Saras
"Lo utang cerita sama gue!"
Aku menghentakkan badan, berbalik menatap Aul yang kini malah mengekoriku memasuki kos. "Ngapain ikut?"
"Gue bilang, lo punya utang cerita sama gue," ulang Aul. "Gue mau denger cerita lengkapnya."
Aku menggelengkan kepala seraya melepaskan sepatu. "Nggak ada cerita lengkapnya,"
"Halah," Aul berdecak. Ia ikut melepaskan sepatu dan mengikutiku menaiki tangga. "Coba jelasin si Kiri—siapa namanya? Lo kenal sejak kapan sama dia?"
"Kirino," koreksiku.
"Nah," Aul menjetikkan jari, kemudian ia menghentikan langkah seolah-olah teringat sesuatu. Ia membalikkan badan untuk memanggil Echa yang terlihat bingung harus ikut ke kamarku atau tidak. "Lo ikut aja,"
Echa mengangguk ragu, sementara aku mengerling sebal pada Aul. Aku memasuki kamar, diikuti Aul dan Echa yang langsung mengikutiku duduk di tepi ranjang.
"So?" Aul menuntut dan helaan napas keluar dari mulutku.
"Dia asdosnya Pak Wisnu dan gue ketemu dia cuma buat balikin buku. Pak Wisnu temen ortu gue. Udah, cuma itu cerita lengkapnya." terangku.
Aul mengerutkan dahi, matanya masih menatapku dengan curiga seolah-olah aku masih menyembunyikan sesuatu. Gelengan kepalaku berhasil membuat Aul mengangguk-angguk cepat. "Oke, oke, percaya," katanya. Setelahnya, Aul menunjuk laptopku yang mati. "Pinjem dong, mau pake WiFi,"
Aku berdecak, tapi tetap menyalakan laptop dan memberikannya pada Aul. Ternyata masalah WiFi di kosnya belum selesai. "WiFi kosan lo masih dicabut?"
Kepala Aul mengangguk, diikuti tangannya yang bergerak mengetik password laptopku yang sudah ia hafal di luar kepala. "Mungkin Senin besok baru dipasang lagi."
Aku mengangguk, lantas menoleh pada Echa yang hanya diam sejak tadi. Mungkin ia bingung harus apa. "Cha," panggilku, membuat Echa menatap balik mataku. "Lo kok mau temenan sama dia?" Telunjukku terarah pada Aul yang langsung ditepis oleh pemilik nama.
Echa tertawa, mengangkat bahunya sekilas. "Kakak sendiri kenapa mau temenan sama Kak Aul?"
Aku terdiam, berusaha memikirkan pertanyaanku sendiri yang baru saja dibalikkan oleh Echa. Aku tersenyum saat mendengar suara tawa Aul.
"Eh, gue masih mau ngomongin kejadian tadi nggak apa-apa, kan?"
Aku menoleh cepat pada Aul dan menemukan mata temanku itu sedikit ragu. Aku tersenyum tipis, lantas mengangguk.
Aul menghela napas pelan. "Semenjak kita kuliah di sini, lo baru kali ini ketemu Bayu?"
Aku menggelengkan kepala. "Sebelumnya pernah ketemu,"
"Kapan?"
"Ya... pernah."
Aul berdecak. "Bukan ketemu sekilas lho, ya. Maksud gue, ketemu yang sampai ngobrol kayak tadi. Baru kali ini, kan?" katanya.
Aku terdiam selama beberapa detik, memikirkan beberapa pertemuan yang pernah terjadi sebelumnya. Memang aku dan Bayu lebih sering bertemu secara tidak sengaja dan sekilas—Bayu tersenyum dan aku mengangguk sopan, ikut tersenyum. Cuma sebatas itu. Selebihnya, aku tidak pernah mengobrol dengannya. Tiap kali Bayu ingin membuka mulut, aku selalu lebih dulu pamit undur diri.
"Berarti gosip yang dulu bener, ya."
"Hah?" Aku tersentak kaget, sementara Aul sudah memposisikan diri untuk lebih memperhatikan Echa.
"Gimana? Gimana?"
Echa tertawa kecil melihat antusiasme Aul. "Ya... dulu ada gosip kalau Kak Bayu sama Kak Saras terpaksa putus," kata Echa. Mata Echa menatapku agak ragu, hingga akhirnya Echa berucap lagi, "Dari pengamatanku tadi, aku yakin kalau gosip itu bener. Iya, kan, Kak?"
Aku terdiam, tidak ingin menjawab Echa atau menanggapi tawa Aul yang mendadak terdengar seperti setan.
"Mereka emang putus pas lagi sayang-sayangnya," kata Aul, membuatku seketika meliriknya sebal. "Terus ini anak sampai sekarang susah move on."
Satu pukulan berhasil mendarat di lengan Aul. Aku tidak menanggapi erangan Aul dan pelototan darinya. Sebagai gantinya, aku mengucapkan apa yang dulu dan sekarang sering Aul ucapkan, "Lo kan janji mau bantu gue?"
"Halah," Aul berdecak sebal. "Mau gue bantuin, tapi lo sendiri nggak mau," Tangan Aul menggerakkan kursor dan matanya masih fokus pada layar laptop. Beberapa detik kemudian, Aul mengalihkan pandangan. Ia menatapku lama.
"Gimana orang lain mau bantu, kalau lo aja nggak mau berusaha bantu diri lo sendiri?"
Aku terkesiap, tersindir dengan ucapannya. Tapi aku tidak menanggapi apa-apa. Aku berdeham pelan dan melirik Echa yang kini bertanya padaku, "Kenapa putus kalau masih sayang?"
Aku menghela napas saat Aul lebih dulu menjawabnya, "Namanya juga terpaksa, Cha,"
"Kamu juru bicara saya?" Aku menatap Aul yang dihadiahi suara tawa miliknya.
"Abisnya gue gemes sama lo." kata Aul.
![](https://img.wattpad.com/cover/165924500-288-k952204.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Renjana & Kiwari
FanfictionIni hanyalah kisah antara tiga manusia yang berusaha memahami apa yang dirasakan, serta waktu dan keadaan yang salah dengan orang yang (dirasa) tepat. - written by far, 2018-2020. cr name by: @eskalokal tw: mention of domestic violence