Saras
Sore hari dan hujan.
Sebenarnya itu merupakan perpaduan sempurna untuk tidur, atau mungkin makan mie rebus plus telur. Sayangnya aku tidak bisa melakukan keduanya karena saat ini aku sedang tidak di kos.
Seusai perkuliahan pukul tiga sore, aku dan Aul memutuskan untuk ke perpustakaan. Niat awalnya ingin mengerjakan tugas, tapi malah bergosip dan berburu WiFi.
Aul kini sedang sibuk dengan laptopnya. Ia begitu senang saat koneksi WiFi berhasil tersambung ke laptopnya. Katanya, "Bentar, gue download drama dulu. WiFi kos gue dicabut gara-gara belum pada bayar."
Aku tertawa mendengarnya. "Makanya jangan hedon. Mana janjian lagi sekos nggak bayar WiFi."
"Itu salah satu bentuk protes ke Ibu Kos, Ras. Makanya kita sepakat nggak bayar. Tapi... ah udahlah, nggak usah dibahas, bikin kesel aja inget muka si Ibu." Aul menggerutu dengan tangannya yang masih sibuk menggerakkan kursor.
"Lo pindah aja kenapa sih?" Aku memberikan saran untuk yang sekian kalinya. Bukan sekali ini Aul bercerita tentang kos dan Ibu Kos yang menurutnya—dan teman-teman satu kosnya—menyebalkan. Tapi kalau aku suruh pindah kos begini, pasti Aul menggeleng tegas.
"Nggak ada kosan semurah dan seenak itu, Ras." katanya.
Bukan Aul saja yang berpikiran begitu. Teman-teman satu kosnya pun begitu. Jadi heran, kan? Mereka sebal dengan pemilik kos sampai melakukan aksi protes segala, tapi mereka sendiri tetap bertahan. Apakah ini semacam love-hate relationship dengan Ibu Kos? Hmm.
Pandanganku beralih pada buku di meja, kemudian tanganku bergerak untuk membukanya. Daripada aku diam melihat Aul sibuk dengan laptopnya, lebih baik aku kembali pada niat awal kami ke perpustakaan. Tapi, baru beberapa paragraf yang berhasil masuk ke otakku, Aul lagi-lagi mengajakku bergosip. Aku menaruh kembali buku di meja.
"Lo tau Calvin?"
"Siapa?"
"Calvin, adik tingkat gue yang pernah gue ceritain itu," kata Aul.
Aku mencoba mengingat-ingat, kemudian mengangguk paham. Calvin yang kata Aul old money dan keberadaannya yang sering jadi omongan orang-orang satu fakultas.
"Iya, kenapa?"
"Tadi abis makan siang, gue sama Yudhis berantem—"
"Hah? Kenapa lagi kalian?" Aku memotong cepat, kaget. Soalnya, kemarin kan nggak ada masalah apa-apa? Terus kenapa hari ini mereka berantem?
"Gara-gara gue chatting sama Fazrin,"
Aku terdiam sebentar. "Ya lo kenapa chat dia? Tau sendiri Yudhis sensi sama Fazrin, kan?"
Yudhis memang sering sensi sama Fazrin, gara-gara Aul pernah mengaku menyukai Fazrin, tapi bukan suka dalam bentuk romantis. Menurut Aul, Fazrin itu orang yang baik dan Aul suka mendengar cover lagu yang dibawakannya. Singkatnya, Aul adalah penggemar Fazrin dan Yudhis cemburu. Padahal, Aul cuma melihat Fazrin sebatas itu, nggak lebih.
Aul berdecak kesal. "Gue cerita ini bukan mau denger nasihat ya, Ras. Gue kan mau ngomongin si Calvin itu."
Aku ikut berdecak kesal. "Ya udah iya, ceritain deh si Calvin itu kenapa."
Aul menyengir, kemudian memulai ceritanya yang tadi sempat terputus. "Jadiii, tadi siang gue sama Yudhis makan keluar kampus. Selesai makan, Yudhis sekalian anter gue ke fakultas, soalnya bentar lagi gue ada kuliah. Di mobil itu dia nggak sengaja lihat notif Line gue dan begitulah awal mula kita perang. Berantemnya nggak usah ceritain di sini ya, intinya kita berantem,"
KAMU SEDANG MEMBACA
Renjana & Kiwari
FanfictionIni hanyalah kisah antara tiga manusia yang berusaha memahami apa yang dirasakan, serta waktu dan keadaan yang salah dengan orang yang (dirasa) tepat. - written by far, 2018-2020. cr name by: @eskalokal tw: mention of domestic violence