part 24

9.2K 268 0
                                    


08:48 pm

Saat itu malam, ketika udara dingin mendadak terasa menjadi hangat. Gadis itu baru saja keluar dari sebuah cafe diikuti gadis lain yang berjalan di belakangnya. Dia terbengong di tempat, menatap seseorang yang sedang bersandar di mobil dengan tangan terbenam di saku celana. Ara masih diam di tempat, menikmati momen itu, menatap lama-lama wajah itu, wajah yang dia rindukan selama beberapa hari dan senyum yang ingin dia lihat akhir-akhir ini.

"Hai bukan kah itu suami mu, sepertinya kau sudah ada yang menunggu?" goda Zirma yang sudah berdiri disampingnya.

Mereka berdua mendekat. Dan berhenti dua langkah di depan pria itu.

"Malam, Kak." Sapa David, tapi matanya tidak lepas dari istri nya. "Dan.. Nyonya David?"

Zirma tersenyum di tempat, menatap Ara yang wajahnya memerah. "Sudah malam, sepertinya kau juga sudah ada yang menjemput, jadi aku pulang dulu ya?"

"Tidak bersama saja?" tawar Zirma.

"Tidak, Faris sudah menjemput ku" Zirma beralih pada Ara. "Terimakasih untuk bantuanmu  hari ini, aku pulang dulu. Selamat malam."

"Sama-sama. Hati-hati." Hanya kalimat itu yang terucap mengiringi kepergian Zirma. Mereka berdua melihat Zirma masuk ke dalam mobilnya Faris.
Sampai mobil itu melewati mereka dan Ara melambaikan tangan sebagai perpisahan.

"Apa yang kau lakukan hari ini?" tanya David sambil menyelusupkan tangannya, memeluk Ara dari belakang dan dia bisa merasakan jika tubuh gadis itu menegang.

"Aku.. aku hanya membantu kak Zirma mengurus caffé. Kekurangan pegawai karena ada yang tidak masuk." senyum David merekah, senang sekali bisa melihat istrinya salah tingkah seperti ini.

"Dav, bisa lepaskan aku? Tidak enak dilihat orang."

David memperhatikan sekitar. Sepi, nyaris tidak ada orang, hanya satu atau dua pejalan kaki yang lewat. "Tidak ada yang melihat, bahkan jika aku menciummu disini tidak akan ada yang peduli."

"Kenapa kau mulai lagi?" Ara sudah berbalik, wajah kesalnya mendongak menatap David yang menunduk menatapnya.

"Mulai apa, Sayang?" wajah David mendekat, menempelkan kening mereka. Terpejam. "Aku benar-benar merindukanmu."

Tubuh Ara semakin maju, mengikis jarak antara mereka. Kedua tangannya bertumpu di bahu David dan matanya.. tidak, Ara tidak terpejam, justru kesempatan itu ia gunakan untuk menatap David. Dari jarak yang begitu dekat. Kelopak matanya, alisnya, hidungnya, bulu matanya, dan bibirnya yang sedikit terbuka. Jika urat malu nya sudah putus, mungkin dirinya sudah mengecup bibir itu.

"Kenapa kau tiba-tiba datang?" suara itu rendah. Seolah mereka sedang membicarakan hal yang sangat rahasia.

David menarik tubuh Ara lebih dekat. Mendekapnya dengan posisi yang masih sama.

"Aku sengaja menyelesaikan urusan ku lebih cepat agar bisa menemuimu hari ini. Aku terlalu merindukanmu." mata David terbuka, tangan kanannya sudah berpindah, dari pinggang ke tengkuk gadis itu. Perlahan menariknya mendekat dan membiarkan mata mereka perlahan menutup bersama, menikmati ciuman itu bersama-sama pula.

Kedua tangan Ara sudah turun, berpegang pada kemeja David agar tubuhnya tidak ambruk tiba-tiba. Ciuman David kali ini benar-benar membuatnya lupa dengan apapun. Hanya ingin merasakannya, dan tidak mau berhenti. Mungkinkah itu karena perasaan rindu mereka?

Saling memagut dengan perlahan, saling mengecup pelan, dan seolah ingin berlama-lama. Meninggalkan jejak basah yang membuat kedua orang itu ketagihan. Terlebih ketika David menggigit pelan bibir bawah gadis itu dan gadis itu juga merespon dengan baik, untuk kali pertama mengizinkan David melakukannya dengan leluasa. Membelit lidahnya pelan, Ara bahkan bisa merasakan aroma kopi yang tertinggal di mulut pria itu.

Dan seolah David mengerti kebutuhan gadisnya, dia perlahan melepaskannya. Membiarkan udara memasuki paru-paru mereka dengan bebas. Terengah bersama ketika mereka kembali saling menatap. Dan David yang pertama tersenyum.

"Bibirmu masih sama manisnya seperti biasa, hanya saja.."

Ara  ingin menjauh dan mengeluarkan teriakannya, tapi tidak bisa. Tubuhnya terlalu lemas, bahkan sekadar untuk menarik napas pun dia butuh tenaga ekstra. "Apa?"

"Kenapa bibirmu semakin menggoda?" David terkekeh pelan saat wajah Ara memerah. Gadis itu menunduk tidak berani menatapnya.

"Apa kau tidak pernah menyaring ucapanmu?" ujar Ara masih tertunduk. "Kita pulang sekarang, sudah malam."

David membiarkan Ara melepaskan diri, gadis itu dengan cepat menghilang di balik pintu mobil. Tidak mau menunggu lama, David pun menyusul dan kembali tersenyum jail saat melihat Ara masih tertunduk di tempat duduknya. Tangannya terulur mengelus kepala gadis tersebut.

"Maaf, aku tidak bermaksud membuatmu tersipu, tapi aku suka melihat ekspresimu yang satu itu."

Ara mendongak, menatap David kesal.
"Apa beberapa hari tidak bertemu membuatmu belajar keras mengumpulkan bahan untuk menggodaku?"

"Tidak, aku berkata jujur." kedua bahunya mengedik tak peduli, lalu mulai menjalankan mobilnya.

Ara diam, tidak mampu menjawab.
Berusaha menyembunyikan wajah nya yang tersipu  dari sang suami.





To be continue

My Teacher is My HusbandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang