(31)

1.3K 86 11
                                    

Jungkook masih terdiam di sofa. Melamun tak jelas. Segelas teh masih utuh diam di hadapannya.

Rumah Namjoon begitu besar. Ini kali pertamanya Jungkook kesana. Dirinya terkagum terhadap semua barang elegan yang di miliki hyungnya itu. Hiasan, sofa,lemari, semua tampak cantik dan tertata. Namjoon sendiri bilang bahwa dia membeli rumah itu dengan uang bulanannya. Bisa dibayangkan bukan, banyaknya uang saku yang dimiliki Namjoon sehingga dia bisa membeli rumah sebesar itu.

Di antara para Bangtan, terdapat beberapa yang memiliki harta keluarga super banyak. Seperti Namjoon, Taehyung, Jin, dan Jungkook. Mereka dapat membeli apa pun sesuka hati mereka, dan dalam waktu cepat. Bukan berarti Hoseok, Suga, dan Jimin itu orang miskin, bukan. Mereka juga berkecukupan, hanya saja, uang saku mereka di batasi. Ini bertujuan untuk tidak membuat mereka terlena dan tetap mendidik mereka agar disiplin dan hemat.

Sudah sekitar setengah jam Jungkook menunggu. Dirinya mulai bosan akan hal ini. Lebih baik dia kesini lain waktu. Jungkook beranjak dari sofa putih itu, merapikan pakaiannya, dan berjalan keluar. Tapi langkahnya terhenti seketika saat melihat orang yang dia tunggu akhirnya datang.

"Hei,Kookie. Mau kemana? Kau sudah lama?" Tanya Namjoon sebari menghampiri namja manis itu.

"Hampir setengah jam. Tadinya aku mau pulang tapi kau keburu datang." Jungkook tersenyum. Memperlihatkan gigi kelincinya.

Namjoon mengusak surai hitam Jungkook gemas. Dirinya lalu tertawa. "Kau lelah menunggu rupanya. hahaha." Namjoon kemudian menarik lengan Jungkook ke dalam, Ibu Jane menyusul.

Di sofa, Jungkook menyandarkan kepalanya pada bahu Namjoon. Bercerita tentang segala keluh kesahnya pada Hyungnya itu. Dan beberapa tetes cairan bening mengalir bebas dari pelupuk matanya. "Sshh, sudahlah,Kookie. Mana dirimu yang ceria?" Namjoon mengusap bahu Jungkook.

"Kookie, tak ada hal yang lebih sakit di banding di tinggal oleh orang yang kita cintai. Tapi kita tak boleh egois, biarkan kekasihmu itu menjalankan pendidikannya. Suatu hari dia pasti pulang." Ibu Jane duduk dengan rambut yang ia biarkan terurai.

Sudah dua jam Jungkook diam di rumah Namjoon. Ini saatnya dia untuk pulang. Dirinya tak membawa kendaraan apa pun, dia datang dengan taksi.

Jungkook memilih berjalan kaki, bukan karena tak punya uang untuk membayar taksi, melainkan karena dirinya sedang ingin lebih tenang. Matahari sudah tenggelam dalam gelapnya malam. Menghantarkan sebuah kedinginan yang menusuk.

Dirinya melewati sebuah gang. Sebuah jalan pintas. Keadaannya cukup gelap dan mengerikan. Dia masih berjalan tanpa menghiraukan apa pun.

"Hai,manis!" Suara berat sesorang menghentikan langkah kaki namja itu.

Mereka berjalan. MEREKA. Tiga orang dengan tubuh tinggi dan sesag, rambut yang berwarna selain hitam, kulitnya di tato.

"Wah.. imut sekali." Kata salah seorang namja itu. Usia mereka tampak tak jauh beda dari Jungkook, mungkin lebih tua dua atau tiga tahun. Namja itu mencubit pipi Jungkook gemas.

Dirinya risih, "Maaf, Ahjussi. Aku harus pulang." Mencoba untuk pergi, namun ketiga orang itu mencegahnya.

"Hei,  jangan dulu pergi. Bermainlah dengan kami sebentar." Dia mencengkram dagu Jungkook dengan kasar. Membuat sang empu sedikit meringis kesakitan.

"Lepaskan!" Jungkook meronta, namun namja itu justru menahannya.

"Kau ini cantik. Ayolah..." Namja mabuk itu mencoba melepas kaus yang Jungkook pakai. Sang empu menahan, dirinya sedang begitu buruk sekarang. Tolonglah, jangan menambah buruk suasana.

"Kurang ajar! Jangan macam macam, Brengsek!" Umpat Jungkook sambil terus mencoba melepas cengkraman tangan kekar di tubuhnya.

Bugh...
Sebuah pukulan mendarat di pipi halus Jungkook. Membuat Jungkook semakin meringis kesakitan. Matanya memanas, dia ingin menangis.

"Beraninya dirimu menolakku! Tenanglah! Aku akan memuaskanmu. Hahaha!!" Namja bersurai merah itu melepas kaus hitamnya dan mencium Jungkook paksa.

Jungkook masih menangis. Dirinya sedang di lecehkan oleh kaum gay. Jungkook masih mencoba meronta, dirinya sudah berantakan. Surainya tak beraturan. Wajahnya sudah memerah emosi.

"Lepaskan aku!!" Jungkook merengek dengan suara yang sudah mulai serak.

Bugh....
Sebuah pukulan keras membuat namja yang sedang melecehkan Jungkook tersungkur. Satu orang mulai melawan si pemukul, tapi dia tak menyerah.

Jungkook masih di cengkram oleh salah satu komplotan itu. Dia menangis karena melihat orang terdekatnya masih di pukuli.

Si pemukul masih melawan. Dua lawan satu. Sangat berat baginya. Terpaksa, dia menendang master keduanya secara bersamaan. Membuat sang empu terjingkrak kesatikan, mengumpat namja itu.

Sedangkan Jungkook, dia menyikut orang yang mencengkram dirinya hingga membuatnya tersungkur.

Ketiga penjahat gay itu melarikan diri. Tak sanggup lagi melawan.

"Aku terpaksa menendangnya. Shh, itu pasti sakit." Ucapnya sambil membantu Jungkook untuk berdiri.

"Terima kasih..." Jungkook memeluk orang yang telah menolongnya itu.

Hei hei!!

Sekedar ulasan, aku kan memang minta kalian ngasih saran, hanya saran lho. Tapi beberapa di antara kalian kaya yang maksa gitu buat aku masukin saran kalian. Ini kan ff aku, jadi aku bakal masukin saran yang nyambung aja sama ceritanya.

Ada yang minta aku buat ngerubah cerita ini jadi cerita khusus taekook. Jujur deh, aku udah punya gambaran cerita ini sendiri. Untuk kalian yang taekook shipper, aku kasih deh sedikit momen ntar, tapi bukan berarti Jungkook sama Taenya bersatu. Genre khusus ff ini itu kan drama. Aku udah kasih tau berapa kali woyy... jadi kalau cerita cintanya gantung, ya wajar aja karena bukan ruangnya.

Ini cuma klarifikasi biasa. Stay vomment untuk kelanjutannya.

See you,
Author

For You-Blacktan [END] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang