Sette

215 15 0
                                    

"BESOK, jangan pada ke mana-mana," kata Ayah saat makan malam. Bayu dan Banyu mendongak, lalu menatap Ayah heran.

"Emang ada apaan Yah?" tanya Banyu.

"Besok aku ada kuliah, trus latihan basket."

"Bolos dulu kuliahnya," kata Ayah tak peduli. Bayu menganga lebar.

Ayah menyuruh Banyu untuk bolos kuliah. Pastilah hal ini sangat darurat. Mungkin besok Ayah akan mengadakan acara pemancungan bagi Bayu, dan Banyu wajib bolos kuliah supaya tidak melewatkannya.

"Bolos? Emang ada apaan sih?" desak Banyu, seakan setengah mati tak mau kehilangan satu hari kuliah demi hal yang tidak benar-benar penting.

"Pokoknya bolos saja. Ayah juga minta izin sejam-dua jam dari kantor. Nanti kamu juga bakal tau," Ayah menutup percakapan itu, lalu kembali melahap sarden-nya. Bayu segera memutar rencana pelarian dirinya.

***

"Bayu! Bangun! Udah jam berapa ini?" seru Bunda sambil mengetuk pintu kamar Bayu dengan keras. Bayu tersentak, lalu terbangun.

Dengan segera, dia meraih wekernya. Jam itu ternyata mati di angka tujuh. Sialan. Rencana pelariannya yang sudah dipikirkan secara matang lenyap sudah. Bayu harus menghadiri upacara pembantaian ini.

Bayu bangun dengan serBunda satu kutukan, sebelum membuka pintu untuk Bunda. Bunda terlihat sangat rapi, juga heran.

"Kenapa kamu baru bangun jam segini? Ayo cepet mandi!" teriaknya histeris lalu mendorong Bayu ke dalam kamar mandi. Tapi, sebelum sempat masuk kamar mandi, bel berbunyi.

"Biar aku-"

"AHH!!" seru Bunda membuat Bayu kaget, sekaligus memutus kalimatnya. Bayu menatap Bunda yang seperti kebakaran jenggot.

"Udah Bay, nggak usah mandi! Duduk aja di sana!" serunya panik, lalu menarik Bayu ke ruang tamu yang terlihat luar biasa ganjil. Tak seperti biasanya, ruang tamu itu penuh dengan pita, balon, juga makanan. Yang paling terlihat aneh adalah kue besar dengan angka dua puluh di atasnya. Cukup lama waktu yang dBundatuhkan Bayu untuk menyimpulkan bahwa ada seseorang yang berulang tahun. Saat melihat Banyu yang tampak berbunga-bunga, dia menyadari bahwa hari ini ulang tahun Banyu. Dan oh, benar, dirinya.

"Selamat ulang tahun!" seru Bunda sambil mencium kedua pipi Bayu.

Bayu sendiri belum bergerak, masih shock dengan keadaan yang kacau itu. Tak lama kemudian, Ayah muncul dari pintu depan, lalu menyalami Bayu dengan canggung, seolah Bayu baru saja berhasil membaca sebuah buku sampai selesai. Bayu lantas duduk di sebelah Banyu yang tak tampak ingin menyelamatinya.

"Bay? Kok bengong? Bukannya seneng," kata Bunda.

"Seneng, kok," Bayu berbohong. Sebenarnya dia masih sangat terkejut. Seluruh paket ini: hari Senin, Ayah belum berangkat ke kantor, Banyu bolos kuliah, kue besar berangka dua puluh, hari ulang tahunnya, semuanya membuatnya luar biasa bingung.

"Tadi siapa Yah, yang ngebel?" tanya Banyu.

"Hah? Oh, bukan siapa-siapa. Tukang susu," kata Ayah cepat.

Bayu memandangnya tajam. Jelas saja bukan tukang susu. Bayu malah baru mendengar kalau keluarga ini berlangganan susu.

"Eh, ngomong-ngomong, kalian kok nggak saling kasih selamat?" tanya Bunda lagi, berusaha membelokkan arah pembicaraan. Bayu dan Banyu saling pandang bersamaan, lalu secara bersamaan lagi membuang muka.

"Selamet, deh," gumam Banyu tak jelas.

"Lo juga," balas Bayu. Ayah dan Bunda memandang mereka bergantian, tapi langsung maklum. Bayu sendiri menyadari bahwa ada yang aneh dari Ayah pagi ini.

Tampaknya dia sedang senang atau apa, karna tak ada sindiran- yang biasa dilancarkannya setiap pagi.

"Yah, sekarang aja nih?" tanya Bunda sambil menatap Ayah dengan senyum penuh arti. Bayu dan Banyu sudah menyangka bahwa ada yang tidak beres. Ayah mengangguk, lalu bangkit.

"Ya sudah. Berhubung tidak ada acara lagi, Ayah mau kasih kalian hadiah." Bayu mendengus. Sejak kapan Ayah membelikan hadiah saat ulang tahun? Untuk Banyu masih mungkin, tapi Ayah seringkali berpura-pura melupakan hari ulang tahun Bayu yang -kebetulan sekali- sama dengan hari ulang tahun Banyu.

"Yang bener, Yah?" seru Banyu dengan mata berbinar, persis anak anjing di mata Bayu.

"Bener. Tapi kali ini hadiahnya sangat spesial. Kalian pasti tidak menyangka. Dan kalian harus berterima kasih kepada Ayah atas hadiah ini," Ayah tersenyum misterius, lalu bergerak menuju pintu depan.

"Ayah sampe harus ngedatengin dari Amerika sana, lho." Mendengar itu, Bayu jadi sangat yakin hadiah itu akan berupa motor Ducati atau apalah yang diinginkan Banyu. Dan seperti biasa, pastinya Bayu tidak mendapatkan apa pun lagi.

Selama beberapa menit, Ayah menghilang dan kembali dengan wajah semringah. Bukannya membawa kunci motor, dia malah membawa koper.

"Siap- ya, ini hadiahnya!" seru Ayah, lalu menyingkir sekitar dua langkah ke kiri. Seorang gadis cantik dengan rambut yang sangat panjang dan bergelombang muncul dari balik Ayah, tersenyum bagai bidadari. Seorang gadis yang sepertinya familier bagi Bayu.

Selama beberapa detik, ruangan itu senyap. Baik Bayu dan Banyu tidak ada yang bergerak. Keduanya terdiam menatap sosok gadis itu, berusaha mengingat-ingat, menggali memori yang sudah sekian lama terkubur.

"Halo," sapa Caroline ramah sambil tetap tersenyum.

"Halo," sapa Caroline ramah sambil tetap tersenyum

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

tbc

Summer BreezeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang