Otto

207 18 2
                                    

Yang pertama tersadar adalah Banyu. Dia bangkit dan tersaruk ke arah Caroline, menyangka dirinya sedang berada di dalam mimpi.

"O...lin ?" gumam Banyu tak percaya. Caroline mengangguk kecil.

"Banyu!" serunya, lalu melompat ke arah Banyu yang masih berdiri kaku.

Caroline memeluk Banyu erat. Sudah lama dia tidak bertemu dengan laki-laki ini. Laki-laki yang pernah menjadi bagian dari memori masa kecilnya yang indah. Banyu balas memeluk Caroline setelah sadar apa yang terjadi, lalu menganyunnya sambil berputar- putar.

Dia begitu merindukan sosok gadis kecil ini, yang ternyata tumbuh dewasa sesuai dengan fantasinya. Tapi ini bukan lagi di alam khayalnya. Ini nyata. Ini Caroline yang nyata, yang ada di depannya. Oh tidak, ada di dalam pelukannya.

Caroline melepas pelukan Banyu dan menatap kedua matanya. Anak laki-laki itu telah banyak berubah, walaupun Caroline masih bisa mengenalinya dengan mudah dari pancaran mata itu.

Banyu tumbuh menjadi laki-laki yang tampan dan tegap, sudah bukan lagi anak cengeng yang selalu minta perlindungan.

"Apa kabar?" tanya Caroline dengan wajah berseri-seri.

"Baik banget, nggak pernah sebaik ini!" seru Banyu, sedikit lepas kendali.

"Kamu sendiri?"

"Aku juga baik!" sahut Caroline.

"Kaget ya?"

"You have no idea," jawab Banyu, sambil berusaha menahan diri untuk tidak memeluk gadis itu sekali lagi.

Caroline tersenyum, lalu menoleh ke arah Bayu yang masih terduduk diam di sofa. Bayu sendiri hanya bisa menatap Caroline nanar. Sosok gadis itu yang nyata, yang berdiri di depannya ini membuat segala kenangan masa lalunya berkelebat cepat di otaknya tanpa kendali. Semuanya benar-benar memusingkan kepalanya sehingga Bayu tidak dapat bergerak. Semuanya terputar di benak Bayu seperti sebuah video.

Tanggal 14 Februari yang seharusnya menjadi tanggal pertemuan mereka, kepergian Caroline yang tiba-tiba, keabsenan Caroline memberi kabar, semua berkelebat cepat dan menusuk segala pertahanan yang selama ini dibangun oleh Bayu. Sosok yang pernah mengkhianatinya tiba-tiba muncul dan terlihat sangat berkilauan di mata Bayu, sampai Bayu tidak berani menatapnya lama-lama.

Bayu menatap Caroline yang berjalan riang menuju dirinya, hatinya terasa geram. Masih bisa seceria ini setelah apa yang dilakukannya dulu?

"Halo, Bay!" seru Caroline, berharap Bayu bangkit sehingga dia dapat memeluk sosok tegap itu. Tapi, Bayu hanya menatapnya tanpa ekspresi. Jadi, Caroline berhenti dan menyodorkan tangan.

"Hai," Bayu membalasnya sedingin es, tak menyambut tangan Caroline dan malah mengalihkan pandangan.

Dia benar-benar tidak bisa berlama-lama menatap mata itu. Bayu takut dia dapat dengan mudah memaafkan Caroline jika terlalu lama melakukannya. Caroline menatap Bayu bingung sebentar, lalu menurunkan tangannya.

"Ah, aduh! Lin, maafin Bayu ya, dia emang suka begitu," Bunda merangkul Caroline dan membawanya duduk di depan Bayu. Caroline menurutinya, tapi matanya masih terpancang ke arah Bayu. Sementara itu, Banyu mengambil tempat duduk di samping Bayu.

"Iya, dia memang suka kurang ajar," Ayah menimpali.

"Jadi, gimana perjalanannya, lancar?"

"Eh? Oh, baik, Om. Tadi malem sempat nginep di hotel," jawab Caroline, tak bisa berkonsentrasi. Matanya masih terpaku pada Bayu yang malah memandang ke luar jendela.

"Ayah, aku bener-bener kaget!" seru Banyu terlihat senang.

"Bisa-bisanya Ayah ngedatengin Caroline ke sini."

Summer BreezeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang