Part 44

5.4K 152 12
                                    

02:55 PM




Ara keluar dari sebuah taxi dengan terburu-buru. Melewati sapam sebuah sekolah. Dia tidak peduli dengan tatapan orang-orang yang menghujam dan mengintimidasinya. Menggunjing dan menujuk-nunjuk dirinya seolah dia adalah orang teraneh yang pernah mereka temui bahkan mengabaikan teriakan dan makian murid-murid yang tidak sengaja dia tabrak. Pikirannya hanya fokus pada satu hal. David.

"Apa Pak David sedang ada kelas?" Ara bertanya dengan wajah basah. Matanya merah. Dia masih menangis.

Penjaga lobi melongo sesaat sebelum menjawab pertanyaan Ara. "Tidak, Nona. Pak David di ruang 108-"

Ara melangkah sebelum wanita yang dia ketahui sebagai salah satu guru disekolah ini  menyelesaikan kalimatnya. Mendorong pintu di depannya hingga terjebelak. Berhenti diambang pintu, menatap David yang sedang tertunduk, asyik dengan bolpoin, lembaran kertas dan laptop. Hanya mengenakan kemeja hitam polos yang digulung sampai siku. Tampan dan memesona seperti biasa.

Kau hebat, Ara. Disaat seperti ini pun kau masih bisa menilai penampilan pria tersebut.

Kepala David terangkat saat mendengar hentakan sepatu dengan lantai. Tubuhnya kaku saat melihat istrinya berdiri di seberang mejanya. Pria tersebut reflek berdiri dengan sendirinya. "Hay.."

Tepat saat David memanggil namanya, Ara berlari. Melemparkan dirinya pada David. Mengalungkan kedua tangannya dengan susah payah pada leher pria itu. Memeluk pria itu erat. Menangis.

"Sayang, ada apa denganmu? Kenapa kau menangis?" tangan David berusaha melepas pelukan itu. Dia butuh jawaban dari istrinya.

Ara menggeleng di bahu David. Menolak menjawab. Dia takut David marah padanya. Dia takut jika David akan meninggalkannya karena dia di cium Adam. Karena dia tidak sengaja menduakan David.

"Ma-" seorang wanita masuk dan berhenti di ambang pintu. Membisu. Itu murid David.

"Letakan tugasmu dan teman-teman mu dimeja.kalian boleh pulang, kelas sudah selesai." Tubuhnya sedikit membungkuk, masih memeluk Ara. Wanita itu menundukkan kepalanya dan mengundurkan diri setelah gurunya mengusirnya dengan halus.

Kembali fokus pada gadis yang dipeluknya. "Kau datang kemari hanya untuk membuat kekacauan di dikelasku? Bermaksud balas dendam karena aku membentakmu lima hari yang lalu?"

Tubuh Ara menjauh –hanya memindahkan posisi tangannya ke tubuh pria itu sebenarnya. Kembali memeluk pria tersebut. Mendengarkan detak jantung suaminya. Menikmati aroma yang menjadi candu untuk dirinya. Setidaknya hal itu membuatnya lebih tenang dan bisa berpikir. Dia tidak akan mengatakan hal yang membuatnya menangis sebelum David benar-benar kembali pada David yang dulu.

David membawa Ara duduk di kursi. Pelukan gadis itu belum terlepas. David senang, tapi di sisi lain dia juga merasa gemas. Gadis itu datang tiba-tiba dengan air mata bercucuran, wajah kacau lalu memeluknya tanpa berkata apapun. Setia dengan kebungkamannya.

"Sekarang katakan alasanmu datang kemari. Aku sudah merelakan semua agendaku demi mendengarkan celotehmu." Ara masih terisak. Kepalanya bersandar di dada David. "Ck, berhentilah menangis! Kau itu sudah besar dan memiliki suami, Ara. Kau-"

David tidak melanjutkan ucapannya karena Ara tiba-tiba menjauh. Melepaskan dirinya setelah tiga puluh menit memeluknya. Menatapnya kesal. Gadis itu marah.

My Teacher is My HusbandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang