Saras
Kalau bukan karena Aul dan Echa yang memaksaku ikut sarapan di luar, pasti aku masih di kos menonton film. Saat ini kami sedang sarapan di sunday morning yang lebih banyak menjual makanan—dan lebih laku juga. Lagi pula, siapa yang bisa menolak godaan lapar dan haus setelah lelah berolahraga?
"Gimana si Aji?"
Kepalaku memperhatikan Aul yang kini sedang meminum es tehnya. "Siapa?"
"Aji," jawab Aul. "Baru kemarin lho dia chatting sama lo, Ras,"
Tawaku keluar begitu meningat Aji yang dimaksud Aul. Aku mengangguk paham. "Nggak dibales sama dia."
"Lo jawabnya gitu, sih."
Aku cuma tersenyum, kemudian kembali menyuapkan sendok terakhir ke dalam mulut. Hampir saja aku tersedak ketika mendengar suara Aul lagi.
"Cha, lo kenal dong sama Aji-Aji ini? Temennya Fazrin dia."
Mata Echa membulat. "Oh! Kalian itu lagi ngomongin Aji anak DKV?" Echa tertawa pelan, kemudian mengangguk cepat. "Kenal, lah. Siapa coba yang nggak kenal sama Jinendra ini? Dia anaknya gokil dan supel, temennya banyak di fakultas."
"Tuh! Udah cocok banget sama lo, Ras," Aul tertawa cukup keras, membuatku memutar bola mata tanpa sadar. "Dia anaknya rame, lo anaknya diem. Cocok."
"Gue udah bilang—"
"Iya, iya," Aul memotong ucapanku cepat. "Masih pagi, nggak usah marah-marah."
Aku menghela napas panjang. "Lo tau Aji anak DKV pasti dari Fazrin, ya?"
Aul meringis, diikuti jari telunjuk yang ia tempelkan di bibir. Aku menghela napas lagi. "Yudhis sampai tau, kelar hidup lo."
Aul mengerucutkan bibir saat mendengarnya. "Lo jangan lapor, ya! Kalau lo lapor, gue sebar-sebar nomor lo ke temen gue yang lain."
Aku melotot, sementara Echa cuma tertawa melihat pertengkaran antara aku dan Aul. Aku menyesap teh hangatku sampai habis. "Udah yuk, kita pulang." ajakku.
"Pokoknya lo jangan lapor kalau iya, gue—lho, Fazrin?!"
Mataku mengikuti arah pandang Aul. Di sana berdiri Fazrin dan... Bayu dan Kirino. Mereka berdua terlihat seperti memproses apa yang terjadi. Aku pun masih berusaha memproses apa yang ada di hadapanku.
"Oh, Aul," Fazrin tersenyum seraya menghampiri kami. Matanya beralih pada aku dan Echa. "Halo juga Esa sama Saras."
Aku tersenyum canggung, bergantian sekilas melihat Fazrin, Bayu dan Kirino. Bayu dan Kirino, mereka berdua tidak berkata apa-apa. Hanya Fazrin yang selalu memulai konversasi.
"Lo kenal Saras?"
Aku menoleh cepat. Tanpa kusangka Kirino bertanya seperti itu. Semua yang ada di sana langsung saja menatap Kirino, tak terkecuali Aul dan Echa yang sudah melotot padaku, menuntut penjelasan.
Fazrin mengangkat sebelah alisnya saat bertanya, "Lah, lo kenal Saras?"
"Iya," Kirino mengangguk cepat, kemudian matanya menatapku, membuatku tersentak sedikit. "Iya, kan, Saras?"
Aku mengangguk, tersenyum sopan. Aku menggigit bagian dalam bibirku begitu beradu pandang dengan Bayu. Perhatianku teralih pada Fazrin yang saat ini mulai berbicara lagi.
"Ini si Aul pacarnya Yudhis itu lho, barangkali kalian lupa." kata Fazrin.
Bayu mengangguk, kemudian tawa pelan keluar dari mulutnya. "Iya, kemaren gue lupa aja kalau si Yudhis mau sama modelan yang begini."
"Anjir, ya," Aul menjerit tertahan, "Masih aja lo dendam sama gue?"
"Oh, iya," Fazrin tertawa pelan. "Lo berdua kan satu SMA ya, lupa gue."
"Saras juga."
"Hah?" Fazrin dan Kirino menoleh cepat pada Bayu, sementara aku, Aul dan Echa terdiam selama beberapa detik.
"Bukan cuma Aul, Saras juga temen SMA gue."
"Oh... baru tau gue." kata Fazrin pelan. Kemudian Fazrin menganggukkan kepala saat Aul mulai berpamitan pada semuanya. Aku mengekor pada Aul yang lebih dulu berjalan, tapi langkahku berhenti saat mendengar namaku dipanggil.
Kirino.
Aku membalikkan badan, menatapnya. "Kenapa?"
Kirino tertawa, menggelengkan kepalanya cepat. "Ada salam dari Pak Wisnu."
"Wa'alaikumsalam," kataku seraya tertawa. Namun tawaku luntur saat menemukan mata seseorang yang menatapku lurus-lurus. Aku mengerjapkan mata, tersenyum canggung pada Bayu.
"Duluan, ya." kataku akhirnya. Segera saja aku melangkahkan kaki, berusaha secepat mungkin meninggalkan tempat itu. Sayangnya, langkah kakiku harus terhenti sekali lagi. Kali ini bukan Kirino. Aku paham dengan suaranya bahkan tanpa melihat wajahnya. Aku menggigit bibir, setelahnya mengangguk pada Aul dan Echa yang terlihat mengkhawatirkanku. Aku menghela napas pelan seraya membalikkan badan untuk memperhatikan Bayu. "Ya?"
Mata Bayu terpejam sebentar, dan, "Apa kabar, Ras?"
Bayu menutup pertanyaan itu dengan senyum simpul, meskipun aku tak paham apa arti dari senyumnya itu.
———
A/N: Hai! Apa kabar semuanya? Hahaha aku pede sekali ya kayak ada yang baca aja. Huhu. Tapi ya udah gapapa, barangkali ada yang masih nunggu cerita yang satu ini. Hehe.
Kalau masih ada yang baca cerita ini, wah, terima kasih sekali! ^^

KAMU SEDANG MEMBACA
Renjana & Kiwari
FanfictionIni hanyalah kisah antara tiga manusia yang berusaha memahami apa yang dirasakan, serta waktu dan keadaan yang salah dengan orang yang (dirasa) tepat. - written by far, 2018-2020. cr name by: @eskalokal tw: mention of domestic violence