Tree

256 19 0
                                    

"Nyu, bantuin Bunda dong." Banyu langsung melompat dari sofa begitu melihat Ibu muncul di ambang pintu, tampak kesusahan membawa barang-barang belanjaan.

"Bunda beli apaan aja sih? Heboh amat," komentar Banyu sambil membawa belanjaan itu masuk dan menaruhnya ke meja makan.

"Makanan," jawab Bunda singkat sementara Banyu mengernyitkan dahi.

"Persediaan buat setahun?" Banyu memandang bungkusan-bungkusan besar di depan matanya.

"Apa sih ini?" Ibu tak banyak berkomentar dan hanya mengedikkan bahu.

"Ada, aja," jawabnya misterius sambil menata sayuran di lemari es. Banyu mencoba membuka sebuah bungkusan, tapi tangannya langsung ditepis oleh Bunda. Banyu meringis sambil mengelus punggung tangannya.

"Ada apaan sih, Bun? Mau ada pesta?"

"Udah deh, kamu nonton aja sana, nggak usah banyak tanya. entar juga tau," kata Bunda, masih dengan nada misterius. Banyu menuruti kata-kata Bunda walaupun dengan menggerutu.

"Eh, Nyu, Bayu ke mana?" tanya Bunda sambil melongok ke ruang TV.

"Kuliah, kali," jawab Banyu malas, tangannya sibuk mengganti channel.

"Lho, trus dia sarapan apa? Kan nggak ada apa-apa di kulkas," kata Bunda lagi. Banyu mengangkat bahu.

"Paling sarapan di kampus," gumamnya. Bunda mengangguk-anggukkan kepala, lalu mengamati Banyu yang bergerak mendekat dan mengambil sebuah apel dari salah satu bungkusan belanjaan yang sudah terbuka.

"Nyu, Bunda khawatir sama Bayu... Beberapa hari ini dia semakin sering berantem sama Ayah," kata Bunda pelan.

Banyu menatap Bundanya yang sekilas tampak lebih tua dari biasanya, lalu mendesah pelan.

"Bunda tenang aja. Bayu udah gede. Dia bisa nyelesain masalahnya sendiri," kata Banyu lalu bergerak mengambil bola basketnya yang tergeletak di samping sofa.

"Aku main basket dulu ya Bun."

Setelah berpamitan pada Bundanya Banyu berjalan keluar rumah dan menghirup udara pagi yang segar. Hari ini cuaca agak mendung. Banyu mendesah pelan. Bayu itu, pikir Banyu. Selalu saja membuat Ayah dan Bunda kesal. Selalu saja membuat keonaran supaya bisa diperhatikan. Padahal perbuatannya justru tidak akan mendatangkan simpati dari siapa pun.

Banyu men-dribble bolanya sampai ke taman. Banyu berhenti sebentar, menatap taman yang penuh akan kenangan masa kecilnya. Setelah menghela napas, dengan mantap dia mulai berlari ke lapangan basket dan memasukkan bolanya ke ring.

Lima belas menit kemudian, dia terduduk di bawah pohon akasia besar yang terletak persis di samping lapangan. Dia mendongakkan kepala, lalu melihat tulisan 'Bayu-Olin-Banyu' yang terpahat di pohon itu. Pikirannya lantas melayang ke masa kecilnya. Caroline.

Gadis cilik berkepang dua yang selalu hadir dalam mimpi-mimpinya. Seharusnya Banyu melupakannya, tapi setiap kali berpikir seperti itu, dia semakin tidak bisa melakukannya. Seorang Caroline malah tumbuh semakin besar dalam fantasi terliarnya dan menjadi sorang gadis yang sangat cantik. Ingin rasanya Banyu menganggap bahwa semua ini konyol dan tidak masuk akal, tapi ia tidak mampu. Tidak pernah mampu.

Dia memiliki keyakinan itu. Keyakinan bahwa Caroline, gadis kecilnya yang cantik, akan kembali suatu saat nanti. Banyu bangkit, mengambil sebuah batu berujung tajam, lalu menggoreskannya ke tempat yg sama di mana tulisan 'Bayu-Olin-Banyu' terpahat.

Dia memahatnya kembali agar tidak hilang. Banyu sudah melakukan hal itu selama sepuluh tahun ini. Dia masih berharap bahwa janji sepuluh tahun yang lalu itu masih berlaku, walaupun sudah melewati batas yang ditentukan. Sejak beberapa bulan yang lalu, Banyu sering berpikir untuk membongkar kaleng yang dikubur di dalam tanah, dengan persetujuan Bayu. Tapi Banyu tak pernah melakukannya. Bayu juga. Sepertinya orang itu bahkan sudah lupa akan perjanjian itu. Hal ini membuat Banyu sedikit enggan untuk ikut menebalkan tulisan 'Bayu'-nya, tapi entah mengapa, tangannya bergerak di luar keinginannya. Banyu merebahkan tubuhnya di rumput yang hijau. Selama sepuluh tahun ini, Bayu tak pernah bicara tentang Caroline ataupun pohon, ataupun perjanjian itu. Bahkan, Bayu tak banyak bicara tentang apa pun kepada Banyu.

Rasanya Bayu sudah melupakan semua memori masa kecilnya begitu saja. Tidak ada keingintahuan. Bahkan, tidak ada respon saat Banyu menyebut nama Caroline di depannya sekitar dua bulan yang lalu, saat sebuah e-mail masuk ke kotak surat Banyu. E-mail itu mengejutkan Banyu dan membangkitkan semua kenangan yg selama ini terkubur dalam-dalam di otaknya. E-mail itu dari Caroline. Olin-nya.

E-mail itu mengatakan semua yang ingin didengar Banyu. Bahwa Caroline baik-baik saja, bahwa Caroline tidak lupa akan perjanjiannya, bahwa Caroline akan kembali, walaupun tidak akan tepat pada tanggal 14 Februari karna dia belum mendapat libur sekolah. Senyum lebar menghias wajah Banyu. Gadis itu masih SMA. Banyu sering kali melupakannya, menganggap Caroline seumuran dengannya. Tapi semua itu tidak penting. Yang penting Caroline akan kembali, walau entah kapan.

Dan nanti malam, Caroline akan masuk ke chat room untuk mengobrol dengannya. Lagi. Rutin selama dua bulan terkhir ini. Kegiatan yang membuatnya melupakan Deandra.


Tbc

Summer BreezeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang