PART 42

4.5K 156 12
                                    

Seperti weekend-sebelumnya mereka menghabiskan hari libur mereka di rumah keluarga Ara, walaupun orang tua Ara sedang pergi keluar kota. Tapi Faris dan Zirma ada dirumah.

"Kenapa kau yakin, untuk menjadikan dia teman hidup mu?" Zirma berbisik tepat di telinga Ara. Gadis itu menoleh.

"Aku tidak tahu. Aku hampir gila karena memikirkan ini setiap hari. Bahkan aku selalu tidak percaya." Ara menatap David yang sedang tertawa sambil memainkan bola. Faris dan David bermain basket. Dan kedua gadis ini menunggu di tepi lapangan.

"Keren sekali? Apa yang sudah di lakukannya sampai kau bisa seperti ini?" Zirma mendekat. Semakin tertarik dengan obrolan mereka.

Penglihatan Ara masih menjurus pada pria yang memakai T-shirt tanpa lengan itu. Memamerkan otot lengannya yang basah karena keringat. "Dia tidak pernah melakukan apapun. Hanya perlakuan wajar yang sering kau dapatkan dari kakak ku."

"kau yakin?"

"Jangan dibahas, mereka datang.” ucap Ara cepat, lalu memasang ekspresi senormal mungkin.

Kedua gadis itu menyambut suaminya masing-masing dengan senyum. Tidak -hanya Zirma yang melakukan hal itu. Ara masih duduk dengan tangan terulur menyodorkan sebotol air minum.

"Terimakasih." tersenyum, David menerimanya dengan tangan kanan sedang tangan kiri mengelus kepala istrinya. Menenggak air itu hingga setengahnya.

"Hey! Kalian mau kemana?" David berteriak pada Zirma dan Faris yang berjalan menjauh. Tangan Faris menggandeng tangan Zirma dan yang lainnya memeluk bola basket.

Mereka menoleh. "Aku duluan. Sampai ketemu di rumah!" seru Faris dari kejauhan lalu kembali berbalik, meninggalkan David dan Ara.

"Dasar!" David tekekeh sendiri. Menggelengkan kepalanya lalu menenggak air dalam botol yang masih di genggamnya.

Ara masih dalam posisinya, duduk dengan kepala mendongak ke atas. Memperhatikan setiap gerak-gerik yang David lakukan. Semuanya. Dari awal dia menghampirinya, menerima air minum darinya, tersenyum, mengelus kepalanya, berteriak pada kakaknya kemudian minum lagi. Dan sekarang berjongkok di depannya. Menatapnya polos dengan senyum terkulum. Membuat Ara lagi-lagi hanya bisa diam tidak mampu berkomentar. Terpesona lagi. Pada orang yang sama. Zidan Davin Virnando suami yang sudah hampir satu tahunya.

"Kau bisa bermain basket?" Ara menggeleng. Padahal jelas-jelas dia bisa, meskipun tidak mahir.

David mengambil bola miliknya yang terletak di samping Ara. Kepalanya mengedik ke arah lapangan di belakangnya. "Ayo, main denganku."

"Bukankah aku bilang tidak bisa?"

"Kau mau bohong padaku? Aku pernah melihatmu bermain saat sekolah, dan menurutku cukup lumayan. Ayo!" David sudah berdiri. Menyambar tangan Ara secara paksa. Menariknya ke arah lapangan.

"Aku tidak mau!" Ara berteriak saat menerima lemparan bola dari David.

"Ayo, kita taruhan." senyum yang memiliki arti terselubung berkembang di wajah tampannya. Lagi-lagi membuat Ara tidak mampu berpikir. Otaknya mendadak macet. Tergiur dengan apa yang akan David tawarkan.

"Tidak mau. Kau pasti akan meminta yang macam-macam padaku!" Ara bersungut-sungut. Melemparkan bola sembarangan.

"Aku akan menuruti apapun yang kau inginkan jika kau menang. Termasuk memasak sampai satu Minggu. Bagaimana?"

My Teacher is My HusbandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang