Due

298 25 0
                                    

"Bayu!!" Bayu membuka matanya dengan malas. Suara Ayah membuatnya mual seketika.

"BAYU!" sahut Ayah lagi, kali ini sambil menggedor-gedor pintunya.

"Apaan?" sahut Bayu tanpa beranjak dari tempat tidurnya.

"Apaan? APAAN?! Makan malam bersama! Cepat keluar!" sahut Ayah lagi.

Bayu bangun dengan sangat terpaksa, lalu membuka pintu kamarnya. Seluruh keluarganya tampak sudah berkumpul di meja makan. Walau demikian, Bayu lebih merasakan suasana yang suram dibandingkan dengan suasana yang hangat. Tanpa mencuci muka, Bayu langsung mengambil tempat di meja.

"Apa Ayah harus selalu teriak-teriak manggil kamu setiap kita mau makan?" tanya Ayah ketus begitu Bayu menampakkan diri.

"Kalian bisa mulai makan tanpa aku." jawab Bayu sambil memandang Ayah dingin.

"Saat makan malam itu waktu untuk keluarga berkumpul." Ayah tidak membalas pandangannya dan menyendok sosis.

"Kayak yang ada pembicaraan keluarga aja," gumam Bayu sengit. Ayah tampak tak memedulikan kata-kata Bayu. Dia mengalihkan pandangannya kepada Banyu yang sedang asyik melahap ayam goreng.

"Gimana kuliahnya, Nak?" tanya nya,Bayu langsung mendengus.

"Oh, baik, Yah. Bentar lagi ujian," jawab Banyu tenang.

"Oh, gitu. Belajar yang rajin ya. Biar IP-mu nggak merosot kayak kakakmu ini," sindir Ayah membuat Bayu melotot.

"IP-ku nggak merosot," sambar Bayu.

"Oh, ya, sama kayak semester sebelumnya, tapi sama jeleknya." kata Ayah sambil melemparkan pandangan masam.

"Kamu tau Bay, kalo kamu begitu terus, kamu bisa di-DO."

"Cepat atau lambat aku juga bakal di DO, kan? Aku cuma mempermudah prosesnya aja," tandas Bayu.

"IP-mu yg cuma dua koma satu itu nggak bisa membanggakan siapa pun, Bay. Apa kamu nggak malu, hah?" Intonasi Ayah sekarang mulai naik.

"Malu? Untuk apa malu? Itu udah hasil terbaik yang aku bisa," jawab Bayu tak peduli. Ayah mendengus.

"Bohong. Kamu bisa lebih baik dari itu. Kamu aja yg nggak mau usaha. Kamu cuma mau cari sensasi supaya kamu lebih diperhatikan." Bayu memandang Ayah tak percaya.

"Aku ragu sensasi apa yang bisa aku lakuin supaya lebih diperhatiin. Mungkin aku harus ngebakar rumah ini baru bisa diperhatiin," jawab Bayu ketus, lalu meninggalkan meja, tak berminat untuk makan malam dengan situasi seperti ini.

"Bayu! Kembali ke sini sekarang juga!" sahut Ayah garang. Bayu tak memedulikan teriakan-teriakan Ayahnya. Dengan langkah besar, dia masuk ke kamarnya, lalu membanting pintunya. Dia melangkah ke tape, menyetel CD Disturbed dengan volume maksimum, lalu dengan kalap membanting semua benda yang dilihatnya.

"Brengsek!" serunya setelah dia kehabisan tenaga. Bayu terduduk di samping tempat tidur, lalu menjambak-jambak rambutnya. Dunia tidak adil. Dunia tak pernah adil padanya. Ayah memang menyebalkan. Ibu juga menyebalkan. Banyu lebih menyebalkan. Seisi rumah ini menyebalkan. Semuanya selalu bersikap seperti keluarga kecil bahagia. Bayu merasa dia tidak diterima di keluarga ini. Bayu selalu saja berbeda. Bayu membanting tubuhnya ke tempat tidur, lalu mulai menyesali keberadaannya di dunia, sama seperti malam2 sebelumnya.

Bayu perlahan membuka pintu kamarnya dan mendapati ruang keluarga pagi ini sudah kosong. Bayu mensyukuri keadaan itu, tak mau harinya diawali oleh suara salah satu anggota keluarganya. Setelah mengembuskan napas lega, Bayu berjalan menuju lemari es. Dibukanya lemari es itu, tapi ternyata lemari es itu kosong. Tidak ada susu, tidak sereal, tidak juga roti. Bayu membanting pintu lemari es dengan sekuat tenaga.

"Wah, wah. Bisa rusak semua barang-barang elektronik di rumah ini kalo lo nyentuhnya pake tenaga dalam terus," komentar Banyu yang tiba-tiba muncul dari balik lemari es. Bayu menatapnya sebal.

"Lo bisa beliin lagi, kan lo udah pasti sukses," kata Bayu ketus.

"Selalu ada hukum alam. Ada yang ngerusak, ada juga yang nyiptain,"

sambungnya sambil melangkah keluar rumah dengan juga membanting pintunya. Banyu menatapnya sambil geleng-geleng kepala.

Bayu melangkah cepat menuruni jalan kompleksnya. Tak seperti Banyu yang memiliki motor, Bayu selalu naik bus saat pergi kuliah. Bukannya Bayu tak pernah meminta, tapi dia 'tak mau' meminta apa pun dari Ayah, juga apa pun yang dimiliki Banyu. Ayah memberi motor itu kepada Banyu karna dia lulus UAN dengan nilai rata-rata delapan, bukan karna Banyu memintanya. Dan Bayu tak bisa berbuat apa pun kecuali diam dan menelan bulat-bulat nilai rata-rata merahnya. Tahu-tahu, Bayu melihat ke sebuah taman yang terletak tak jauh dari kompleks rumahnya.

Bayu berhenti sebentar, dan menatap taman yang tak pernah berubah dari sejak dia masih kecil. Taman yang asri dengan lapangan basket di tengahnya dan beberapa kursi taman di pinggirannya. Taman yg menyimpan banyak kenangan. Terlalu banyak kenangan. Bayu memutuskan untuk memasuki taman itu. Entah kekuatan apa yang menariknya ke sana. Terakhir kali dia ke sana adalah ketika umurnya masih sembilan tahun. Sejak itu, dia tak pernah ke sana lagi, untuk menunggu janji sepuluh tahun yang pernah dibuatnya dengan gadis kecil berkepang dua.

Bayu memaksakan diri untuk berjalan ke sebuah pohon, tempat janji itu dipahat. Setelah bertahun-tahun berlalu, tulisan itu masih di sana. Tulisan Bayu-Olin-Banyu. Bayu menatapnya tanpa ekspresi. Baginya, janji ini hanya kekonyolan. Hanya kerjaan iseng anak-anak. Gadis itu tak akan pernah muncul lagi. Tak akan pernah lagi setelah ia mengingkari janjinya sendiri.

Caroline. Gadis kecil itu pergi ke Amerika sebulan tepat setelah mereka berjanji untuk selalu bersama. Dia pergi begitu saja setelah mereka membuat surat permohonan. Dan sekarang, sudah sepuluh tahun lebih semenjak perjanjian itu dibuat. Tanggal 14 Februari 2019 bahkan masih terpahat di sana. Tidak mungkin kalau tulisan itu tulisan Caroline yang dulu, pikir Bayu.

Banyu pasti sudah memahatnya kembali selama sepuluh tahun ini. Banyu masih saja percaya bahwa gadis itu akan datang. Dulu, anak bodoh itu bahkan pernah menyebut nama Caroline muncul di sebuah forum di dunia maya. Benar-benar penuh imajinasi. Benar-benar sebuah lelucon. Gadis itu tak akan pernah datang.

Caroline tak mungkin datang lagi. Bayu yakin, Caroline bahkan tidak ingat lagi akan perjanjian ini. Bayu menatap pohon itu benci, lalu memukulnya dengan keras hingga buku-buku jarinya terasa sakit.

Bayu tak peduli lagi pada masa lalunya. Tak ada lagi yg bisa diharapkan dari masa lalunya. Bahkan, kenyataan, tak ada lagi yg bisa diharapkannya dari masa kini maupun masa depannya. Semuanya omong kosong. Bayu meninggalkan taman segera setelah menendang pohon itu.

*tbc*



Summer BreezeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang