Khadijah berlari cepat untuk sebisa mungkin menghindar dari kejaran Dae Han yang terus memanggil namanya. Awalnya, Khadijah berniat ingin pergi ke masjid central seoul, namun masjid itu sudah tutup. Khadijah berbalik, dan dari kejauhan masih melihat Dae Han yang tengah celinguk mencari Khadijah. Khadijah tak hilang akal, dirinya langsung berlari menuju jalan lain dari masjid tersebut menuju rumahnya, berharap bahwa Dae Han tak melihatnya.
Setelah di rasa jauh dari keramaian jalanan perkotaan, Khadijah memberhentikan pelariannya. Dirinya sudah sampai di komplek perumahan dekat jalan menuju rumahnya. Sebelum melangkah, Khadijah menstabilkan nafasnya yang terengah-engah.
“Khadijah.”
Nafas Khadijah seolah berhenti beberapa detik, matanya membelalak, di buat shock oleh sebuah suara yang berusaha ia hindar.
Khadijah menoleh perlahan. Matanya kini menatap sendu pria yang telah membuat hatinya kacau.
“Kenapa kau pergi?” tanya Dae Han pelan. Perlahan, dirinya melangkahkan kaki menuju Khadijah yang tengah mematung.
“Kenapa kau kemari?” tanya Khadijah bergetar.
“Karena aku khawatir.”
“Apa yang perlu di khawatirkan?”
“Hatimu.”
Hati Khadijah kembali berdegup.
“Kau tidak bisa menghindar lagi dariku, Khadijah,” jawab Dae Han dengan tatapan nanar. “Aku akan menjelaskan padamu soal kejadian tadi. Aku dan Fatimah tidak punya hubungan serius. Kami hanya berteman. Soal dia memelukku, itu dia lakukan karena ...”
“Karena dia menyukaimu,” ujar Khadijah.
Wajah Dae Han berubah serius.
“Dia menyukaimu sebelum kita bertemu. Selama ini, dia menderita atas kedatanganku di tengah kalian,” ungkap Khadijah dengan mata yang berkaca-kaca.
“Aku sudah tau itu. Dia tadi memberitahuku. Tapi … apa kau baik-baik saja?” tanyanya khawatir.
“Aku? Ya, aku baik-baik saja.”
“Bohong!” tekan Dae Han dengan menatap tajam Khadijah. “Sudah kubilang tadi, kau tidak bisa menghindar dariku. Kau … kau menyukaiku, kan?” desaknya serius.
“Tidak! Aku tidak punya perasaan apapun terhadapmu.”
“Bohong!” tekan Dae Han kembali, kali ini ia sedikit meninggikan suaranya. “Jelas kau suka padaku. Kalau kau tidak suka padaku, kenapa kau tadi terlihat shock ketika melihat Fatimah memelukku?”
“Aku shock karena melihat perilaku Fatimah yang tiba-tiba memelukmu di tengah jalan. Aku tidak habis fikir, dia akan senekat itu,” jawabnya dengan perasaan gugup.
“Tapi aku menangkap lain, Khadijah,” jawab Dae Han lembut. “Aku merasa, kau tidak suka aku di peluk oleh Fatimah. Dan sebenarnya aku tau kalau kau selama ini menaruh hati padaku. Tanpa kau beritahu kepada siapapun, matamu yang telah berbicara lebih dulu.”
Khadijah menghela nafas. “Aku tidak berhak menyatakan perasaanku padamu, karena kita belum menikah,” Khadijah menahan sesak dalam hatinya, dan perlahan bulir air matanya, pun terjatuh. “Kenapa, aku harus bertemu denganmu?” lirihnya, “Kau membuat hatiku kacau. Aku bingung, binguuuuung,” tangisnya seketika pecah.
Dae Han menghela nafas berat, kepalanya menengadah ke atas, matanya sudah berkaca-kaca. Ia sangat tersentuh dengan menatap sendu Khadijah yang tengah menangis.
“Kau menyesal bertemu denganku? Apa karena kita berbeda? Apa karena kita tidak mungkin bersatu? Dan pada kenyataannya, kita saling mencintai?” desaknya masuk akal. “Kau tidak harus bilang padaku jika kau mencintaiku, Khadijah. Tuhan, telah memberikan cara lain agar aku mengetahui yang sebenarnya.”
“Ini sulit bagiku. Semua kejadian yang menimpaku, itu ada hubungannya denganmu. Tapi aku harap, kau bisa melupakanku,” pintanya di tengah tangis yang perlahan berhenti.
“Tidak! Aku tidak akan menyerah. Kau dengar kan, bahwa aku akan masuk islam. Apa kau tidak sadar? Ini cara Tuhan untuk menyatukan kita, Khadijah. Dengan aku masuk islam, semua hambatan dan penghalang itu akan sirna.”
“Tidak semudah itu, Kim Dae Han,” tekan Khadijah tegas. “Kau akan menjadi laki-laki yang punya tanggung jawab besar jika kau menikah, dan ada banyak pula risiko yang akan kau tanggung dari istri dan anakmu nanti. Menikah, bukan perkara nafsu saja, tapi kita akan membangun cinta di dalamnya, akan kau bawa ke mana keluargamu nanti? Surga atau neraka?”
“Aku akan berusaha,” ucapnya penuh tekad. “Aku akan menjadi suami yang baik, dan akan membawa keluarga kecilku nanti ke surga. Jadi, aku mohon, jangan minta aku untuk menjauh darimu atau melupakanmu,” pintanya, “Kau tau Khadijah … hal terindah dalam hidupku sekarang, bukan menjadi seorang artis internasional, tapi … memilikimu sebagai teman hidupku yang akan membimbingku ke surga.”
Khadijah menunduk, begitu juga dengan Dae Han. Dalam ruang hati mereka, mereka berharap agar di beri jalan keluar untuk permasalahan cinta yang rumit ini.
Dalam hening, Khadijah diam-diam berharap bahwa perkataan Dae Han betul-betul menjadi nyata nanti.
Di satu sisi, Fatimah diam tak bergeming. Matanya memandang lurus, dengan wajah datar dari jendela mobil yang tengah di kendarai Jae Bum. Jae Bum sangat canggung dan aneh melihat sikap Fatimah. Sesekali ia menoleh beberapa detik, berharap ada pergerakan dari Fatimah atau paling tidak, ada sesuatu yang ingin di bicarakan oleh Fatimah, namun nyatanya tidak.
“Jadi, dia orang itu? Seseorang yang kau bilang telah mengisi ruang hatimu setelah kau tidak mengingatku?” akhirnya Jae Bum memberanikan diri untuk bertanya. Sebenarnya, pertanyaan itu sudah ada dalam benaknya saat mereka sudah berada dalam mobil.
Fatimah menghela nafas. “Kenapa?” tanyanya dengan posisi yang sama.
“Aku tidak menyangka saja, ternyata yang selama ini kau suka adalah sahabatku sendiri. Dan itu … sedikit membuat hatiku sakit,” ungkapnya jujur.
“Tapi itu kenyatannya. Kau tidak bisa menyalahkan cinta.”
“Iya aku tau, miris saja rasanya. Tapi, Dae Han itu suka pada …”
“Khadijah!” potong Fatimah. “Tidak usah di perjelas lagi, aku sudah tau. Aku tinggal menunggu hatiku hancur,” seketika, air mata Fatimah jatuh, namun ia segera menyekanya.
“Kalau begitu, kau harus berusaha melupakan Dae Han.”
“Tidak semudah itu. Aku sudah menyukainya lama. Itu berat,” air matanya beberapa kali terjatuh, namun sebelum Fatimah menyekanya, air mata itu sudah di hapus oleh jempol tangan Jae Bum.
“Kau pasti bisa melupakannya, aku yakin,” ucapnya tersenyum simpul, dan fokus kembali untuk menyetir. “Dan, kau juga harus bisa membuka hatimu untuk orang lain,” sarannya, tapi Jae Bum berharap lebih. Berharap agar Fatimah mau membuka hatinya kembali untuknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
TRUE LOVE [SUDAH TERBIT]
Fanfiction⚠️ BUKU SUDAH BISA DI PESAN VIA SHOPEE, TOKOPEDIA DAN INSTAGRAM @SEMESTA PUBLISHER Kisah seorang bintang idol Korea yang mencintai wanita bercadar asal Indonesia yang di dalamnya terdapat alur perjalanan cinta yang menuai konflik, dan pemfitnahan se...