Bayu
Gue masih ingat ketika akhirnya teman-teman satu kos paham apa yang terjadi dengan gue dan Saras
Hal itu terjadi beberapa hari setelah setelah Ino bilang kalau dia satu KKN dengan Saras. Mendengarnya, gue nggak tahu harus merespon apa.
"Nggak perlu minta tolong juga pasti gue jagain," kata Ino, cukup untuk gue menoleh ke arahnya dengan cepat.
Gue mengerjapkan mata. "Hah?"
"Dia temen gue yang baik, ya pasti gue jaga."
Gue diam, nggak tahu harus jawab apa. Mata gue kini melihat layar TV, meskipun pikiran gue entah di mana. Gue menghela napas. "Lo tau kan mitos soal KKN?"
Ino tersenyum tipis, mungkin ia paham arah pembicaraan gue. "KKN, tempat putus atau nggak tempat cinlok? Gitu?"
Pundak gue ditepuk sekilas olehnya. "Lo takut Saras cinlok?"
Gue nggak menjawab, malah menghela napas lagi.
"Bay, semoga lo bahagia, ya?"
Mendengarnya, gue tersenyum. Suara Ino terdengar begitu tulus. Gue menatapnya dengan pandangan terima kasih, disusul harapan yang sama juga dengannya.
"Semoga lo juga." kata gue akhirnya.
Semoga lo juga bahagia, No, dengan siapa pun itu. Bahkan kalau pun takdir memutuskan lo untuk bahagia dengan Saras, gue juga harus bahagia.
Bukan tanpa alasan gue bilang begitu. Sejak gue ketemu Saras di sunmor, sejak gue tahu kalau Ino dan Saras sudah saling mengenal, sejak gue tahu kalau Ino dan Saras sering chatting... Gue paham kalau ada yang nggak biasa di antara keduanya. Meskipun Ino berkali-kali bilang kalau mereka cuma teman, tapi gue tahu kalau ada yang nggak biasa.
Gue nggak ngerti, tapi pasti gelagat orang yang bahagia itu keliatan jelas. Dan gue melihat itu dalam diri Ino dan Saras.
Dugaan gue terbukti ketika Saras pernah mampir ke kosan. Bukan buat ketemu gue, oh, tentu. Lagian, Saras datang bareng Ino. Gue nggak ngerti kejadiannya gimana, tapi yang gue tahu mereka mampir ke kosan sebentar karena ada barang Ino yang tertinggal. Setelah itu, mereka berdua pergi lagi untuk rapat KKN.
Yah, sejak Saras mampir ke kosan itulah teman kosan jadi paham dengan mantan yang nggak mau gue bahas-bahas lagi itu siapa. Saras. Dan sialnya, kalau gue boleh bilang gitu, Saras sekarang lagi deket sama Ino.
"Lo kesel nggak?" Fazrin pernah bertanya, tapi gue nggak bisa jawab.
Gue kesel nggak? Nggak tau, gue nggak ngerti. Lagian, gue bukan siapa-siapa mereka berdua. Apa hak gue untuk melarang kebahagiaan seseorang?
Malam ini, gue cuma rebahan di sofa. Harusnya gue pulang, tapi ada beberapa hal yang masih harus gue urus di kampus. Kalau liburan begini, kosan jadi sepi. Di kosan cuma ada gue, Fazrin, Aji. Sisanya pulang, kecuali Ino yang lagi KKN di ujung pulau sana.
Gue menyalakan TV dan mulai mencari saluran yang ingin gue tonton. Sampai akhirnya gue sampai pada acara komedi yang nggak berhasil buat gue ketawa.
"Bay, si Aji belum pulang?" Fazrin menghampiri gue dan duduk di sofa lain yang nggak jauh dari sofa yang gue pakai buat rebahan. Gue melirik jam dinding dan menemukan jarum jam menunjuk angka sebelas.
"Masih ngurus event mungkin. Dia kan udah izin telat."
Nggak lama setelah gue bilang gitu, Fazrin ketawa kenceng, cukup untuk gue melihat ke arahnya. Oh, dia lagi nonton ternyata. Kedua kakinya ia angkat ke sofa sambil sesekali ketawa. Gue kembali melihat ke arah TV, tapi gue nggak bisa ikut ketawa saat jelas-jelas Fazrin lagi ketawa heboh.
"Kenapa?"
Gue mengerjap ketika Fazrin tau-tau udah berdiri depan gue. Ia memajukan tubuhnya sedikit dan menepuk-nepuk kaki gue. "Bangun dulu, cerita sini. Jangan rebahan mulu."
Ah... Gue paham. Akhirnya dengan berat hati gue bangun dan menggeser duduk. Fazrin dengan cepat mengisi sofa di sebelah gue.
"Jadi, kenapa nih, Bay?"
Gue ketawa. "Apaan? Gue nggak kenapa-kenapa?"
Fazrin berdecak, disertai matanya yang berputar cepat. "Nggak usah bohong, Bay. Lo dari tadi bengong mulu mirip orang kesambet,"
Helaan napas keluar dari mulut gue, bingung mau memulai cerita bagaimana.
"Gue dapet telepon," kata gue akhirnya.
"Dari?"
"Ino,"
"Lagi ada sinyal dia?" Fazrin mengerjap. "Wah, parah, dia cuma nelepon lo? Kok gue nggak ditelepon juga?"
Gue mengangkat bahu sekilas, kemudian gue berucap pelan, "He apologized to me for falling in love. But for what? Nobody's at fault here, nothing's wrong with feelings, nothing's wrong with falling in love. But then again, I'm nothing to them."
"Sorry..."
"It's okay," Gue ketawa pelan melihat ekspresi Fazrin yang merasa bersalah. Tangan gue bergerak menepuk pundaknya berkali-kali. "Kenapa lo yang sedih, sih?"
"Bay... I've heard that letting go is better than holding on. And it might works for you."
Gue mengangguk, tersenyum tulus pada Fazrin. "That's what I wanted to do. I hope I can."
"Doain, ya?" Kata gue akhirnya.
Fazrin mengangguk. Nggak lama, ia merentangkan tangannya lebar-lebar, membuat gue mengangkat sebelah alis karena bingung.
"Apaan?"
"Mungkin butuh support?" Fazrin nyengir. Meskipun gue berdecak, tapi gue tetap menerimanya. Gue merasakan tepukan pelan di pundak, seolah-olah Fazrin menenangkan gue.
"Yang sabar ya, Bay, percaya sama gue kalau lo bakal baik-baik aja,"
"Iya,"
"Assalamualaikum Abang-abang tercinta... ASTAGHFIRULLAH EMANG NGGAK BISA DITINGGAL BERDUA YA?"
Mendengarnya, gue memposisikan diri menghadap Aji yang baru saja memasuki rumah. Ekspresi dia yang berlebih cukup buat gue ketawa. Aji berlari cepat untuk menghampiri gue dan Fazrin yang masih ketawa.
"Bang... Kalian masih normal, kan?" Aji ikut duduk di sofa, matanya terbuka lebar dan tubuhnya bergerak mengamati wajah gue dan Fazrin lebih dekat. "Bang jangan karena kalian galau malah jadi kayak gini, Bang,"
Gue ketawa lagi, cukup keras sampai Aji mengerjapkan mata.
"Serius, Bang, jangan kayak orang nggak waras, dong!"
Aji dan kelakuan ajaibnya selalu bisa buat gue senang. Setidaknya hari ini dia bisa buat gue ketawa setelah beberapa jam yang lalu yang gue lakukan cuma bengong.
"Nggak apa-apa, Aji, tadi gue lagi agak sedih aja."
"Oh..." Aji menganggukkan kepala. "Berarti sekarang nggak apa-apa, kan?"
Gue mengangguk pelan. "Doain aja ya, Ji..."
---
A/N:
Haiiii, kayaknya ini tinggal beberapa chapter aja menuju akhir... Huhu sedih.

KAMU SEDANG MEMBACA
Renjana & Kiwari
FanfictionIni hanyalah kisah antara tiga manusia yang berusaha memahami apa yang dirasakan, serta waktu dan keadaan yang salah dengan orang yang (dirasa) tepat. - written by far, 2018-2020. cr name by: @eskalokal tw: mention of domestic violence