Hove

219 17 4
                                    


Caroline menatap ke sekeliling ruangan kamar Bayu. Entah mengapa, semua ini, poster-posternya, suasananya yang gelap, udaranya yang dingin, membuat Caroline tenang. Caroline merebahkan dirinya ke atas tempat tidur. Ini tempat tidur Bayu. Setiap hari Bayu tidur di sini. Mungkin hal ini yang membuatnya merasa nyaman.

Caroline mencoba memejamkan mata, tapi yang terbayang olehnya adalah saat makan malam tadi. Bayu sama sekali tidak memandangnya, tidak juga mencuri pandang. Sepertinya, Bayu sudah sama sekali melupakannya. Saat Caroline baru datang tadi, Bayu bahkan tidak mau menjabat tangannya. Caroline membalikkan badannya, lalu sebutir air mata jatuh dari matanya. Sebenarnya, Bayu lah satu-satunya alasan Caroline datang kembali ke Indonesia. Tapi bahkan alasan itu tidak mengharapkan kedatangannya.

Pagi ini, Bayu terbangun dengan perasaan hampa. Dia berharap kedatangan Caroline hanya mimpi, tapi wangi tubuh gadis itu ada disetiap sudut rumahnya. Bayu bangkit, mengambil handuk, lalu masuk ke kamar mandi. Dia membasuh kepalanya dengan air, berharap air itu bisa menghapus bayangan Caroline di otaknya. Bayu menengadahkan kepalanya, membiarkan air yang dingin dari shower jatuh tepat ke wajahnya.

Tanggal 14 Februari 2019, kita ke sini lagi, terus kita baca deh surat-surat kita!

Bayu menghajar tembok di depannya keras-keras sampai buku-buku jarinya terasa nyeri. Setelah selesai mandi, Bayu segera melangkah menuju kamarnya, sejenak lupa bahwa ada sesosok gadis yang tidur di sana. Dia baru teringat setelah membuka pintunya dengan berisik dan mendapati Caroline sedang berbaring di tempat tidurnya. Bayu menghela napas.

Dia sudah terlanjur masuk, lagi pula semua baju-bajunya ada di kamarnya. Tak lama lagi Bayu harus berangkat kuliah. Bayu melangkah hati-hati ke dalam kamar menuju lemari pakaiannya yang terletak tepat di samping ranjang. Bayu tak bisa menahan godaan untuk tidak menoleh.

Caroline terlihat sangat manis saat tertidur. Rambutnya yang lembut menutupi sebagian wajahnya. Ingin rasanya Bayu membelai kepala gadis itu, menyibak rambutnya supaya wajahnya yang cantik itu tidak tertutupi. Detik berikutnya, Bayu tersentak. Dia tidak boleh membiarkan fantasinya terus berkeliaran. Bayu segera membuka lemari dan mengambil acak sebuah t-shirt hitam.

"Bay?" kata Caroline, ternyata terbangun oleh suara deritan lemari.

Bayu menoleh kaget, tapi segera menenangkan perasaannya dengan memalingkan muka dan membuka kausnya. Caroline menatapnya takjub.

"Baju gue semua di sini," Bayu menjelaskan sambil melempar kaus kotornya ke seberang ruangan, yang masuk tepat ke dalam keranjang baju kotor.

"Oh," gumam Caroline sambil duduk bersandar lalu mengawasi Bayu yang mengenakan kaus baru. Bayu merasakan tatapan itu, tapi sebisa mungkin mengacuhkannya. Caroline tiba-tiba terkikik.

"Bay, kamu tau nggak, kalo ada orang yang masuk sekarang, dia bisa aja salah paham." Bayu menoleh, mencari tahu maksud kata-kata Caroline, lalu detik berikutnya paham.

Keadaan di mana Bayu sedang berganti baju dan Caroline sedang duduk di ranjang dengan selimut menutupinya, benar-benar seperti adegan kalau mereka baru menghabiskan malam bersama atau apa. Bayu membuang muka, lalu membanting pintu lemari pakaiannya.

"Nggak ada yang akan salah paham," kata Bayu sambil menyambar ranselnya, menyurukkan buku-buku yang dipilihnya secara acak, lalu berderap ke luar kamar. Caroline menatap sedih punggung Bayu yang menghilang di balik pintu.

"Aduh, buku apa sih yang kebawa?" gumam Bayu kesal setelah sampai di kampus. Ternyata, tadi dia membawa novel Dave Pelzer hadiah dari Deandra setahun yang lalu. Hadiah yang ironis, menurut Bayu. Dia benar-benar kesusahan membacanya, bahkan hanya prolognya.

Summer BreezeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang