30

1.6K 214 96
                                    

Kirino

Tepat setelah layar bioskop benar-benar mati, gue masih duduk terdiam di kursi, sementara Saras sudah berdiri dan memandang gue heran karena nggak bergerak sedikit pun.

"Kenapa?"

Gue terdiam selama beberapa detik sebelum akhirnya bertanya pelan, "Boleh pegang?"

Awalnya Saras masih mengerutkan dahi, tapi kemudian ia tersenyum dan mengangguk. Ia mengulurkan sebelah tangannya dan bilang, "Ayo, ditungguin Mas Mbaknya itu, bioskopnya mau dibersihin."

Gue tersenyum lebar saat jari-jari gue yang terasa hangat oleh tangan Saras. Gue menggenggamnya cukup erat sampai Saras melirikku.

"Sakit, ya?"

Saras tersenyum. "Enggak, kok."

Gue masih mengenggam tangan Saras sampai keluar bioskop. Saat itu gue melepas genggaman dan mengelus puncak kepalanya. "Lanjut nanti lagi, ya."

Saras ketawa, buat gue ketawa juga.

"Nanti ke kosan gue dulu ya, Aji nitip makanan."

"Iya."

Gue tersenyum dan mengelus puncak kelapalnya sekali lagi. Entah sejak kapan, gue mau mengenalnya lebih jauh dan jadi bisa sesayang ini sama dia.

--

Sesampainya di kos, gue menaruh plastik berisi makanan titipan Aji di meja depan kos. Dengan posisi yang masih berdiri, gue membuka lengan lebar-lebar, sementara Saras mengangkat sebelah alisnya.

"Apa?"

Gue menyengir, masih membuka lengan. "Menangih janji,"

"Nggak mau ngasih titipan Aji dulu?" Pertanyaan Saras buat gue berdecak dan menggeleng pelan.

"Ah, gampang dia mah. Lagian dia nggak tau kalau gue udah dateng."

Saras ketawa, tapi kemudian dia mendekat dan menerima pelukan gue. Bisa gue rasakan tangannya melingkar di punggung gue. Gue juga bisa merasakan detak jantungnya, pun detak jantung gue pasti terdengar cupu karena terlalu keras.

Gue semakin memeluknya dan berbisik, "Makasih, ya."

Saras menggelengkan kepalanya perlahan. "Gue harusnya yang bilang gitu. Makasih Kirino."

"Aduh jangan gue-lo dong, nggak romantis, ah."

"Lho, emang kita pacaran? Kan enggak?"

"Wah, Anda nantangin?"

Saras ketawa lagi, tapi dia nggak bilang apa-apa. Gue bisa merasakan tangan Saras yang menepuk punggung gue perlahan. "Makasih ya, No... Makasih banget..." katanya pelan, tapi cukup untuk gue dengar.

"Makasih juga. I love you 5000 dikurangi 2000 buat parkir."

"Hah?" Saras langsung menjauhkan dirinya dari gue dan dahinya berkerut.

"Berapa coba jadinya?"

"3000?" Dahi Saras masih berkerut dan tawanya pecah saat melihat gue mengangguk.

"Tinggal bilang 3000 aja kenapa sih susah?"

"Biar beda sama Mas Tony."

Saras ketawa keras, buat gue gemas dan malah memegang kedua tangannya. Tawa Saras malah jadi berhenti karenanya.

"Ayo bahagia sama gue, Ras?"

Saras mengerjap, nggak menjawab apa-apa.

"Gue nggak janji lo bisa terus bahagia sama gue, tapi, seenggaknya, ayo kita nikmatin hari bareng-bareng? Nikmatin tiap perasaan yang ada bareng-bareng sama gue. Lo sedih, seneng, khawatir, takut, apa pun perasaan itu, ayo bagi ke gue."

Renjana & KiwariTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang