PART 43

4.2K 125 6
                                    

CAFE, 01:00 PM

"Heh," Fia menepuk bahu temanya ringan, "ada yang mencarimu." lanjutnya setelah Ara menoleh dari lembar buku yang ia baca.

"Siapa?"

"Disana." Ara mengikuti telunjuk Fia. Mengarah keluar cafe dan seorang pria berdiri membelakangi mereka.

Ara diam di tempat, jantungnya berpacu cepat secara mendadak. Kejadian kemarin sore yang lalu terulang di depan matanya. Kepala gadis tersebut menggeleng otomatis.

" Kau mau membantuku 'kan?" Ara menggenggam tangan temanya dengan tatapan memohon.

"Asal jangan yang macam-macam."

"Katakan padanya aku sudah pulang atau terserah kau mau membuat alasan apa yang jelas jangan sampai kau mempertemukanku dengannya. Aku sedang tidak mau bertemu dengannya. Tolong ya?"

Dahi Fia mengerut bingung, bukanya dia itu kekasih temannya ini, lalu kenal menolak bertemu dengan dia. Sebenarnya ada apa? Fia pun menuruti permintaan Ara, untuk menemui David.
Dia bisa melihat ada raut kekecewaan saat David berbicara dengan Fia

===ooo===

Langit jingga sore terasa hambar. Senja di hari sabtu yang selalu pria itu habiskan dengan istrinya, saat ini tidak seindah biasanya. Lebih sepi. Lebih pahit. Lebih tidak menarik.

Dia duduk di dalam mobil. Menatap keluar. Menatap seseorang yang sedang berjalan berdua dengan sahabatnya. Tertawa ceria. Tidak seperti dua hari yang lalu, saat terakhir dia melihat dan menemuinya. Gadisnya jauh lebih tenang sekarang.

Masih menatapnya dari dalam mobil, gadis itu melambai pada sahabatnya yang berjalan melawan arah. Senyum gadis itu hilang bersamaan dengan kepergian sahabatnya. Terlihat sedang merenung. Menunduk seperti orang bodoh lalu menghembuskan napasnya. Berbalik, melanjutkan perjalanan menuju rumah.

Pria itu keluar -akhirnya. Mengikuti gadis itu dari jarak sepuluh meter. Membuntutinya seperti penguntit atau stalker, dalam bahasa kerennya. Fokusnya belum teralih, punggung kecil milik istrinya. Dua hari tidak bisa menyentuhnya. Dua hari tidak bisa memeluknya. Dua hari tidak bisa menghirup aromanya. Dua hari yang menyedihkan dan menyiksanya. Hanya karena hal sepele. Gadis itu bergurau dan dia menanggapinya dengan amarah yang terlalu berlebihan.

David -si pria- berhenti saat melihat punggung itu juga berhenti. Kepala gadis tersebut mendongak menatap langit senja. Kedua tangannya terbentang. Menikmati udara yang menyapa kulitnya. Perlahan David mendekat. Dan menghentikan langkahnya tiga meter di belakang gadis itu. Menatapnya nanar dengan kedua tangan tersimpan di saku celana. Diam. Tidak -belum berniat menyapa. Memuaskan pandangannya, kalau-kalau gadis itu kembali menghindar dia tidak perlu khawatir terlalu merindukannya.

Ara si gadis tersenyum lembut dengan mata terpejam. Tiba-tiba kelopak itu terbuka lebar. Sesuatu yang familier menghantam indera penciumannya saat angin berhembus pelan. Aroma favoritnya. Kedua tangannya dengan gerakan pelan turun. Terjuntai di kedua sisi tubuhnya yang ikut bergerak, berbalik arah. Disana, dijarak tiga meter dari tempatnya berdiri seseorang sedang menatapnya. Berdiri tak bergerak seperti maneukin di etalase toko pakaian.

"Tetap disana." suara David mengalun pelan. Lembut namun memaksa. Ara sendiri tanpa sadar patuh saat David menginterupsi langkah mundurnya. "Aku hanya ingin melihatmu. Jangan menjauh atau menghindar. Kau berdiri disana saja agar aku bisa melihatmu, Ara.."

My Teacher is My HusbandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang