Cinta itu butuh pengorbanan, keikhlasan serta perjuangan. Ketiga elemen tersebut menyatu dan menjadi penggenap hati seseorang yang tengah memperjuangkan cintanya meski di satu sisi dan kondisi, kemustahilan muncul.
"Menurut Ibu, cinta yang pantas untuk diperjuangkan itu yang seperti apa?" Tanya Min Guk dengan tatapan mendalam dan serius pada Yoo Ra di tengah balkon.
"Menurut Ibu, cinta yang pantas diperjuangkan itu ialah cinta yang membawamu menjadi pribadi yang lebih baik. Bukan hanya dari segi pengorbananmu kepadanya saja, tetapi kau harus menyadari selama kau jatuh cinta padanya, apakah jalan yang kau lalui semakin lurus atau sudah berkelok? Yang pasti Ibu ingin sekali kedua anak Ibu bahagia bersama pasangan hidup kalian kelak," jawab Yoo Ra yang mengelus lembut pipi chuby Min Guk.
Min Guk langsung tertegun dan menunduk.
"Loh kenapa? Apa ada sesuatu yang mengganggu pikiranmu, hem?"
"Sedikit sih, Bu. Ibu ... mengikhlaskan itu rasanya bagaimana? Sakit kah?" Tanyanya polos.
Yoo Ra tertawa kecil, kemudian tersenyum kembali pada Min Guk. "Tidak sakit kok. Hanya sesak saja di dada."
Mata Min Guk membulat. "Oh iya? Sakitnya apakah sama dikhianati seseorang?"
"Kurang lebih seperti itu. Tapi ini jauh lebih sakit jika kau mengikhlaskan orang yang benar-benar kau cintai, Nak."
Haruskah aku mengikhlaskanmu, Khadijah?
Di satu sisi, Dae Han tengah berbincang serius dengan Bibinya yang juga seorang mualaf, Bibi Yong di The Most Cafe bawah tanah.
"Menurut Bibi, kau jatuh cinta pada Khadijah itu tidak salah. Jatuh cinta itu fitrah dan normal. Yang harus kau perbaiki dan kau perhatikan, bagaimana kau mendapatkan cinta itu. Jika caramu baik, maka kau akan mendapat keberkahan di dalamnya dan pasanganmu pun akan baik pula, begitu sebaliknya. Apalagi Khadijah ini bercadar, dan kau seorang artis terkenal. Kehidupan kalian berdua saja sudah sangat bertolak belakang. Bibi tidak menyalahkan kau yang sudah mencintai Khadijah. Tapi kau juga harus lebih peka dengan sang pencipta."
Dae Han menyipit. "Peka?"
"Iya. Kau harus lebih menyadari. Apakah jatuh cintamu pada Khadijah karena ujian sebelum kau bertemu dengan jodohmu yang sesungguhnya, atau ini ujian dalam perjalananmu mendaptkan Khadijah. Kita tidak pernah tau rahasia jodoh yang sudah sang pencipta tetapkan. Tugas kita hanyalah berusaha dan berdoa serta meningkatkan ibadah dan takwa pada Allah, kalau itu dengan cara islam."
"Tapi, Bi. Aku benar-benar ada niatan untuk menjadi seorang muslim. Tapi aku belum sepenuhnya siap untuk meninggalkan karirku."
"Kalau kau melakukan hal itu hanya karena ingin memiliki Khadijah seutuhnya, lebih baik kau mundur. Itu artinya kau menjadi seorang muslim karena manusia, jika rasa cintamu pudar, bisa jadi kau akan kembali ke rutinitasmu yang bertolak belakang dengan islam. Dae Han ... dengarkan aku ... Khadijah itu adalah wanita yang istimewa, jodoh yang ditakdirkan untuknya juga istimewa. Jangan sampai kau menjemputnya dengan kurang persiapan meski kita tidak tau siapa jodohnya."
Lagi-lagi Dae Han dibuat terdiam seribu bahasa. Ia sama sekali tak berpikir jauh kedepan dengan risiko yang akan ia pilih. Hati dan pikirannya benar-benar tak sinkron.
Di taman bawah sungai Han yang hangat dibawah sinar senja sore, Khadijah menikmati kesendiriannya di tengah keramaian warga Seoul yang rata-rata membawa masing-masing keluarga untuk menikmati santai sore. Khadijah menelusuri tepi sungai dengan pembatas besi. Hatinya seakan damai seketika melihat suasana sore di Sungai Han sembari menunggu sunset.
KAMU SEDANG MEMBACA
TRUE LOVE [SUDAH TERBIT]
Fanfiction⚠️ BUKU SUDAH BISA DI PESAN VIA SHOPEE, TOKOPEDIA DAN INSTAGRAM @SEMESTA PUBLISHER Kisah seorang bintang idol Korea yang mencintai wanita bercadar asal Indonesia yang di dalamnya terdapat alur perjalanan cinta yang menuai konflik, dan pemfitnahan se...