part 13

14.9K 458 2
                                    


Ara sudah menatap langit-langit kamarnya sedari ia bangun tidur.
Ara sedang bingung karena hari ini libur dan ia tidak tahu harus melakukan apa. Mengingat, ini pertama kalinya Ara menghabiskan waktu senggangnya sendirian.

Biasanya ia ditemani keluarganya, tapi hari ini keluarganya pergi ke luar kota atau David guru nya yang sudah enam bulan lalu merangkap sebagai kekasihnya. Totalnya sudah tiga hari David lepas dari pandangan Ara.
Pemuda berusia dua puluh lima tahun itu tengah sibuk mengurus perusahaannya, selain menjadi guru di Sekolah Menengah Atas dia juga merupakan pengusaha. Itulah yang membuat mereka sekarang berpisah sejenak.

"Dia bahkan tidak meneleponku sedari kemarin," Ara mengomel ketika memeriksa ponselnya. Gadis bersurai hitam sebahu itu berguling ke samping agar bisa meraih gelas yang berisi air putih. Ia terduduk di ranjang untuk minum, sementara tangan yang lainnya merapikan rambut berantakannya. "Dasar tidak peka. Apa dia tidak tahu hari ini aku libur? Kalau tidak tahu seharusnya dia tanya," lanjut Ara. Si gadis berparas rupawan itu pun membuang napas keras. "Yang ada di pikirannya hanya bekerja, dan kertas - kertas sialan itu," Ara terus menggerutu kali ini sambil beridiri di depan cermin.

Si gadis mengamati dirinya sendiri yang terlihat muram dan lusuh. Piama biru muda ia pakai dan alas kaki empuk bulu-bulu bewarna merah juga masih dikenakannya. Tidak ada yang berbeda.

Tiba-tiba terdengar suara bel pintu rumah nya berbunyi, membuat Ara tersentak kaget dan segera merapikan rambutnya, mengikat nya ala ekor kuda. lalu bergegas keluar kamar dengan kening berkerut. Merasa bingung dan heran dengan siapa gerangan yang datang ke rumah nya pagi-pagi seperti ini. Jika kekasih nya yang datang, pasti pemuda itu akan mengabari nya dulu

Sambil menerka-nerka dalam pikirannya, Ara pun membuka pintu rumahnya dan langsung berhadapan dengan seorang pemuda yang berdiri tegap dengan salah satu tangan yang ditenggelamkan ke dalam saku celana. Menatap dirinya dengan intens.

"Kau-kau-siapa?" ujar Ara terpatah-patah. Pertanyaan yang tidak perlu diungkapkan, toh Ara tahu pria itu siapa. Yang seharusnya si gadis tanyakan adalah bagaimana bisa David berada di sini.

David tersenyum maklum melihat ekspresi gadis yang sangat amat dia cintai menjadi terlalu terkejut. "Aku Ji Chang-wook. Apa kau lupa?" canda David yang lantas membuat Ara semakin membolakan mata.

"David," rengek Ara setengah percaya separuhnya lagi kesal. Sementara David hanya tertawa kecil.

David lebih mendekati gadisnya. Ia mengajak kekasinya untuk masuk ke dalam rumah.

Pria itu meraih Ara, ia memeluknya. "Ini mungkin akan sedikit memalukan, tapi aku sangat rindu dirimu. Aku beberapa kali ingin kemari dan menemui diri mu."

"Aku suka waktu kau seperti ini," celetuk Ara. Gadis itu membalas pelukan hangat David. Ia tersenyum lebar. "Aku juga sangat merindukanmu kalau sedang bosan dan bingung ingin melakukan apa."

David melepaskan kungkungannya. Pria itu cemberut dan mengembungkan pipi. "Jadi, kau merindukanku hanya ketika bosan?" katanya. Jari-jari David merapikan anak surai Ara dan menyelipkan di sisi telinga si gadis. David sengaja menundukkan paras agar bisa menatap mata cokelat Ara.

Ara yang tingginya hanya sebahu David pun mengangguk. "Masalahnya, aku selalu bosan kalau tidak ada kau," jelas Ara. Ia pun berjinjit, lalu mengecup pipi kekasihnya yang cemberut sebentar.

David agak mundur berusaha menjaga keseimbangannya. Soalnya, jika berurusan dengan gadis bernama Ara, pria itu tidak pernah menggunakan logikanya dengan baik dan benar. Ia bisa menjadi pemuda yang manja dan kekanakan. Dua sifat yang biasa disembunyikannya rapat-rapat apabila berhadapan dengan orang lain, justru muncul kepermukaan jika bersama Ara. "Kenapa hanya sebentar?" goda David pada Ara.

"Ber-berhenti menggodaku, David!" pekik Ara pelan dengan wajah memerah malu. Membuat David langsung tersenyum geli. Diusap-usapnya puncak kepala gadisnya dengan lembut.

David tersenyum tipis, kemudian dengan lembut menarik tangan Ara dan mendudukkan gadis itu di hadapan nya. Memandangi wajah memerah Ara yang tertunduk dengan penuh minat.

"Segala tentangmu, tentang kita, aku tak pernah menganggapnya remeh, kau tahu. Apapun itu, pasti aku akan selalu menganggapnya penting. Bahkan hanya sedetik kau berada di sisiku, itu sudah kuanggap__ sesuatu yang lebih dari kata penting dan juga berharga, Ara."

                 
                     ___oOo___

Sebelah tangan David kini merogoh sesuatu dari dalam saku celananya, lalu menarik tangan kiri gadisnya dan menyelipkan sesuatu itu ke jemari manis Ara.

" Aku memberikanmu cincin sebagai hadiah untuk memperingati enam bulan hubungan kita."

Mendengar perkataan yang dilontarkan kekasihnya itu, Ara yang semulanya hanya bisa diam membeku karena terlalu terkejut, kini segera mengangkat tangan kirinya dan memperhatikan cincin yang melingkar di jemari manisnya tersebut. Hanya terdapat dua batu permata yang sangat mungil berwarna putih
Hanya cincin perak sederhana, tapi entah kenapa terlihat sangat indah di mata Ara.

"Sebenarnya bukan cincin itu yang pertama kali ingin kubeli," lanjut David sembari melingkarkan kedua lengannya di pinggang Ara. Senyum di matanya itu membuat sang gadis di hadapan nya semakin gugup. "Awalnya aku ingin membeli cincin yang lebih mewah lagi. Tapi ketika melihat cincin itu, aku langsung berpikir kalau kau sepertinya suka yang lebih terlihat sederhana. Mengingat aku hampir tidak pernah melihatmu memakai perhiasan sama sekali.."

"Terima kasih, Aku memang lebih suka yang sederhana seperti ini," suara Ara mengalun lembut dengan raut wajah senang yang dihiasi semburat merah.

David mengangguk pelan, kemudian bibirnya kembali menyeringai tipis.

"Tepat hari ini, aku.... ,  Zidan David Virlando ingin melamar  Rafailah Inayah Ulfah untuk menjadi istriku. Untuk menjadi seseorang yang pertama kali aku lihat setelah membuka mata saat pagi menjelang dan yang terakhir kali aku lihat sebelum aku menutup mata saat malam datang. Untuk menjadi calon ibu yang nantinya akan melahirkan anak-anak ku kelak untukku. Untuk menjadi seseorang yang akan menua dalam hidupnya bersamaku. Untuk menjadi seseorang yang akan mendampingiku sebagai seorang Nyonya David." David menghirup oksigen sesaat, kemudian mengembuskannya secara perlahan dan bertanya dengan suara sedikit serak, "Jadi... kau, Ara, bersediakah menerima lamaranku ini, hmm?"





To be continue

My Teacher is My HusbandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang