Kicauan burung mulai menyapa pagi. Matahari mulai merangkak naik. Cahayanya menembus jendela kamar melewati celah tirai putih tipis.
Pria itu mengerjap pelan, memijat pangkal hidungnya. Tersenyum, ini kali pertama bagi dirinya terbangun dari tidur dan ada gadis itu disampingnya. Masih dengan posisi sama, meringkuk memeluk tubuhnya. Tangannya bergerak lagi, mengusap pelan kepala gadis tersebut. Lalu kembali memejamkan mata. Menikmati paginya yang hangat.
Aroma yang begitu dia sukai. Aroma yang membuatnya betah berlama-lama menghirup dan menikmatinya, membuatnya semakin tidak mau membuka mata dan membalas sapaan pagi.
Ara menggerakkan kepalanya. Mendekat lagi pada dada pria yang sedang dia dekap dalam satu selimut yang sama. Dia gila, menurutnya. Ini kali pertama baginya membiarkan pria ini menemaninya tidur selama mereka menikah.
"Kau harus bertanggung jawab jika aku sampai dicincang oleh orang tua ku." kepala gadis itu sudah mendongak. Memanjakan matanya melihat cekungan leher, rahang, dagu, pipi bagian samping dan bibir pria ini. Menggoda.
"Kau harusnya memberikan ciuman selamat pagi padaku." ujar David dengan mata tertutup. Kepalanya merunduk tanpa membuka mata.
"Kau sudah bangun?" Ara bertanya.
"Mmm."
"Apa hari ini kau sudah mulai, mengajar?" Ara masih mendongak. Memanfaatkan waktu untuk menatap pria itu lebih lama.
"Belum, mungkin besok" suara itu masih malas-malasan. David membuka mata perlahan. Memberikan kecupan ringan di kening istrinya. "Tumben sekali kau sudah bangun?"
Ara menggeleng pelan. "Aku tidak tahu." gadis tersebut kembali menunduk, menyurukkan wajahnya ke cekungan leher David. Terpejam lagi. Meneruskan agenda tidurnya. "Apa kau masih sibuk?" Ara bertanya lagi, ketika Insan akan beranjak dari ranjang.
"Tidak. Hari ini aku hanya akan berada di rumah saja" pria itu masih berbaring menyamping. Menggenggam pergelangan tangan Ara yang belum beralih dari pinggangnya.
"Kalau begitu jangan pergi.”
" Sayang" pria itu mengingatkan.
Ara mengeratkan pelukannya. Menghimpitkan tubuh pria itu dengan wajahnya. "Diamlah. Biarkan aku memelukmu sebentar saja."
"Sebentar?" tanggapnya tak percaya.
"Ara, kau memelukku sejak semalam.""Lima menit lagi." gadis itu berujar santai.
David mengangguk. "Kau boleh memelukku sepuasmu."
Ara, menatap penuh minat pada wajah itu. Rambut hitam pria itu yang masih berantakan dan jatuh menutupi kening, garis rahangnya, matanya yang tajam, hidungnya yang runcing, dahinya yang mengerut halus dan bibirnya yang merah jambu. Matanya bekedip pelan, fokus pada leher dan tulang yang terlihat sebagian karena kemeja tidak sepenuhnya terkancing. Kepala gadis tersebut terangkat tanpa sadar. Ingin menyetuhkan ujung hidungnya dikulit itu, dibenjolan yang dimiliki pria itu dilehernya.
Memeluk leher itu erat. Memejamkan matanya, menikmati aroma favoritnya. Menyalurkan perasaan rindunya.
"Aku sangat merindukanmu, Dav...." akhirnya kalimat itu terucap, langsung dari bibir Ara.
Dan fatalnya itu menjadi mantera yang sangat berpengaruh pada David. Pria itu langsung, menangkup wajah Ara, meraup bibir ranum itu. Mengecupnya berkali-kali. Menciumnya secara tergesa, seolah tidak ada hari esok untuk melakukannya lagi.
David mendorong tubuh itu hinga posisi David kini berada di atas Sita. Ciuman itu terlalu membabi buta, tidak sehalus biasanya, tidak selembut biasanya. Meski Ara sendiri membalas dan menerima ciuman itu, masih mengizinkan David untuk membelitkan lidahnya di dalam sana. Membiarkan pria itu meluapkan segala perasaannya. Tanpa mau menyela.
Ciuman itu berubah menjadi lebih lembut seiring dengan berjalannya waktu dan kebutuhan mereka terhadap oksigen. Apa ini keterlaluan??
Mereka berdua terengah. Wajah David menyerong, menempelkan pipi mereka, bernafas di dekat telinga Ara.
"Maaf, aku terlalu kasar." suara serak itu menggema diiringi nafas yang masih belum teratur.
"Tidak apa-apa." Ara mendaratkan satu kecupan lagi di leher pria itu. Menariknya mendekat. Bernafas disana. "Apa sekarang kau berpikir jika aku gadis murahan?" gadis itu ingin mentertawakan dirinya sendiri, mengingat apa yang baru saja dia lakukan.
"Tidak, kau belum menyerahkan semuanya padaku." David terkekeh.
"Jika orang lain melihat posisi kita sekarang, aku yakin mereka akan berpikir jika kau sudah mengambil semuanya dariku."
David menoleh, menatap wajah Ara yang memerah. Entah karena malu, lelah atau.. bergairah?
"Kau benar-benar membuatku gila," gadis itu hanya terpejam, kembali menikmati aroma itu, sentuhan itu, nafas itu, sensasi itu, yang semuanya berasal dari pria yang sedang menindihnya. " Selama aku pergi, apa yang kau tonton sampai kau bisa melakukan hal seperti tadi?"
"Tidak ada. Aku hanya mengikuti naluri ku, mungkin karena aku terlalu merindukan mu"
David tersenyum, dan mendaratkan kecupan singkat.
"Ara"
Kepala David menoleh ke arah pintu. Itu suara Zirma. Dia beranjak, bermaksud membuka pintu.
"Dav " David menatap Ara. "Kau mau apa?"
"Keluar. Menemui , kakak mu." pria itu beranjak, berjalan menuju pintu, membuka kunci lalu memutar kenop. David mengecup puncak kepala istri nya saat gadis tersebut menyelusupkan jari ke jemarinya.
"Dan segeralah mandi, kau bau!!" ujar David belalu meningal kan Ara yang kini wajah nya merona.
"Kau.." Zirma merasa mendapat kejutan. Menatap pria ini muncul dari kamar adiknya "Apa yang kau lakukan disini? Kenapa penampilanmu kacau seperti itu?" suaranya nyaring, meninggi diiringi nada frustasi karena terkejut.
"Hanya menemani adikmu tidur." jawaban itu santai.
To be continue
KAMU SEDANG MEMBACA
My Teacher is My Husband
Teen FictionBagai mana Rafailah Inayah Ulfah yang masih berstatus sebagai pelajar, bisa menikah dengan laki-laki bernama Zidan David Virlando, yang usianya terpaut 7 tahun lebih tua dari nya. Lelaki yang awalnya bersetatus sebagai guru magang di sekolahnya ki...