Bayu
Desember. Akhir tahun. Bulan terakhir wisuda di setiap tahunnya.
Setelah drama yang cukup melelahkan pasca sidang, akhirnya Christopher Chandra Bayuaji, resmi melepas status mahasiswa.
Gue senang sekaligus bangga, terlebih ketika nama gue dipanggil dalam jajaran mahasiswa cumlaude. Rasanya... perjuangan lo, Bayu, nggak sia-sia. Lo pantas berbahagia karena kerja keras lo.
Gue keluar auditorium dan langsung menemukan teman-teman gue dari berbagai tempat. Teman prodi, teman fakultas, teman BEM, teman kepanitiaan entah tahun berapa dan teman lainnya lagi.
Mereka mengucapkan selamat dan beberapa memberikan bunga dan makanan. Halaman rektorat saat itu panas, tapi rasa senang dan bangga berhasil menggantikan rasa panas yanng gue rasa.
"Ayah sama Ibu tunggu di sana, ya."
Gue mengangguk sewaktu ayah menunjuk kursi tak jauh dari tempat gue berdiri.
Gue senang, tentu, tapi gue merasa ada yang kurang ketika gue nggak melihat teman-teman satu kos.
Gue ingin menghubungi, tapi bahkan gue nggak sempat memegang ponsel karena sejak keluar, gue terlalu sibuk menanggapi ucapan selamat dan ajakan berfoto.
Gue capek, tapi juga senang. Entah berapa lama gue senyum dan bersalaman. Gue rasanya mau minum es teh karena haus. Melihat dua orang mahasiswa yang lewat dengan membawa es teh, gue langsung membelinya cepat.
"Makasih, Mbak." ucap gue begitu menerima es teh. Tapi dahi gue mengernyit karena dua orang yang berjualan itu nggak segera pergi.
"Kenapa, Mbak?"
"Ah, nggak apa-apa. Makasih ya, Mas."
Gue mengangguk dan segera saja mereka pergi. Gue meminum es teh dengan cepat dan tersenyum lebar karena melihat Aul dan Yudhis sedang menghampiri gue. Gue berkerut samar. Rasanya ada yang kurang...
"Akhirnya, Bro!" Yudhis memeluk dan gue membalasnya dengan cepat. Gue menepuk pundak Yudhis.
"Lo juga cepet nyusul."
"Doain aja."
Ganti gue menyalami Aul dan menerima bunga yang diberikan Aul.
"Tumben baik?"
Aul hampir saja merebut lagi bunga yang udah berpindah tangan itu. "Buat gue aja kalau nggak mau!"
Gue dan Yudhis kompak tertawa, sementara Aul cuma mengerucutkan bibirnya.
"Anak-anak pada ke mana?" tanya gue karena tidak melihat teman-teman kos gue yang lain.
"Ah..." Yudhis mengangguk pelan. "Mereka agak telat kayaknya? Tadi sih bilang masih nunggu Ino, terus katanya mereka mau ketemu Fazrin dulu,"
Oke, kalau ketemu Fazrin dulu masih make sense karena Fazrin juga wisuda hari ini, tapi kenapa nunggu Ino?
"Nggak tau, dia kayaknya masih sibuk pas gue mau berangkat," jawab Yudhis.
Gue mengangguk, tidak ingin berkomentar lebih jauh. Gue melirik Aul yang malah senyum lebar, bikin gue takut sendiri.
"Kenapa?"
"Maaf ya gue nggak bisa ajak dia," kata Aul pelan, sementara gue nggak tau harus merespon apa selain ketawa canggung.
"Yaaa, nggak apa-apa? Kenapa minta maaf?"
Aul menyengir dan tangannya memberikan tas kertas. "Tapi dia nitip ini, katanya, maaf dia nggak bisa datang."
Setelah gue menerima, gue melihat teman-teman yang gue kenal. Mereka berjalan beriringan dengan senyum lebar. Ada Fazrin yang hari ini wisuda juga dengan tangannya yang penuh dengan bunga dan buket makanan. Ada Ino, Calvin, Haris, Aji, Mahesa, Felix, Jusuf. Mereka bahkan membantu Fazrin membawa hadiah-hadiah yang diberikan hari ini.
Begitu mereka sampai di depan gue, Fazrin memeluk gue lebih dulu.
"Akhirnya, ya. Selamat karena perjuangan kita tercapai. Abis ini jangan lupain gue."
"Pasti." Tepat setelah pelukan gue berakhir, ganti yang lain saling menyalami.
"Bang Bayu, maaf ya kita nggak bawa hadiah."
"Hadiahnya gue traktir mie ayam belakang kampus aja ya, gue nggak punya duit."
"Bilang aja lo miskin."
"Jangan sok kaya anjir."
"Emang gue kaya?"
"Guys," Gue ketawa, menggeleng kepala cepat. "Kehadiran kalian udah cukup kok. Tenang aja."
"Idih dangdut banget,"
"Ah elah, kenapa sih Ji, biarin aja suka-suka yang wisuda."
"Bang, gue kasih pulsa gratis aja ya nanti."
"Eh sumpah?! Gue juga mau, Lix!"
"Wisuda dulu sana."
"Nggak gitu, ya!"
"Bang, nanti makanannya boleh dibuka di kosan? Hehe."
Gue pusing. Ini mereka ngomong sendiri sampai gue bingung mau jawab yang mana.
"Heh, kasian itu si Bayu," Yudhis berkata cukup keras sampai mereka terdiam selama beberapa detik dan baru menyadari kalau ada orang lain selain gue.
"Lho... Kakak temennya Kak Saras, kan?" Aji menunjuk Aul, sementara yang ditunjuk cuma mengangguk.
"Kak Saras ke ma--eh, gila!? Sakit, Bang!" Aji protes saat Calvin memukul lengannya cukup keras.
"Kurang-kurangin, Ji." kata Calvin.
Gue cuma ketawa waktu melihat wajah Aji yang serba salah. Tangan gue bergerak menepuk pundaknya berkali-kali. "Nggak apa-apa, Ji, santai aja."
Gue melirik Ino yang masih ketawa dengerin obrolan anak-anak. Gue manggil namanya dan Ino jadi menatap gue.
"Gue nggak mau mie ayam."
"Terus maunya apa? Jangan mahal-mahal anjir gue nggak punya duit."
"Kalau dari lo, gue maunya progress lo aja."
Ino mengerutkan dahi. "Progress apa? Progress skripsi?"
"Progress hubungan, Bay?" Fazrin tersenyum, sementara gue malah jadi ketawa waktu liat muka Ino yang bingung.
Gue makin ketawa waktu yang lain jadi meledek Ino.
"Waduh, berat, Bung."
"Gas, No, ini udah direstuin lo nunggu apa lagi?"
"Ayo Bang, ditantang mantannya lo bisa nggak?"
"Berat, berat, lo nggak akan kuat, Bang."
Gue nggak berhenti ketawa waktu Ino berkali-kali meladeni ledekan anak-anak. Tawa gue semakin keras ketika Ino menunjuk gue dengan kesal.
"Lo ngapain ngomong ginian di depan mereka, sih?!"
"Ya maap." Gue berucap pelan, masih berusaha meredakan tawa.
Di sisi lain, Calvin malah berujar cepat, "Anjir, lo siapa bisa nunjuk-nunjuk yang wisuda? Minta maaf sekarang juga!"
"Lo juga siapa bisa nyuruh-nyuruh gue? Hah?" balas Ino nggak kalah sengit.
Mereka masih terus meributkan hal yang nggak penting. Bahkan nggak jarang Yudhis dan Aul ikut ribut.
Gue pusing mendengar mereka saling bicara bersahutan. Tapi gue sama sekali nggak menyesal mengenal mereka. Mereka adalah teman-teman yang baik dan gue sayang mereka.
Hari ini gue senang. Dan gue semakin senang karena kehadiran mereka.

KAMU SEDANG MEMBACA
Renjana & Kiwari
Fiksi PenggemarIni hanyalah kisah antara tiga manusia yang berusaha memahami apa yang dirasakan, serta waktu dan keadaan yang salah dengan orang yang (dirasa) tepat. - written by far, 2018-2020. cr name by: @eskalokal tw: mention of domestic violence