Tredici

181 14 12
                                    

Sorry for typo

"Welcome home," kata Caroline riang setelah mereka sampai di depan rumah.

Tadi Caroline telah meyakinkan Bayu untuk kembali ke rumah setelah mengancam untuk naik ke atas meja bar dan menari kalau Bayu tidak mau pulang. Bayu tidak punya pilihan lain selain menurutinya.

Bayu meloncati pagar rumahnya, tapi tidak berusaha membantu Caroline. Caroline cemberut sebentar, lalu ikut memanjat pagar. Bayu membuka jendela kamarnya yang gelap dan memanjatnya.

Mendadak, lampu kamar dinyalakan saat Bayu baru masuk. Ayah, Bunda, dan Banyu ternyata sudah menunggu di sana dengan ekspresi yang tak dapat ditebak. Bayu membatu saat melihat mereka. Detik berikutnya, Caroline melemparkan tasnya ke dalam kamar lalu ikut memanjat jendela.

Bayu merasa sebentar lagi hidupnya pasti berakhir. Caroline berhasil memanjat jendela, tapi langsung tersentak saat melihat kedua orangtua Bayu dan Banyu. Caroline buru-buru melirik Bayu yang sedang menatap nanar keluarganya.

"Bayu ke kamar Ayah sekarang. Ayah mau bicara," kata Ayah dingin. Bayu langsung tahu apa yang akan terjadi selanjutnya.

Dulu, Bayu pernah dihajar habis-habisan saat Banyu tidak sengaja tercebur ke selokan dan kepalanya terbentur. Itu hanya hukuman karna Bayu dianggap telah lalai menjaga Kembarannya. Sekarang, Bayu pasrah jika dianggap membawa kabur seorang gadis di tengah malam. Jadi, Bayu bergerak mengikuti Ayah. Caroline berusaha menahan Bayu dengan meraih tangannya yang langsung ditepis

. "Om, Bayu nggak salah!" seru Caroline, hampir menangis.

"Caroline, kamu tidur saja," kata Ayah terdengar lelah. Bayu mendahului Ayah memasuki kamarnya. Bayu segera meneguk ludah, ingat kalau dia memiliki banyak kenangan pahit di kamar ini.

Bayu pernah dipukul dengan sapu lidi. Dia juga pernah dilecut dengan ikat pinggang. Belum selesai Bayu mengingat semua kenangannya, Bayu merasakan tamparan keras pada pipi kirinya. Lalu pipi kanannya. Bayu tidak berusaha melawan walaupun hatinya teramat ingin. Bayu sudah terlalu terbiasa disalahkan atas sesuatu yang tidak diperbuatnya.

"DASAR KAMU MEMANG ANAK KURANG AJAR!" sahut Ayah dengan volume yang membuat telinga Bayu berdenging.

"BERANI-BERANINYA NGAJAK CAROLINE KABUR!!" Bayu menatap Ayah berani. Wajah Ayah sudah memerah karna marah. Entah mengapa Bayu tidak bisa membalas jika melihatnya.

Ayah sudah tua. Ayah yang disayanginya.

Dulu, disayanginya. Sebelum dia mulai menarik diri. Pipi kiri Bayu ditampar lagi, kali ini cukup keras sampai membuat bibir Bayu robek dan gusinya berdarah. Bayu menatap Ayah yang sudah terengah-engah. Ayah punya penyakit jantung.

"Apa nggak capek kamu bikin Ayah marah, Bay?" tanya Ayah setelah emosinya mereda.

"Udah, sana keluar," perintah Ayah tanpa menunggu jawaban Bayu.

"Ayah nggak pengen denger kamu bikin masalah apa pun lagi." Bayu melangkah keluar dari kamar dengan darah menggelegak di kepalanya.

Caroline ada di ruang keluarga, begitu pula Bunda dan Banyu. Caroline langsung menekap mulutnya sendiri saat melihat Bayu. Bunda juga terlihat khawatir, tapi Bunda tak pernah melakukan apa pun dan cuma meremas-remas tangannya sendiri.

"Bay, kamu baik-baik aja?" Caroline menghampiri Bayu.

"Sini aku bersihin-" Tangan Caroline sudah dipegang oleh Banyu sebelum sempat sampai ke wajah Bayu. Caroline menoleh kepadanya.

"Masuk kamar, Lin. Udah malem. Kamu harus tidur," Banyu menggiringnya ke kamar Bayu.

Caroline hanya bisa mengikutinya tanpa mengalihkan pandangannya dari Bayu. Banyu menatap Bayu benci setelah Caroline masuk ke kamar, lalu masuk ke kamarnya sendiri tanpa mengucapkan sepatah kata pun. Setelah Banyu menghilang, Bayu bergerak menuju sofa yang sudah beberapa hari ini menjadi tempat tidurnya. Dia duduk di sebelah Bunda yang terlihat salah tingkah. Mendadak, Bunda bangkit.

Summer BreezeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang