Kirino
Sebagai seorang asdos, gue jadi terbiasa untuk membaca suasana dan melihat karakter seseorang. Asik, gue mau sombong dulu bentar.
Tapi, serius, deh. Mengajar di depan buat gue tahu secara umum kalau seseorang punya mood atau enggak ketika di dalam kelas. Wajah orang-orang yang semangat dan malas dengerin gue ngomong itu kelihatan jelas dari depan. Singkatnya, jadi asdos buat gue latihan "melihat" suasana seseorang. Makanya gue nggak ragu tanya sama Bayu, apakah dia punya masalah sama Saras? Soalnya nih, kalau kata orang-orang, mata itu nggak bisa bohong.
Mata Bayu dan Saras kelihatan ragu dan canggung ketika menatap satu sama lain. Gue nggak perlu berteori lebih jauh ketika akhirnya Fazrin bertanya pada Bayu saat dalam perjalanan pulang.
"Lo dulu sekelas sama Saras?"
Bayu menggeleng dan Fazrin langsung mengangguk-angguk paham. Hening tercipta hingga akhirnya Bayu berucap pelan, membuat gue dan Fazrin melotot seketika.
"She was my girlfriend back then."
"She—what?" Fazrin berseru, gue bengong.
Bayu cuma diam, sementara gue dan Fazrin saling lirik karena takut salah ngomong. Nggak heran kalau ekspresi dan mood Bayu bisa berubah sedrastis itu. Tapi gue masih nggak percaya kalau Saras yang baru gue kenal beberapa hari yang lalu ternyata masa lalu teman gue sendiri. Dunia sesempit itu, ya?
"Dia mantan yang nggak mau lo bahas-bahas lagi?"
Bayu mengangguk menanggapi pertanyaan Fazrin. Kemudian ia mengacak rambutnya cepat dan terkekeh. "Capek juga nahan-nahan sendirian, jadi, ya, gue omongin aja sekalian. Iya, Saras mantan gue dulu waktu SMA. Dan iya, dia mantan yang nggak mau gue bahas-bahas lagi."
Hening. Gue nggak tahu harus merespon apa. Suara langkah kaki adalah yang terdengar selama beberapa detik. Gue kaget karena mendapatkan informasi eksklusif dari Bayu. Nih ya, jiwa-jiwa tubir anak kos pasti langsung nyala kalau dikasih tahu informasi ini. Soalnya dari dulu, Bayu nggak pernah mau cerita soal mantannya. Kalau anak-anak mulai mancing obrolan soal mantan, malah emosi Bayu yang kepancing. Jadinya anak-anak udah tobat godain orang yang dianggap paling waras di kosan. Anak-anak sepakat secara nggak tertulis untuk sebisa mungkin meminimalisir obrolan soal mantan. Satu lagi, lebih baik gue lihat Bayu alay-alay jijik nggak jelas ladenin si Aji atau Calvin atau bahkan gue, daripada lihat dia marah. Mana marahnya gara-gara mantan, hah, benar-benar ya, orang yang dianggap paling waras di kosan lebih nggak waras soal cinta.
"Mantan terindah ya, Bay?" Gue nyengir, berharap Bayu nangkep candaan gue. Tapi memang dia lagi nggak mood, jadinya dia nggak jawab apa-apa. Malah Fazrin yang melototi gue.
"Apa?" Gue berbisik dan Fazrin berdecak karenanya.
"Lo nggak lihat sikon apa gimana?"
Gue ikut berdecak, kemudian, "Ya udah gue ganti yang lebih kerenan dikit," gue berucap dan Bayu menatap gue beberapa detik. "Beautiful pain, ya, Bay?"
Mendadak Bayu tertawa, kemudian menepuk-nepuk bahu gue sekilas. "Thanks."
"Hah?" Gue melongo saat melihat Bayu masih mencoba meredakan tawanya dan menggelengkan kepala.
"Nothing."
Bayu jelas nggak dalam mood yang baik karena dia mendadak random begini.
—
Jusuf, Aji, Felix dan Haris lagi nonton Doraemon adalah yang gue lihat ketika memasuki kos. Mereka heboh waktu melihat kami memasuki ruang tengah.
"Mana oleh-olehnya?" celetuk Aji.
"Lo kira kita abis dari mana?" sahut gue.
Aji membuka mulutnya, tapi gerakannya langsung terhenti saat Bayu lebih dulu ngomong, "Kita abis olahraga, bukan abis liburan." Nadanya tegas sampai Aji langsung menutup mulutnya rapat-rapat dan yang lain jadi mengalihkan perhatian pada Bayu. Hening cukup panjang terjadi sampai akhirnya Bayu melangkahkan kaki menaiki tangga, menuju kamarnya.
"Bang Bayu kenapa?" tanya Jusuf khawatir, sementara Aji masih diam karena mungkin dia nggak siap disentak pagi-pagi. Gue ketawa lihat ekspresinya, mengikuti Felix dan Haris yang lebih dulu ketawa puas.
"Lo banyak dosa sih." kata Haris, masih berusaha meredakan tawanya.
"Gue belum pemanasan mental," kata Aji.
"Pemanasan mental itu satu klan sama pemanasan global?" sahut Felix sarkastis dan gue ketawa keras.
Jusuf di ujung sofa menghela napas panjang. "Jadi kakak-kakak sekalian, Bang Bayu kenapa?"
Fazrin tersenyum lebar, kemudian duduk di sebelah Jusuf. Ia menepuk bahu Jusuf sekilas. "Maaf ya guys, Bayu lagi mode senggol-bacok."
Ruang tengah mendadak ramai.
"Kenapa Bang!" Si Aji bahkan nggak butuh tanda tanya. Nadanya begitu menuntut sampai Fazrin menggelengkan kepalanya pelan dan tersenyum sok misterius, buat yang lain makin heboh. Gue menghela napas.
"Bayu abis—"
"Ino." Fazrin menggelengkan kepalanya sekali lagi.
Gue terkekeh, kemudian ikut menggelengkan kepala. "Duh, gue nggak boleh ngomong."
Koor "yah" panjang terdengar di penjuru ruang tengah. Tawa gue semakin keras waktu lihat wajah-wajah yang penasaran dan mendesak gue atau Fazrin untuk cerita.
"Maaf ya, kita nggak berhak bilang apa-apa. Biar yang punya cerita yang bilang sendiri. Oke?" Fazrin tersenyum, buat gue ikut tersenyum juga mendengar ucapannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Renjana & Kiwari
FanfictionIni hanyalah kisah antara tiga manusia yang berusaha memahami apa yang dirasakan, serta waktu dan keadaan yang salah dengan orang yang (dirasa) tepat. - written by far, 2018-2020. cr name by: @eskalokal tw: mention of domestic violence