Kirino
Kalau malam Minggu tiba, tak ada yang lebih nikmat daripada berguling-guling di kasur alias bermalas-malasan. Karena besok libur, gue cuma tiduran di kasur sambil main HP.
"Masih nggak percaya yang modelan begini asdos."
Gue mengangkat kepala dan menemukan Fazrin membuka pintu kamar gue. Ia langsung menuju meja belajar dan membuka buku yang dibawanya.
"Ngapain?"
"Gue numpang belajar ya, No. Pusing gue kamar sebelah berisik banget."
Gue mengerutkan dahi. "Lo tegur lah."
"Udah, mereka malah makin menjadi-jadi berisiknya."
Gue bangun dan terduduk di kasur, memandangi Fazrin yang kini mulai membaca buku yang dibawanya. "Ngapain sih rajin amat? Besok Minggu juga."
Fazrin menghela napas. Ia membalikkan tubuhnya dan menatap gue agak kesal karena niat belajarnya terganggu. "Justru karena besok Minggu, No,"
"Terus?"
"Biar hari Minggunya bisa dipake buat istirahat."
"Wah, pinter juga."
Fazrin memicingkan mata, kemudian ia menggelengkan kepala. "Serius lo asdos, No?"
"Kenapa orang-orang pada nggak percaya sih?"
Memang ya, Kirino sebagai asdos mungkin suatu keajaiban di mata teman-teman gue. Apalagi teman satu kos, masih banyak dari mereka yang nggak percaya kalau gue asdos. Entah mereka beneran nggak percaya atau pura-pura aja. Sering mereka mengejek gue dengan bilang, "Halah, asdos gadungan aja bangga."
Gue cuma bisa apa selain tersenyum kalem. Lagi pula, biar kenyataan aja yang menjawab. Asyik.
"Si Aji lagi mabar sama siapa emang?" Pertanyaan gue sukses membuat Fazrin lagi-lagi menghela napas.
"Salah gue numpang belajar di kamar lo."
"Makanya numpang tuh di kamarnya Mahesa pasti adem."
"Maunya gitu, tapi dia lagi keluar sih,"
Gue ketawa melihat raut wajah Fazrin yang terlihat sedih dan kesal secara bersamaan. "Nggak usah curhat, jawab pertanyaan gue,"
"Siapa lagi kalau bukan sama Felix, Cal, Haris? Pake nanya lagi."
"Oke." Gue langsung berdiri dan mengundang tatapan heran dari Fazrin.
"Lo mau ikut main?"
Gue mengangguk. "Daripada gue ganggu lo di sini, kan?"
Fazrin sekali lagi berteriak saat gue menuju kamar Aji, "Lo beneran asdos, No?"
"Berisik!"
-
"Kalian nggak ada tugas apa?" tanya gue setelah selesai mabar. Sekarang hampir jam satu malam dan mereka berempat masih terlihat on fire untuk melanjutkan berbagai mabar yang ada. Apakah gue udah tua karena nggak sanggup mengikuti ritme permainan anak-anak muda ini?
"Lo udahan nih? Payah bener," ledek Aji.
Gue menghela napas. "Capek gue kalah mulu. Apalah aku yang tak berdaya ini."
"Jijik," Cal bergidik begitu mendengar kata-kata gue. "Nih, No, kalau ada tugas pasti kita nggak main dari tadi."
"Tapi kayaknya kalau ada tugas juga tetep main," Aji menimpali.
Haris langsung tertawa terbahak-bahak, sementara yang lain cuma diam, tidak mengerti letak lucunya di mana. Karena memang itulah kenyataannya. Mereka akan tetap main meskipun memiliki tugas. Kesimpulannya? Ada tugas atau tidak, mabar tetap jalan.
"It's fun and release our stress. So why not?" Begitu kalau kata Felix.
"Ya udah iya," Gue mengambil HP dan membulatkan mata begitu menemukan chat terbaru dari sederet nomor asing. "Gue udahan, kalian lanjut aja." Dan ternyata yang tetap melanjutkan main game hanya Aji, Felix dan Cal. Sementara Haris memilih untuk membuka laptopnya.
Gue membuka chat terbaru itu dan mengerutkan dahi. Inti chat-nya adalah ia ingin menitipkan buku milik Pak Wisnu, karena Pak Wisnu besok pagi akan keluar kota.
Besok kami akan bertemu dan hal itu membuat gue sedikit bersemangat. Seenggaknya gue nggak cuma guling-guling doang di kasur. Memang sih tugas gue sebagai mahasiswa dan asdos banyak, tapi kenapa gue masih tidak bisa melepaskan rasa malas di hari Minggu?
Sampai ketemu besok mbak, ketik gue seraya tersenyum sedikit. Lumayan juga kan, gue bisa menambah relasi dari prodi lain. Iya, nggak?
"Creepy."
Gue tersentak karena mendengar suara berat dari Felix. Begitu mengangkat kepala, keempat orang yang ada di ruangan ini sedang menatap gue penuh tanya.
"Lo lagi liat yang aneh-aneh ya?" tuduh Cal.
"Enak aja!"
"Emang kalau buat dosa tuh suka enak, No." Ini kata Aji. Sumpah ya mulutnya ingin gue lem.
"Anjir itu sih lo aja. Jangan ajak-ajak gue kalau buat dosa." sahut gue cepat.
"Ya kalau nggak ngerasa nggak usah ngegas dong?" Ini Aji ngajak ribut apa gimana? Gue baru aja mau mukul si Aji, tapi terhenti karena kata-kata Haris.
"Kalau nggak liat yang aneh-aneh, berarti baca chat dari cewek ya?"
Gue mengerjap, membuka-menutup mulut ingin mengelak. Tapi mau mengelak gimana karena memang gue lagi chatting dengan cewek, kan?
"Iya, tapi—"
"CIEEE." Astaga. Ini mulut Aji bener-bener ingin gue lem.
"Akhirnya setelah sekian lama menjomlo." kata Cal disertai suara cie yang semakin berisik dari Aji.
"Astaga." Gue menghela napas.
Haris tersenyum simpul. "Nah gitu dong Bang, biar hari Minggu nggak cuma dipake buat tidur,"
"Suka nggak ngaca," kata gue kesal.
"Eh, mohon maaf, hari Minggu saya sibuk endorse nih." Haris tersenyum bangga.
"Glad finally you've found someone." Aduh ini lagi si Felix malah ikutan.
"Found someone gimana anjir, dia cuma mau balikin buku," Gue berujar kesal.
"Halah. Kayak anak SMP aja pake alasan balikin buku biar bisa ketemu." Aji tertawa puas dan gue semakin kesal mendengar tawanya yang menyebalkan.
"Berisik kamu Jinendra!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Renjana & Kiwari
FanfictionIni hanyalah kisah antara tiga manusia yang berusaha memahami apa yang dirasakan, serta waktu dan keadaan yang salah dengan orang yang (dirasa) tepat. - written by far, 2018-2020. cr name by: @eskalokal tw: mention of domestic violence