VentUno

163 13 1
                                    

Bayu dapat merasakan seluruh ototnya mengejang, dan darahnya mendidih dalam hitungan detik. Saat menyadari Bayu di ambang pintu, Caroline dan Banyu berhenti tertawa, lalu segera memisahkan diri.

Bayu mengepalkan kedua tangannya. Tepat pada saat ini, Bayu ingin membunuh mereka berdua. Tapi hati kecil Bayu mencegahnya mati-matian. Bayu bisa melihat Caroline berusah menjelaskan sesuatu, tapi tak ada sedikit pun yang bisa terdengar oleh Bayu sekarang.

Telinganya berdenging keras, seperti ada sesuatu yang telah mengganjalnya. Caroline bergerak mendekati Bayu, tapi Bayu tak akan membiarkannya. Bayu tak akan membiarkan gadis ini mendekatinya lagi. Tidak sekali pun lagi dalam hidupnya.

"Minggir lo!" sahut Bayu sambil menepis tangan Caroline sehingga Caroline terjatuh.

Banyu segera berlari menuju Caroline dan membantunya berdiri. Bayu sungguh muak melihat mereka. Jadi, Bayu segera menyingkir dan berlari sekuat tenaga ke luar rumah, menembus lebatnya hujan yang tiba-tiba turun. Bayu sudah tidak memedulikan keletihannya.

Yang Bayu inginkan sekarang hanyalah mati. Bayu selalu tahu bahwa hidupnya tak akan semulus yang dia kira. Tidak mungkin bisa semulus ini. Bayu berteriak sekuat tenaga, melepaskan amarahnya.

"Bayu!" sahut Caroline di belakangnya. Bayu tak mempunyai keinginan untuk menoleh.

"Bayu, kamu harus dengerin aku!" Bayu bisa merasakan air matanya sudah berbaur bersama air hujan. Bayu merasa tak perlu mendengar apa pun lagi. Bayu sudah terlalu lelah berusaha. Pada akhirnya, dia akan kehilangan semuanya.

"Bayu, please..."

"Lo bilang semua orang butuh kesempatan kedua," gumam Bayu dingin.

"Dan gue udah ngasih lo dua kali. Trus apa yang membuat lo berpikiran kalo gue bakal kasih lo sekali lagi?" Caroline terisak hebat.

"K-kamu ha-harus denger..," suara Caroline yang gemetar tenggelam dalam derasnya hujan.

"Elo tuh," Bayu menggeleng-gelengkan kepalanya tak percaya.

"Lo tuh dari luar manis banget. Tapi, di dalem lo tuh ancur!" Caroline tak bisa menjawab karna sudah sangat kedinginan, ditambah lagi isakannya yang menghebat.

"You know, I thought I knew you, but somehow I was wrong," kata Bayu lagi.

"You're the sweetest little... witch I ever knew." Isakan Caroline berhenti begitu saja saat mendengar kata-kata itu keluar dari mulut Bayu. Caroline menatap Bayu yang juga sedang menatapnya tajam. Walaupun kulitnya terasa dingin, Caroline merasa hatinya panas setelah Bayu mengatainya.

"Jelas banget kalo kamu nggak pernah kasih aku sedikit pun kepercayaan," kata Caroline.

"Kamu berani-beraninya ngatain aku. Berani-beraninya! Aku sayang banget sama kamu, Res! Kenapa kamu nggak mau dengerin aku?!" Bayu menatap bimbang Caroline yang menggigil.

Kepala Bayu dipenuhi berbagai hal yang belum selesai; pekerjaannya, kuliahnya, orangtuanya. Bayu mengira salah satu masalahnya yaitu Caroline sudah selesai. Tapi ternyata belum. Apa yang dilihat Bayu tadi sudah cukup untuk menjelaskan.

"Kenapa lo nggak ngebiarin gue sih Lin? Kenapa sih lo harus bikin gue gila?" tanya Bayu lelah.

"Bay, kamu salah..." jerit Caroline putus asa.

"Tadi itu, poster Mick..." Bayu tak mau mendengar lagi. Sekarang Caroline malah mengigau soal sesuatu yang tak masuk akal.

Bayu menjambak-jambak rambutnya, lalu berbalik berjalan menjauh, meninggalkan Caroline yang terduduk di jalan. Caroline bisa mendengar raungan Bayu, seperti serigala yang sedang terluka. Caroline tak bisa berbuat apa-apa. Untuk membuat Bayu percaya pertama kali saja sudah membutuhkan usaha Caroline yang setengah mati, dan sekarang Caroline hampir tidak punya sisa tenaga lagi untuk membuatnya kembali percaya.

Summer BreezeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang