"Ara, Pak David mencarimu."
Ara menoleh dari alat tulis yang sedang dia bersihkan. Kepalanya melongok dan pria itu melambai dari luar dengan satu tangan sibuk memegangi ponsel yang menempel di telinga.
"Ayo." ajak David tanpa basa-basi setelah Ara berada di hadapannya.
"Aku sedang ada tugas kelompok, jika ingin bicara disini saja." gadis itu mencoba menjawab dengan nada biasa saja, meski yang terjadi sebaliknya. Dia hanya bersyukur, setidaknya pria ini masih tersenyum padanya setelah meninggalkan dirinya sendiri kemarin pagi dan tidak memberi kabar apa pun.
Pria tersebut mengabaikan penolakan gadis itu. Dia meraih jemari Ara.
"Dimana ketua kelompok mu?"Pertanyaan itu sukses membuat Ara mematung dan spontan saling menatap dengan Putri.
"Ada apa bapak mencari saya?" Nova, ketua kelompok yang sedang mereka bicarakan muncul.
"Aku ada urusan yang harus aku selesaikan dengannya. Kau tidak akan melarangku untuk membawanya 'kan?"
Nova masih diam, menatap Ara yang gusar dan David yang tampak tenang secara bergantian sebelum akhirnya menganggukkan kepala.
----o0o----
David lantas mengajak Ara memasuki taman. Mereka berdua melangkah bersama menuju sebuah bangku panjang yang terbuat dari besi dan berwarna hitam. Saat itu memang taman sedang dalam keadaan yang tidak terlalu ramai. Hanya ada beberapa orang tua yang mengawasi anak-anaknya bermain di wahana-wahana sederhana yang terdapat di taman tersebut. Jadi, David merasa cukup aman untuk meninggalkan Ara sendirian selama beberapa saat.
"Tunggu di sini. Aku akan segera kembali," ujar David lalu segera berlari menuju keluar taman.
Ara hanya bergeming. Dengan raut wajah tak mengerti, ia memandangi pemuda itu yang sudah melangkah menjauh. Karena tak bisa menerka alasan David sebenarnya, Ara pun memilih untuk menunggu. Dialihkannya pandangan ke arah para anak kecil yang sedang bermain ditemani orang tua mereka. Kedua ujung bibir Ara kemudian melengkung ke atas. Membentuk sebuah senyuman lembut. Menambah pesona ayu yang memang Ara warisi dari ibunya.
Beberapa saat kemudian, David akhirnya datang dengan membawa es krim yang bertempatkan sebuah cone dari waffle. Menampung es krim rasa coklate yang menjadi kesukaan Ara. Gadis itu tentu saja menerimanya dengan senang hati. David pun duduk di samping Ara dan memandanginya dengan penuh minat. Senyum tipis kini ia sunggingkan ketika mendapati ekspresi kekanakan muncul di wajah Ara. Ekspresi yang selalu gadis itu tunjukkan ketika sedang menikmati es krim kesukaannya.
"Aku tidak menyangka jika kau bisa melakukan hal semacam ini setelah kemarin kau meninggalkanku begitu saja." cibir Ara.
David hanya melirik sekilas tanpa benar-benar mengabaikan.
Melihat sikap pria ini kembali seperti sedia kala membuatnya lega. Dia tidak menyukai sikap dingin pria ini. Alih-alih dia marah dan mencemooh suami nya yang luar biasa pandai mempermainkan perasaanya, dia justru duduk bersandar dengan santai menikmati ice crem sambil memandangi wajah pria itu dari satu sisi. Katakanlah dia sedang.. rindu.
David tahu gadis itu sedang menatapnya. Secara terang-terangan, hal yang tidak pernah gadis itu lakukan sebelumnya.
Dan.. sampai detik ini dia masih bingung dengan susunan kata yang akan dia ucapkan.David kini beralih mengusap-usap puncak kepala Ara. Lantas ia menyandarkan punggungnya pada sandaran bangku. Menatap tidak fokus pada apa yang sekarang ada di hadapannya.
Ara yang menyadari kegelisahan yang diam-diam David pendam itu kini hanya bisa menunggu dengan sabar. Menunggu pemuda yang sudah menjadi suaminya tersebut untuk membuka suara.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Teacher is My Husband
Подростковая литератураBagai mana Rafailah Inayah Ulfah yang masih berstatus sebagai pelajar, bisa menikah dengan laki-laki bernama Zidan David Virlando, yang usianya terpaut 7 tahun lebih tua dari nya. Lelaki yang awalnya bersetatus sebagai guru magang di sekolahnya ki...