Drrrt. Drrrt.Getaran singkat yang berasal dari sebuah alat komunikasi jarak jauh milik David memecah konsentrasi pemuda itu yang sebelumnya hanya terfokus pada lukisan yang ada di hadapannya. Sebuah panggilan masuk yang ditujukan untuknya, tidak serta merta membuat David langsung menjawabnya. Ada jeda sejenak, sebelum akhirnya pemuda yang merupakan sulung dari tiga bersaudara itu menjawab panggilan tak lazim di tengah malam seperti ini.
"Halo,"
"..."
Kening David berkerut ketika tidak didapatinya jawaban dari si penelpon. "Ara?" panggilnya pada seseorang di seberang sana—yang tak lain adalah si penelpon.
"Eh, iya David,"
"Hn, ada apa menelpon tengah malam begini?"
"E-hm ... , k-kenapa kau belum tidur?"
Rasa heran dan tidak mengerti semakin menyelimuti David. Gadis itu menghubunginya di jam seperti ini, kemudian bertanya kenapa ia belum tidur. Jujur saja, justru ia lah yang harusnya bertanya seperti itu—mengingat istrinya ini bukanlah tipe gadis yang suka tidur larut malam.
"Aku sedang mengerjakan laporan ku yang untuk besok," Pada akhirnya, David memilih untuk tidak menanyakan hal itu. Pemuda itu kemudian kembali melanjutkan pekerjaan rumahnya yang sempat terhenti beberapa menit yang lalu.
"Oh," Di sana, Ara bergumam pelan. Ia jadi merasa bersalah karena telah mengganggu waktu suami nya itu. "Ehmm, Dav,"
"Hn?" Gerakan tangan David terhenti saat gadis yang sudah menjadi istrinya beberapa minggu yang lalu itu memanggil namanya pelan. "Ada apa, hm?"
"Hmm, s-selamat ulang tahun,"
Ucapan sederhana itu mampu membuat David tertegun sejenak. Diliriknya jam digital berbentuk persegi panjang yang sejak dua tahun lalu menghuni kamar pribadinya. Di sana, tertera tanggal dan bulan kelahirannya. David bangkit dari kursi belajarnya menuju tempat tidurnya dengan senyuman di wajah putih dan tampannya.
"Hn, terima kasih, Sayang,"
Di seberang sana, Ara berekspresi sama persis dengan sang suami. Ia jadi merasa usahanya tidak sia-sia. Rasa bersalahnya pun menghilang. Dan, hebatnya lagi, ucapan terima kasih dari David mampu menghilangkan rasa kantuk yang sebenarnya sudah melandanya sejak dua jam yang lalu.
"Ar-a,"
"Y-ya?"
"Ini sudah tengah malam, kenapa belum tidur, hm?" Akhirnya lepas juga kalimat tanya itu dari mulut David. Sedetik setelahnya, David menyeringai jahil saat sebuah dugaan melintas di benaknya. "Jangan bilang, kau sengaja tidur larut malam hanya untuk mengucapkan selamat ulang tahun padaku?"
Wajah Ara merah padam. Pertanyaan retoris—dan jahil—dari suami nya ini sukses membuatnya kehabisan kata-kata.
"A-aku hanya ingin menjadi o-orang pertama yang mengucapkannya pada mu -Dav,"
Kini ganti sang pemuda yang bungkam dibuatnya. Dengan wajah yang merah padam, ia bersuara, "Bagaimana kalau besok kau bangun kesiangan?"
"A-aku yakin kau akan membangunkanku besok,"
"Oh ya? Jadi, kau berharap besok aku yang akan membangunkanmu?" Seringaian jahil kembali hadir di paras tampan milik David. Ia tidak tahu, di tempat yang berbeda, sang Istri sudah begitu malu karenanya. "Hentikan,"
"Hah, baiklah," David tersenyum. Diputuskannya, untuk menghentikan menggoda sang Istri. Masih ada hari esok, pikirnya.
"Dav_david,"
KAMU SEDANG MEMBACA
My Teacher is My Husband
Ficção AdolescenteBagai mana Rafailah Inayah Ulfah yang masih berstatus sebagai pelajar, bisa menikah dengan laki-laki bernama Zidan David Virlando, yang usianya terpaut 7 tahun lebih tua dari nya. Lelaki yang awalnya bersetatus sebagai guru magang di sekolahnya ki...