03

1.8K 412 26
                                    

Kirino

Gue mengedarkan pandangan, mencoba mencari seseorang yang katanya sudah menunggu. Baju putih, jaket biru... mana ya? Gue megedarkan pandangan sekali lagi dan menemukan sosoknya duduk di pojok kafe dekat jendela. Di tangannya ada sebuah buku dan di atas meja sudah tersaji minuman. Gue menghampiri dengan cukup cepat.

"Mbak Saras?" panggil gue agak ragu setelah gue berhasil sampai di depan meja.

Orang yang gue panggil itu mengangkat kepala. Matanya mengerjap, kemudian ia tersenyum. "Ah! Kirino?"

Gue mengangguk, lalu duduk di kursi di depannya. "Udah lama nunggu?"

"Enggak kok," Tersenyum lagi. Saras menaruh buku yang tadi dibacanya, kemudian beralih mengambil tasnya. "Sebentar, ya."

Gue nggak bisa berhenti untuk tersenyum juga. Saat ini dia lagi mencari sesuatu di tasnya. Senyum tipisnya muncul lagi waktu dia berhasil menemukan barang yang dicari. Sebuah buku disodorkannya pada gue.

"Ini saya minta tolong titip bukunya Pak Wisnu. Tolong juga titip maaf dan terima kasih untuk beliau."

Gue menerima buku yang diberikannya, kemudian mengangkat satu alis. "Lo baca beginian?"

"Kenapa?"

"Nggak apa-apa, berarti selera bacaan lo bagus." Gue tersenyum, memandang Saras yang kini melihat gue dengan pandangan kosong. Mbaknya kenapa ya? Apa terpesona melihat wajah tampan ini?

"Mbak Saras?"

"Iya?"

"Di wajah saya ada apa ya?" tanya gue sambil tertawa pelan. Saras ikut tertawa juga, menggeleng.

"Nggak ada apa-apa,"

"Oh..." Gue tersenyum. "Kirain baru pertama kali liat orang ganteng."

Tawa Saras keluar, kemudian ia menggelengkan kepalanya sekali lagi. "Kirino angakatan berapa? Takutnya lo kakak tingkat."

"Halah, santai aja." Begitu gue menyebutkan angkatan, mata Saras terbuka lebar. Katanya, ia senang karena kami satu angkatan, jadi bisa mengobrol dengan santai.

"Nama Mbak siapa ya?"

Saras mengerutkan dahi. "Kan udah tau?"

"Nama lengkap. Nanti Saras-Saras lainnya merasa terpanggil lagi, padahal yang gue maksud kan Saras lo."

Saras tertawa. "Karina Saraswati."

"Hah? Apa?"

"Karina Saraswati."

Gue mengerjap. "Karina Saraswati siapanya Isyana Sarasvati?"

Dan lagi-lagi, Saras tertawa. Cukup lama sampai gue yakin kalau anak ini satu spesies sama Haris. Apa-apa diketawain.

"Selamat! Kamu dapet piring cantik."

"Lah, serius?"

Saras terkeheh pelan. "Itu cuma sarkas Kirino, karena udah banyak orang yang bilang gitu."

"Padahal kalau beneran dapet gue mau nih, lumayan buat di kos."

Saras ketawa sekali lagi, membuat gue tanpa sadar ikut ketawa juga.

"Lo anaknya receh ya?" tanya gue penasaran, soalnya ini anak dari tadi ketawa mulu, padahal kan gue nggak lucu-lucu amat. Gimana kalau ini anak ketemu Aji coba? Pasti nggak bisa berhenti ketawa.

"Mungkin iya, tapi kayaknya lebih sering karena bingung mau ngapain."

"Berarti sekarang lo bingung mau ngapain?" tanya gue.

"Iya..."

Wah... Ini sih sindiran halus. Gue yakin dia nggak nyaman sampai bilang begitu. Dia ngusir gue secara halus. Gue tersenyum, mengangguk mengerti. Pasti dia anggap obrolan ini membosankan. Padahal wahai para gadis, kalian harus tahu kalau mencari topik itu sulit. Paham, nggak? Kalau nggak paham silakan dicoba sendiri biar ngerti. Nanti kasih testi ke gue kalau bener atau enggaknya.

"Ya udah gue balik deh ya. Ini bukunya nanti gue balikin ke Pak Wisnu." Gue menggoyangkan buku di tangan seraya berdiri.

Saras mengangguk. Ia ikut berdiri dan matanya membulat begitu tangan gue terjulur padanya.

"Kita bisa jadi temen, kan?"

"Ah..." Saras tersenyum paham, kemudian menjabat tangan gue sekilas. "Salam kenal Kirino."

"Ino."

"Apa?"

"Panggil Ino aja cukup."

"Ah oke..." Saras tersenyum. "Salam kenal... Ino?"

Gue ikut tersenyum. "Salam kenal juga Saras."

Renjana & KiwariTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang