46

4.5K 164 8
                                    


Bola mata David melebar setelah Ara berteriak padanya. Gadis itu terengah dengan setetes air mata yang meluncur. Menggigit bibir bawahnya. Berusaha menahan tangisnya. David tahu Ara tidak suka menangis di depannya. Tapi hari ini gadis itu menangis dan memeluknya. Memintanya untuk tetap disisinya. Hati David berdenyut. Gadis itu datang menemui dirinya karena merasa bersalah?

David membuang nafasnya. Menghembuskan amarahnya dan menggantinya dengan perasaan bersalah. Mendekat, menarik istrinya itu ke dalam pelukannya. Menepuk punggungnya pelan.

"Maaf,"  mengeratkan pelukannya. "Aku tidak bermaksud kasar padamu. Kenapa kau tidak mengatakanya sejak awal dan kenapa kau menangis?"

Ara menghela napas, mencengkera ringan jaket bagian pinggang David. "Sebenarnya ini bukan sepenuhnya kesalahan Kak Adam-"

David mendengus. "Bahkan kau masih membelanya setelah apa yang dia lakukan padamu dan padaku? Kau juga masih setia memanggilnya dengan embel-embel menyebalkan itu, kau masih mencintainya?" David yang suka mengomel sudah kembali.

Tubuh Ara menjauh. Menatap David sambil menghapus air matanya. Emosinya mulai mereda. "Dia hanya terbawa suasana. Dia melakukan itu setelah bercerita tentang kekasihnya. Mereka sedang bertengkar. Dan aku tidak mudah membencinya karena dia sangat baik padaku."

Alis David terangkat sebelah. Menatap Ara sinis lalu melempar punggungnya, bersandar pada sofa. "Lihat kesetiaanmu yang kelewatan padanya itu. Bahkan kau tidak rela mengakui kesalahannya." tangan David memegang pipinya yang lebam. "Sial, dia bahkan berhasil memukul wajahku yang tampan."

"Sudahlah tidak usah dibahas. Kau memang tidak bisa diajak bicara baik-baik. Kau menyebalkan!" Ara melirik David yang meringis menahan sakit di pipinya yang lebam. "Dimana kotak obatnya?"

David menatap Ara yang sudah berdiri. Kepalanya mengedik. "Cari saja di dapur, aku lupa dimana meletakannya."

Ara pergi menuju dapur, Membuka lemari satu persatu dari bawah ke atas. Dan menemukan kotak berwarna putih di lemari kelima yang dibukanya di bagian atas. Kemudian mengambil mangkuk, mengisinya dengan batu es. Kembali lagi pada David. Duduk ditempatnya yang tadi. Dan pria itu sudah duduk tegak dengan memeluk bantal.

David memperhatikan setiap gerakan Ara sambil berpikir tentang apa yang terjadi hari ini. Semuanya, dari awal hingga beberapa saat lalu. Ketika istrinya itu datang dengan wajah kacau dan menangis dalam pelukannya, memintanya untuk tetap tinggal menemaninya, sebagai tempatnya bersandar dan berakhir saat istrinya itu berteriak meluapkan perasaannya, jika istrinya itu memikirkannya dan merasa berkhianat. David sadar, sesuatu yang dia harapkan perlahan akan dia dapatkan.

Ara menarik scraft yang mengikat rambutnya, menggunakannya sebagai pembungkus batu es untuk mengompres pipi David.

"Pegang." titah Ara sambil menyodorkan bungkusan batu es itu.

Pria itu menggeleng. "Kau yang harus mengobatiku." David yang manja muncul.

Ara mulai mengompres bagian itu, perlahan. Terkadang ikut meringis saat David menahan sakitnya. David menatap wajah Ara yang hanya berjarak beberapa senti. Senyum samarnya terkulum. Belum berniat melakukan penyerangan pada istrinya tersebut. Lebih memilih menatap wajah itu yang sedang menahan gugup dan merona. Tidak ada hal yang lebih menggemaskan dari wajah Ara yang memerah karena tindakan sepelenya.

My Teacher is My HusbandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang