"Bayu! Bisa lo berhenti nyetel musik nggak keruan kayak gini?" sahut Banyu dari luar kamar Bayu. Bayu tidak menggerakkan satu pun anggota tubuhnya untuk menuruti permintaan Banyu.
'Saint Anger' masih berkumandang di kamarnya dengan volume maksimal. Banyu menggedor-gedor pintu kamar Bayu dengan sekuat tenaga.
"Bayu! Gue lagi belajar nih!" serunya lagi. Bayu memutar bola matanya, tapi tetap tak melakukan apa pun. Bayu memejamkan matanya lagi sambil menggerak-gerakkan tangannya sesuai irama drum.
"BAYU!" teriak Banyu bersamaan dengan terbukanya pintu dengan paksa. Bayu melirik kesal ke arah Banyu.
Banyu menghela napas sebentar, lalu berjalan kaku ke arah tape dan menekan tombol stop. Seketika ruangan menjadi sepi. Bayu bangkit dan terduduk di tempat tidurnya.
"Lo tau, yang kata lo musik nggak keruan itu Metallica. Dan gue masih nggak ngerti, kalo ada cowok yang nggak bisa ngerti musiknya Metallica," kata Bayu sengit.
"Oh, gue jelas2 bisa ngerti musiknya Korn kalo dipasangnya sesuai batas ambang pendengaran manusia," balas Banyu dengan tangan terlipat di dadanya.
"Alah, nggak usah boong deh lo. Kayak lo bisa aja ngebedain Korn sama P.O.D." Bayu bangkit dari tempat tidurnya dan mulai mencari handuk. Banyu memerhatikan saudara kembarnya sesaat.
"Gue bisa liat dengan jelas masa depan lo," katanya setelah melihat Bayu yang tak kunjung menemukan handuknya. "Maksud gue, liat aja tempat ini. Tempat ini bahkan nggak pantes di bilang kamar. Kandang sapi masih lebih pantes dapet penghargaan dekorasi." Banyu menendang handuk yg sedari tadi berada tepat di depan kakinya. Handuk itu mendarat mulus di kepala Bayu.
"Gue juga bisa liat masa depan lo," kata Bayu dingin sambil beranjak keluar kamarnya. "Atlet hebat, penerima beasiswa, cowok populer di kampus... Ups, itu bukan masa depan ya? Cuma sayangnya, lo pernah salah ngebedain Marilyn Manson sama Marilyn Monroe..." Banyu menatap masam kakak kembarnya yang keluar tanpa memandangnya, lalu kembali menatap kamar yang dipenuhi segala macam barang milik Bayu.
Dindingnya sudah tak terlihat lagi warna aslinya, karna sudah penuh ditempeli poster-poster bintang rock dan alternative mulai dari Kurt Cobain, Queen, sampai Metallica. Lantainya pun bernasib serupa. Baju- baju kotor -atau bersih, Banyu tak bisa membedakannya- bercampur baur di sana dengan segala macam CD bertebaran di atasnya. Banyu menghela napas sebentar, lalu memutuskan untuk pergi dari kamar itu, karna aura2 yang dikeluarkan poster2 itu membuat Banyu tidak nyaman. Tapi beberapa langkah sebelum mencapai pintu, kakinya menyandung sebuah travo.
"Sialan!" umpat Banyu sambil memegangi jempolnya yang nyut-nyutan, lalu menatap ingin tahu ke arah benda yang tadi menghalanginya.
"Travo!" keluhnya kesal.
"Travo di tengah jalan!" sahutnya lagi sambil menendannya dengan sekuat tenaga. Tentu saja, travo itu tak bergerak dari tempatnya semula dan sekarang jempolnya terasa luar biasa sakit.
"Awas kalian semua!" kutuk Banyu kepada kamar Bayu dan semua barang yang ada di dalamnya, lalu dengan langkah berjingkat dia keluar dari sana.
"Bayu, nggak kuliah?" tanya Bunda begitu Bayu keluar dari kamar mandi.
"Nggak," jawab Bayu singkat, lalu duduk di sofa. Tangannya sibuk memindah-mindahkan channel dengan remote.
"Oh, tapi kok barusan Banyu berangkat kuliah ya?" tanya Bunda heran.
"Bun," tukas Bayu kesal.
"Aku sama Banyu kan beda jurusan. Nggak mungkin lah jadwal kuliahnya bareng."
"Oh, iya ya. Bunda pikir kamu sama Banyu sejurusan," kata Bunda lagi sambil mengaduk adonan kue.
"Makanya kasih perhatian dikit," gumam Bayu. "Udah mau dua taun kuliah, juga."
"Apa, Bay?" Bunda tak mendengar perkataan Bayu karna suara putaran mixer.
"Bukan apa-apa. Nggak penting." Bayu mematikan TV, lalu bergerak ke arah kamarnya.
"Bay, kamarnya diberesin dong," kata Bunda sebelum Bayu sempat menutup pintu.
"Kamu nih males banget. Liat tuh kamarnya Banyu. Rapi, bersih kayak..."
"Kayak kamar perempuan," sambar Bayu.
Bunda berhenti mengaduk adonan, lalu mengernyit kepada Bayu.
"Kejantanan cowok bukan diukur dari keadaan kamarnya," katanya serius.
"Ha-ha," Bayu menanggapi dingin komentar Bunda, lalu masuk ke kamar.
Dia melangkahi travo-nya yg melintang, menggapai gitarnya, lalu duduk di pinggir jendela.
Kejantanan seorang cowok tidak dilihat dari keadaan kamarnya. Yang benar saja, pikir Bayu sambil mendengus. Kalau kamar cowok itu bersih, tidak ada satu poster pun, yang ada hanya foto-fotonya bersama piala-piala dan medali-medalinya, dengan banyak CD Glenn Fredly atau Josh Groban di atas meja, jelas-jela kejantanannya patut dipertanyakan. Juga bisa dipastikan kalau pemilik kamar tersebut memiliki kadar kenarsisan yang sangat tinggi. Bayu mulai memainkan lagu kebangsaannya. 'Creep' milik Radiohead.
'But I'm a creep, I'm a weirdo. What the hell am I doing here? I don't belong here.'
"Hai Nyu!" Banyu mencari sumber suara itu. Dia berbalik, dan mendapati Deandra sedang berlari-lari kecil ke arahnya dengan riang.
Banyu tersenyum kepadanya. Deandra masih belum berubah sejak Banyu memutuskan hubungan dengannya.
"Hei," sapa Banyu. Deandra menatap Banyu dengan mata bulatnya. Banyu lantas mengalihkan pandangannya, karna kenyataannya dia masih tidak bisa menahan keinginan untuk memeluk Deandra setiap kali melihat sepasang mata yang bersinar itu.
"Kenapa lo?Lesu amat." Tanya Deandra
"Bayu ya?" Banyu tertawa kecil. Deandra mengangguk, lalu mulai berjalan. Banyu mengikutinya. Mereka mengambil jurusan yg sama, dan juga kelas yg sama. "Kenapa? Marahan lagi sama Bayu?" tanya Deandra lagi.
Mendengar pertanyaan Deandra, Banyu mendengus.
"Kapan sih gue pernah nggak marahan sama dia?" Deandra menatapnya dengan pandangan serius.
"Dey, gue kan pernah bilang, kalo gue sama Bayu itu udah ditakdirkan nggak bisa baikan. Kita malah udah berantem sejak masih di perut. Tendang-tendangan," kata Banyu lagi. Lala terbahak saat mendengarnya.
"Hiperbolis lo," sahutnya sambil mendorong Banyu.
"Serius," Banyu balas mendorongnya.
"Udah deh," kata Deandra setelah pulih dari gelinya.
"Bilang aja lo sayang sama Bayu. Kata orang, benci itu artinya peduli. Peduli itu artinya sayang."
"Kata siapa tuh?" Banyu mengetuk kepala Deandra pelan. Deandra hanya mengedikkan bahu sambil melirik penuh arti kepada Banyu. Banyu menghela napas, lalu berhenti berjalan. Dia memegang kedua pundak Deandra dan menatapnya lekat-lekat.
"Dey, kalo ada orang yang paling gue benci di dunia ini, itu udah pasti Bayu."
KAMU SEDANG MEMBACA
Summer Breeze
FanfictionKarna Cinta tidak pernah salah remake dari novel Orizuka yang berjudul sama Beware typo✌