18

1.1K 277 22
                                    

Bayu

Gue masih ingat kapan pertama kali gue ketemu Saras. Dulu, gue nggak sengaja ketemu dia lagi ngobrol sama Yoga—teman gue dari kelas lain. Berkali-kali gue lihat mereka berdua ngobrol serius dan gue baru tahu beberapa bulan kemudian kalau mereka berada di satu organisasi yang sama.

"Lo naksir ya?" tuding Yoga ketika gue tanya hubungannya dengan Saras.

"Ngarang,"

Yoga ketawa, terus nyenggol gue yang siap-siap mau menyuapi bakso ke mulut. "Ah, masa? Coba liat ke depan, arah jam dua,"

Sialnya, gue mengikuti kata-kata Yoga dan menemukan Saras dan temannya berdiri melihat menu di papan.

"Apaan sih, gua nggak jadi makan nih,"

"Ya elah," Yoga minum es tehnya, terus, "Nih gue bilangin ya Bay. Saras orangnya diem banget. Gue aja yang udah kenal lama kadang bingung mau ngobrol apaan sama dia."

"Terus?"

"Lo kalau mau deketin dia, usaha yang bener," Yoga menepuk bahu gue pelan dan gue meliriknya kesal.

"Gue nggak—"

"Santai Bay, gue restuin,"

"Apaan, lo Abahnya emang sampe perlu restu lo segala?" sewot gue dan Yoga malah ketawa kenceng banget, sampai beberapa orang yang di kantin meliriknya sebal.

"Kecilin volume anjir," gue berbisik, tapi si Yoga masih ketawa. Sampai akhirnya dia berhenti ketawa dan malah memanggil Saras yang lagi cari tempat duduk.

Gue melotot. "Ngapain?"

"Dih, sori ya, gue manggil dia buat ngomongin mading."

Oke.

"Duduk sini aja," kata Yoga, buat Saras dan temannya itu saling lirik. "Santai aja. Iya, kan, Bay?" Yoga menaikkan sebelah alisnya.

"Eh..." Gue tersenyum canggung, mengangguk. "Iya nggak apa-apa di sini,"

Saras dan Yoga sibuk membicarakan soal mading, sementara temannya diam aja sambil sesekali liatin gue. Gue risi, jadi gue tanya aja, "Kenapa?"

"Lo Bayu kan, ya?" tanyanya.

"Iya."

"Wah, gue benci banget sama lo,"

"Hah?" Gue bingung, tapi teman Saras itu malah ketawa.

"Iya, gara-gara lo Yudhis gagal jadi ketua OSIS,"

Iya, yang bilang begitu Aul. Sejak pertama ketemu aja dia udah bilang benci sama gue. Aul emang ada di level yang lain dalam memandang gue. Akhirnya kita berdua malah ketawa dan ngobrol banyak hal. Sayangnya saat itu, gue nggak bisa untuk nggak lirik ke Saras. Nggak tau kenapa, tapi ada sesuatu yang buat gue nggak bisa berhenti lihat dia.

"Karina Saraswati, kelas 11 IPS 4. Anak Mading dan Jurnalistik. Hobi baca, nulis, nonton."

"Hah?" Gue melirik cepat saat mendengar suara Aul yang pelan—tapi cukup untuk gue dengar dengan telinga sendiri. "Maksud lo?"

Aul senyum lebar. "Nggak usah pura-pura bego," katanya. "Keliatan banget lo tertarik sama dia,"

"Apaan,"

"Apaan, apaan," Aul berdecak. "Awas aja kalau besok lo minta ID Line dia atau nomornya,"

"Hahaha. Enggak."

Renjana & KiwariTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang