan hal yang sama. Kepalaku tertunduk dalam, malu padanya. Saking malunya, untuk sekadar menghela napas saja aku tidak bisa.


"Kenapa sih kau begini?"

"Aku memang begini."

"Park Jin Ah, kau tahu? Ucapan itu doa. Harusnya kau bersikap lebih optimis, katakanlah 'aku pasti bisa'. Bukannya seperti ini." Aku memberanikan diri untuk mengangkat kepala dan menatap matanya yang berpendar kecewa. Ia memejam sebentar sebelum membalas tatapanku. "Cobalah berpikir positif sesekali."


"Aku selalu mencoba berpikir positif, kok, tapi—"

"Kali ini, berpikir positif saja lagi, siapa tahu Tuhan sengaja membuatmu gagal terus agar kau bisa bertemu denganku," potongnya.


**********


Ya, itu yang Mino katakan. Awalnya aku hanya terkekeh dalam hati, menganggap itu sebagai lelucon. Tapi setelah berada di ruang interview ini, aku mulai berpikir bahwa perkataannya tadi—bisa jadi—benar.


"Jadi dia bilang begitu?" Setengah dari akal sehatku masih menolak untuk percaya.

"Hahaha. Memangnya dia tidak bilang apa-apa padamu?"

"Tidak. Dia cuma menyuruhku berpikir positif," jawabku sembari menoleh ke arah kaca persegi di tengah pintu. Sejak tadi kepala Mino terus terlihat dari sana, mondar-mandir seperti sedang menunggu operasi. Apa aku semengkhawatirkan itu?


"Kemarin sore dia datang ke rumahku, lalu tanpa mengucapkan salam langsung bilang 'gadis yang akan kau interview besok adalah kenalan dekatku, jangan bertanya yang aneh-aneh. Dia akan bekerja dengan baik, diriku sendiri jaminannya'. Aku bahkan belum sempat menjawab dan dia langsung pergi."

Let Love LeadTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang