Bayu
Satu minggu sebelum wisuda, gue mengajak Saras untuk bertemu. Untungnya, dia mau. Kami membicarakan banyak hal, termasuk keputusan untuk saling menerima dan mengikhlaskan.
Saras bilang, dia lagi belajar.
Belajar damai.
Damai dengan masa lalu.
Damai dengan diri sendiri.
"Rasanya gue terlalu banyak melukai diri sendiri. Gue nggak bisa terus-terusan gini, Bay. Maksud gue... keinget masa lalu, berpikir kenapa, kenapa, kenapa dan berakhir menyalahkan diri sendiri,"
Saras menundukkan kepala, tapi kemudian senyumnya mengembang perlahan.
"Gue mau bahagia."
Kepala Saras terangkat, matanya terlihat bahagia dan senyumnya... ia tersenyum sangat manis, buat gue nggak bisa untuk menghentikan senyum juga.
"Gue pengen lo bahagia juga," kata Saras.
"Kita pasti bisa bahagia, Bay."
"Of course," Gue mengangguk. "Abis ini baik-baik ya sama Kirino, gue mau pergi jauh, nggak bisa jagain."
Saras ketawa keras, disusul suara dia, "Serem banget, berasa lo mau ninggalin dunia, padahal cuma mau S2 di negara tetangga."
Gue menyengir. "Tapi beneran jauh lho, Saras. Tetangga jauh."
Saras mengangguk-angguk sambil masih berusaha meredakan tawanya.
"Lo baik-baik ya sama Kirino, kalau bisa pelan-pelan buka hati lo. Kirino baik. Baik banget. Dan gue bakal sebahagia itu kalau lo sama Kirino."
"Gue lagi berusaha..."
Gue ketawa pelan, kemudian mengangguk. "Glad to hear that. Good luck ya."
Saras nggak menjawab apa-apa selain anggukan kepala dan sebuah senyum. Gue kemudian kembali menanyakan tentang wisuda gue, "Beneran nggak mau datang?"
Beberapa detik terlewati sebelum akhirnya Saras mengangguk pelan.
Gue membuang napas cukup keras. "Gue nggak apa-apa,"
"Iya," sahut Saras cepat. "Lo nggak apa-apa, tapi gimana sama orang tua lo?"
Gue terdiam, nggak bisa menjawab apa-apa.
"Lo tau jawabannya, kan?" Saras tersenyum, sementara gue membuka mulut tapi nggak keluar kata apa pun.
"Gue nggak mau merusak hari bahagia lo, Bayu."
"Tadi temen-temen kos kamu?"
Ayah bertanya waktu kami sudah sampai di rumah sepupu gue. Iya, selama gue persiapan sidang sampai wisuda, orang tua gue menginap di sini. Katanya sih, ingin memberikan moral support.
Dulu gue sempat tinggal di sini juga, sebelum akhirnya memilih kos karena jaraknya lebih dekat dengan kampus.
"Iya,"
Ayah mengangguk. Matanya bergerak memperhatikan ruang tamu dan tiba-tiba saja ia bilang, "Tadi Ayah denger nama Saras disebut-sebut. Kamu masih berhubungan sama dia?"
Gue mengerjap. Kaget dengan pertanyaannya. "Berhubungan sebagai teman? Iya."
Ayah cuma mengangguk, kemudian Ayah langsung pergi begitu aja meninggalkan gue yang cuma bisa bengong.
Ayah gue... dia masih ingat Saras. Dan hal pertama yang dia tanyakan adalah apakah gue masih berhubungan dengan Saras atau enggak.
Hah. Ayah gue kenapa sensi banget sama Saras? Bahkan Saras sebenarnya sama sekali nggak pantas buat dibenci. Maksud gue... semua hal yang terjadi di masa lalu, itu bukan kesalahannya. Keputusan kita waktu itu adalah kesalahan kita berdua. Atau mungkin bukan salah siapa-siapa di sini? Rasanya nggak adil kalau ayah gue cuma membenci Saras, padahal Saras orang yang tidak seharusnya dibenci.
Tapi balik lagi, tiap orang jadi jahat di cerita orang lain dan mungkin bagi orang tua gue, Saras adalah orang yang jahat di cerita mereka.
Gue melirik semua hadiah-hadiah yang gue dapat hari ini. Tangan gue bergerak mengambil hadiah yang dibawa Aul tadi. Gue membukanya dan menemukan satu kotak kecil berisi flashdisk 32 gigabyte.
Ada selembar kertas juga di dalamnya.
Setelah membacanya gue semakin yakin kalau dia bukan orang yang pantas dibenci--bahkan oleh orang tua gue sendiri.
Halo, Christopher Candra Bayuaji!
Congratulations!
Selamat akhirnya lo lulus dari kampus.
Bayu maaf ya kalau gue nggak datang. Lo udah tau alasannya apa. Semoga setelah lulus lo bisa terus bermanfaat bagi orang lain.
Maaf lagi kalau gue cuma ngasih flashdisk karena sejujurnya, gue bingung mau ngasih apa. Gue jadi inget karena lo supersibuk dan lo mau melanjutkan S2, setidaknya gue ngasih yang bermanfaat aja kayak flashdisk ini. Meskipun memorinya nggak seberapa, tapi semoga bisa bantu lo, ya.
Semangat terus ya Bayu. Gue selalu dukung lo.
Gue harap, lo juga dukung gue untuk melepas semua yang lalu.
Mungkin setelah lo pindah, gue bakal jarang menghubungi lo, tapi nggak apa-apa ya? Gue selalu dukung lo.
- Saras
P.S. Semoga harimu baik hari ini! Semangat persiapan S2-nya ya! ^^
Gue tersenyum setelah membacanya. Satu helaan napas keluar. Ada suatu hal yang membuat gue lega, entah kenapa.
Saras, you deserve to be happy.
Saras, gue juga selalu dukung lo.
Saras, kalau lo sudah memutuskan itu, terus doain gue untuk memutuskan hal yang sama, ya?
Gue juga lagi belajar, semoga gue juga bisa berdamai dengan semuanya.
Semoga hari lo juga baik hari ini.
---
A/N: pernah nggak kita punya pendapat beda dengan orang tua dan kita nggak paham dengan pikiran itu? Tapi ya balik lagi, tiap orang punya pengalaman, pandangan dan pendapatnya beda-beda. Jadi yaa bukan hal aneh ketika kita beda pendapat sama orang lain, termasuk ke orang tua juga. Sabar ya Bayu...
Ah iya, seperti kata Bayu dan Saras--semoga hari kalian juga baik ya hari ini ❣️
![](https://img.wattpad.com/cover/165924500-288-k952204.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Renjana & Kiwari
Fiksi PenggemarIni hanyalah kisah antara tiga manusia yang berusaha memahami apa yang dirasakan, serta waktu dan keadaan yang salah dengan orang yang (dirasa) tepat. - written by far, 2018-2020. cr name by: @eskalokal tw: mention of domestic violence