David sempat ragu, tapi dia memutuskan untuk berbalik. Menatap gadis itu seklilas sebelum memutuskan untuk menuruti permintaannya. Mengizinkan gadis itu selangkah lebih dekat dengannya. Ini untuk yang kedua kali. Dia mengusap punggung gadis itu dengan gerakan teratur, sedikit bergerak untuk memberi ruang agar istrinya bisa lebih leluasa memeluknya. Ada rasa hangat yang menembus kaus hingga kulit dadanya karena napas gadis itu.
"Kenapa kau begitu kejam?" David berkata pelan dengan mata terpejam.
"Aku tidak merasa." suara Ara yang teredam tak kalah lirih, meski masih jelas terdengar oleh David. Kepala gadis itu menunduk, betah menikmati sensasi aroma favorit dan pelukan sebagai bonus.
"Kau menolak untuk tinggal dengan ku, tapi kau memintaku berbuat semacam ini saat aku akan pergi."
Ara bergerak, menyurukkan hidungnya lebih dekat dengan dada David. Menggelapkan pandangan dan mulai memejamkan mata. "Aku bukan menolak, Setidaknya beri aku waktu. Aku perlu lulus."
Pria itu merunduk, mengecup puncak kepala Ara. "Sedikit lebih bersabar, kurasa itu bukan hal yang sulit selama kau masih mau berada disisiku. Setidaknya."
===ooo===
05:10 AM
Ara diam tanpa ekspresi. Kedua tangannya menangkup di bawah pipi, matanya menatap wajah David yang masih tertidur begitu lelap. Semalaman dia berada dalam pelukannya yang hangat. Semalam, ketika pria itu lelap, dia diam-diam terbangun dan menangis di pelukannya. Menangis karena takut kehilangan. Menangis karena mereka untuk kali pertama –setelah hubungan yang berjalan begitu baik- berada dalam jarak yang jauh. Ara hanya ingin memuaskan pandangannya, mengingat wajah pria ini dengan baik. Agar dia tidak merasa kesepian dan selalu berada bersama pria ini ketika sendiri. Yah, Ara sudah menentukan pilihannya ketika pria itu berkata pergi.
Dia tersenyum tipis sebelum mengulurkan tangan untuk menyentuh pipi David. Pria itu baru saja bangun dan mengerjap polos.
"Selamat pagi," sapa Ara lirih.
"Ehmm.. pagi." David terlentang setelah memberikan kecupan di kening gadisnya, kembali menutup mata untuk bermalas-malasan sebentar. "Apa tidurmu nyenyak?"
"Sangat." bohong, karena faktanya dia terbangun sekitar pukul 3 pagi dan tidak bisa kembali terlelap. Menangis lalu menghabiskan waktu untuk memandangi wajah David hingga pria itu membuka mata, menyadari dirinya sudah lebih dulu terjaga.
David beringsut malas, berbaring menyamping menghadap Ara tanpa membuka mata dan meletakkan lengannya di atas pinggang gadis itu. Berniat melanjutkan tidur. Mendadak terlalu malas meninggalkan tempat tidur. Tidak butuh alasan yang rumit, karena ada gadis itu bersamanya. Yah, itu saja alasan yang dia punya. Dia ingin menghabiskan waktu bersama gadis ini meski hanya dengan berbaring bersama seperti sekarang.
"Kau mau kemana?" pria itu bertanya tanpa membuka mata, tapi tangannya sudah mencekal tangan gadis itu ringan.
Ara menatap David. "Aku akan membuat sarapan."
David memicing, satu matanya menyipit. "Bisa kau saja yang jadi sarapanku?"
"Aishh!!" Ara menoyor kepala David dan hanya mendapat cengiran malas sekaligus bahagia dari suaminya yang mesum itu. "Dasar mulut berbisa!"
Kedua mata David terbuka, menatap Ara kemudian dia ikut mendudukan diri. Menyender malas di bahu gadis itu. "Tapi kau mencintai pria berbisa sepertiku. Setidaknya," dia menjeda, bergerak lagi untuk melirik sisi wajah istrinya yang masih tampak kesal tapi penasaran.
"Aku bisa nekat menancapkan taringku padamu lalu menyuntikkan bisa mematikan yang kumiliki. Karena.. kau bahkan bisa sekarat hanya dengan lilitanku."
![](https://img.wattpad.com/cover/165415605-288-k325660.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
My Teacher is My Husband
Ficção AdolescenteBagai mana Rafailah Inayah Ulfah yang masih berstatus sebagai pelajar, bisa menikah dengan laki-laki bernama Zidan David Virlando, yang usianya terpaut 7 tahun lebih tua dari nya. Lelaki yang awalnya bersetatus sebagai guru magang di sekolahnya ki...