Kirino
Bicara soal kewajiban sebagai mahasiswa, maka kita nggak bisa lepas dari KKN. Memang nggak semua kampus ada program itu, tapi di kampus gue ada. Katanya, pengabdian. Tapi bagi sebagian mahasiswa, mata kuliah yang satu itu cuma syarat menggugurkan kewajiban. Gue pribadi sebenarnya berat melepaskan diri dari kenyamanan ini selama 45 hari. Tapi saat itu, mama menyarankan gue untuk KKN di luar pulau Jawa. Katanya, "Supaya kamu lihat banyak orang. Supaya kamu belajar banyak."
Jadilah gue memilih untuk belajar di luar pulau Jawa, meskipun sebenarnya, gue berat untuk meninggalkan mama. Tapi mama meyakinkan gue sekali lagi. "Kapan lagi kamu punya kesempatan itu, No?"
Ya sudah, gue mengikuti saran mama. Waktu gue izin sama anak-anak di kos, mereka semua kaget dan kebanyakan bilang, "Jauh bener."
Iya, jauh memang, tapi karena itu permintaan mama, gue nggak bisa menolak. Ditambah mama bilang gue harus fokus sama kuliah, nggak usah terlalu memikirkan persidangan yang akan diadakan. Gue sempat kesal, tapi gue nggak jadi marah. Rasanya nggak adil ketika gue marah di saat keadaan seperti itu. Tante juga meyakinkan gue terus-menerus kalau ia akan menjaga mama dengan baik.
"Banyak gaya lu, Bang!"
Gue mendengar suara Aji cuma ketawa. Gue tau dia sebenernya sedih gue jauh, cuma dia pura-pura aja.
"Gue tau lo nggak rela, kan?"
"Idih."
"Yang penting lo jaga hati aja sih, No, apalagi sama mantannya si itu tuh." Calvin menunjuk Bayu dengan dagunya, sementara yang ditunjuk nggak terima.
"Kenapa gue dibawa-bawa?" Bayu berujar cepat, disusul suara tawa anak-anak yang meledeknya.
Gue ikut ketawa, jadi teringat waktu Janu menunjuk ponsel gue karena ada chat yang masuk. Itu dari Saras yang menanyakan apakah gue sedang di rumah karena udah lama nggak ada kabar. Gue paham dia nggak ada maksud apa-apa. Lagian di akhir chat dia menambahkan, pantes aja selama rapat lo nggak ada terus.
Iya, dalam prosesnya, lagi-lagi, gue "dipermainkan" dengan skenario Tuhan. Salah satu teman KKN gue saat itu adalah Saras. Pertama kali gue ketemu dia di pertemuan pertama, gue menahan tawa, sementara Saras tersenyum seadanya. Mungkin dalam hati dia mengumpat gara-gara ketemu lagi sama teman mantannya. Yaaa siapa tau dia jadi males ketemu gue gara-gara gue temannya Bayu? Padahal yang punya masalah ya si Bayu, bukan gue.
Ya udah, saat tau gue satu kelompok KKN dengan Saras, Bayu menatap gue lama. Dalam sorot matanya, gue paham apa yang dipikirkannya. Yah, gue cuma nebak-nebak aja, tapi kayaknya hal itu yang dipikirkan Bayu.
"Nggak perlu minta tolong juga pasti gue jagain," kata gue, membuat Bayu mengerjapkan matanya cepat.
"Hah?"
"Dia temen gue yang baik, ya pasti gue jaga."
Bayu diam saja. Matanya kini melihat hal lain. Ia menatap layar TV tanpa berminat menontonnya. Pikirannya entah di mana. Nggak lama, dia menghela napas.
"Lo tau kan mitos soal KKN?"
Gue paham, kemudian tersenyum tipis menanggapi ucapan Bayu. "KKN, tempat putus atau nggak tempat cinlok? Gitu?" Gue menepuk pundak Bayu sekilas. "Lo takut Saras cinlok?"
Bayu nggak menjawab, malah ia menghela napas lagi.
"Bay, semoga lo bahagia, ya?" Gue berkata tulus, disusul senyuman dan tatapan tulus juga yang diberikan oleh Bayu.
"Semoga lo juga." katanya.
-
Di minggu ketiga saat di lokasi KKN, gue dan Saras pernah mengobrol di malam hari. Kami duduk di luar posko sambil menikmati langit malam yang luar biasa bagus. Asli, bintangnya cantik banget. Keliatan jelas dengan mata. Gue mengangkat kepala, memandangi langit yang terlihat terang meskipun lampu di sekitar jalan nggak ada.
KAMU SEDANG MEMBACA
Renjana & Kiwari
Fiksi PenggemarIni hanyalah kisah antara tiga manusia yang berusaha memahami apa yang dirasakan, serta waktu dan keadaan yang salah dengan orang yang (dirasa) tepat. - written by far, 2018-2020. cr name by: @eskalokal tw: mention of domestic violence