Cinque

225 15 0
                                    

"Bayu, lo dapet pesen. Ada yang manggil lo di belakang kampus." Seorang cewek tiba-tiba mendekati Bayu saat dia baru beranjak pulang. Bayu menghabiskan sepanjang hari dengan berbaring di kursi taman kampusnya sambil menghabiskan dua bungkus rokok. Bayu menatapnya heran.

"Siapa?"

"Gue nggak tau. Gue nggak kenal. Tapi cowok-cowok," kata cewek itu, lalu pergi begitu saja, seolah tak mau berurusan lebih lanjut dengan Bayu.

Bayu menatap kepergian cewek itu, lalu menutup loker dan berjalan menuju belakang kampusnya. Dalam hati, dia merasakan adanya ketidakberesan. Benar saja, segerombolan anak lelaki yang tampak marah sedang menunggunya di sana.

"Mau apa cari gue?" tanya Bayu begitu dirinya sudah berjarak tiga meter dari gerombolan itu. Salah satu dari mereka maju, tampaknya yang paling kuat. Wajahnya legam dan memiliki banyak bekas luka.

"Lo Bayu?" tanyanya dengan suara yang berat, khas perokok. Sama seperti yang dimiliki Bayu.

"Bisa dibilang begitu," jawab Bayu dengan nada menantang.

"Dan lo? Bang napi?" Laki-laki itu mendengus.

"Gede juga nyali lo."

"Mau apa kalian? Suruhan siapa?" tanya Bayu ringan. Dirinya sudah terbiasa akan hal-hal seperti ini. Orang yang membencinya tidak bisa dibilang sedikit. Malah orang yg menyukainya yang luar biasa sulit dicari.

"Nggak penting suruhan siapa. Yang jelas, lo pastinya udah tau kita mau ngapain," jawab seorang laki-laki lainnya.

Bayu menarik napas, lalu mengambil sebatang rokok dan menyalakannya. Diisapnya dalam-dalam, lalu dihembuskannya tepat ke wajah si hitam.

"Gue tau," katanya singkat. Laki-laki itu segera melayangkan tinjunya pada Bayu, yang dapat dihindari dengan mudah. Secepat mungkin Bayu meraih tangannya, memelintirnya, lalu mematikan rokoknya pada tengkuk laki-laki itu, yang langsung berteriak kesakitan. Teman-temannya memandang Bayu geram.

"BAJINGAN!!" seru gerombolan itu, lalu menyerbu Bayu dengan membabi buta.

"Mau ada pertandingan lagi, Yah." Suara Banyu terdengar ketika Bayu memasuki rumah. Bayu menarik napas sebentar, mengembuskannya, lalu meneruskan langkahnya melewati ruang tamu. Ayah, Bunda, dan Banyu sedang duduk di sana. Benar-benar sial. Pertemuan keluarga tepat di saat keadaannya berantakan. Bayu memutuskan untuk bergerak cepat ke kamar, bermaksud menghindari pertemuan itu. Tapi rupanya tak cukup cepat, karna semua keluarganya menyadari keadaan Bayu dan tubuhnya yang kotor dan wajahnya yang lebam.

"Bayu! Kamu berantem lagi ya?!" teriak Ayah berang. Bayu tidak berhenti untuk menerima lebih banyak pukulan lagi. Dia segera masuk ke kamarnya dan membanting pintu tepat di depan hidung ayahnya.

"BAYU! BAYU! BUKA PINTUNYA! DASAR ANAK KUR-" Suara Ayah teredam suara Kurt Cobain dengan 'Smells Like Teen Spirit'-nya. Bayu membanting tubuhnya ke atas ranjang, lalu terduduk karna rasa sakit luar biasa yang menyerang perutnya. Gerombolan sialan tadi berhasil memukulnya sekali pada perut dengan sebuah balok kayu besar. Rupanya tadi Bayu bergerak kurang lincah. Biasanya dia tak pernah terluka separah ini. Bayu sudah melumat semua anak yang tadi menyerangnya. Semua dibiarkan terkapar tak berdaya dengan berbagai macam keluhan. Mungkin yang terbanyak adalah patah hidung dan gigi.

Tapi Bayu cukup yakin tadi dia berhasil mematahkan tangan satu-dua orang. Gerombolan tadi suruhan Farel, saingan utama Banyu dalam kompetisi basket antar kampus. Dia adalah mantan pacar Deandra sebelum Banyu, dan ternyata kabar bahwa Deandra memeluk Bayu langsung sampai ke telinganya. Bayu mendengus sebal. Rupanya banyak sekali mata-mata Farel di kampus. Baru beberapa jam kejadian itu berlalu, si pengecut itu sudah mengirim pasukan tak berguna untuk menghabisi Bayu.

Bayu memaksakan dirinya untuk mendekati kaca, lalu memerhatikan wajahnya yang lebam di bagian tulang pipi kirinya. Bayu bersumpah dalam hati, akan terus mengingat bajingan yang berhasil menempatkan kepalannya di sana, lalu balas dendam dua kali lebih parah. Tiba-tiba Bayu bergeming. Bukan karna dia menemukan luka baru di wajahnya, tapi karna dia menemukan wajah Banyu di sana.

Wajah yang persis dengan yang dimilikinya. Wajah yang tidak diinginkannya. Bayu pun sadar kalau dia sudah terlalu lama tidak bercermin. Dia terlalu takut untuk melihat wajah yang selalu membuatnya marah itu. Karna itulah, cermin pernah menjadi hal terkutuk baginya. Bayu melangkah menjauhi cermin, lalu kembali terduduk di pinggiran ranjang. Mungkin lebih baik dia merubah wajahnya agar tidak terlihat mirip lagi dengan sang atlet. Terlalu banyak yang terjadi dalam satu hari ini. Dan semuanya membuatnya luar biasa lelah, sampai dia merasa ingin mati.

Banyu buru-buru melangkah ke kamarnya begitu waktu sudah menunjukkan pukul sepuluh malam. Malam ini, Caroline akan muncul di chat room, seperti janjinya. Banyu segera duduk, menyalakan notebook-nya yang segera terkoneksi dengan internet. Setelah beberapa lama mencari, nama Caroline belum muncul.

Banyu sudah mencoba berbagai nama yang mungkin digunakan Caroline, tapi tak satu pun benar. Caroline belum muncul. Selama satu jam dihabiskan Banyu untuk menunggu kehadiran Caroline. Tapi, gadis itu tak muncul juga. Banyu mulai menggigiti kuku jarinya. Apa mungkin Caroline lupa? Banyu memutuskan untuk menunggu lebih lama. Sementara itu, dia mencoba membunuh waktu dengan membuka situs-situs tentang NBA.

Walaupun demikian, Banyu hanya bisa memandang sosok Jason Kidd dengan tatapan kosong. Nama Caroline belum muncul juga. Satu jam berikutnya, Banyu memandang layar notebook-nya hampa. Mungkin Caroline memang lupa. Banyu mengklik tampilan compose new message, lalu mulai membuat pesan.

To: Caroline.mmhrani@.gmail.com Subject: Hi! 

Lin, lupa ya, janji kita ketemuan di chat world? Nggak apa-apa deh, tapi besok ketemu ya? Banyak yang mau diobrolin nih! Miss U always.

Banyu.

Banyu menekan tampilan send, lalu mengempaskan tubuhnya ke sandaran kursi. Caroline. Gadis itu sudah membuatnya gila. Setelah menutup notebook-nya dengan berat hati, Banyu bergerak menuju ranjang dan membangting tubuhnya. Dia mencoba untuk menutup mata dan sosok Caroline langsung terbayang di pelupuk matanya. Caroline tidak pernah mau mengirimkan fotonya. Dia juga tidak menampilkan foto pada profil media sosialnya. Gadis itu tidak tahu betapa Banyu benar-benar merindukannya. Tidak lama kemudian, Banyu tertidur pulas, masih memimpikan Caroline yang tumbuh dewasa.

Tbc

Summer BreezeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang