(16)

1.6K 105 10
                                    

Di balkon, Jungkook menelungkupkan wajahnya di lututnya. Dia kembali termenung.

Waktu sudah menunjukkan pukul 23.40, semua sahabatnya sudah lelap tertidur meski bukan di kamar masing masing.

Saat Jungkook melangkah masuk, dia melihat keenam saudaranya. Sebuah senyuman terukir di bibirnya yang merah itu. "Jangan pernah tinggalkan aku." Jungkook ikut berbaring di sebelah Jimin. Mulai tertidur.

****
"Kookie, bangunlah. Hari sudah siang." Jin menggoyangkan tubuh Jungkook dengan lembut. Hal ini justru membuat Jungkook semakin nyenyak.

"Jungkook, bangun!" Nada bicara Jin mulai menaik.

"Iya,aku bangun." Jungkook memaksa kedua matanya untuk terbuka. Meski rasanya rapat sekali.

Jungkook tidak tersenyum sama sekali saat melihat keenam Hyungnya mengelilingi dirinya. Dia hanya murung, seolah tak ada gairah untuk menjalani harinya lagi.

"Ayolah,Kookie. Kami jadi ikut sedih saat melihatmu begini. Di antara kami juga banyak yang orang tuanya tidak lengkap. Hanya orang tua Namjoon yang masih utuh." Ucap Hoseok sambil mengusap punggung adiknya itu.

"Hiks... tapi apa rasanya saat mendengar bahwa orang tua kalian di bunuh? Akan lebih sakit ketimbang mereka mati karena penyakit atau kecelakaan. Siapa yang sebenci itu pada orang tuaku? Atau padaku?" Jungkook kembali menangis. Entah kenapa air mata Hoseok itu sulit tertahankan.

"Sshhh, doakan saja orang tuamu itu. Mereka sudah bahagia di surga, Kookie." Ucap Namjoon menenangkan.

Jungkook bangkit dan berlari menuju kamarnya. Dia menguncinya dari dalam.

"Ugh, aku takut dia kenapa napa." Jimin terdengar begitu khawatir. Dalam keadaan buruk seperti ini, setiap orang dapat melakukan segalanya tanpa berfikir dua kali. Akh, enyahkan semua fikiran itu.

****
"Berjalan jalan kecil dapat menurunkan tingkat stress, ini menurut kajian psikologi."
Lisa teringat akan ucapan Jennie saat itu. Dia pun berjalan jalan kecil di area ruang keluarga. Sebetulnya dia bukan stress, hanya khawatir terhadap Jungkook.

Semalam saja dia begitu susah untuk tidur. Setelah bangun, dia kembali khawatir dan mencemaskan Jungkook.

"Kadar kimia dalam tubuhmu akan meningkat signifikan saat otakmu befikir lebih keras,Lisa. Saat kau khawatir, mau tak mau otakmu akan berkerja keras. Ini menyebabkan kau mudah lemas." Jennie yang mengerti keadaan Lisa pun menjelaskan dengan rinci.

Lisa terduduk. Seolah olah sudah melakukan suatu hal yang membuatnya lelah.

"Betulkan ucapanku? Belum apa apa, kau sudah lemas begini." Ucap Jennie meyakinkan.

"Iya. Kau benar,Eonnie." Lisa mengiyakan saja.

"Kau belajar tentang psikologi juga, kan?" Tanya Lisa lagi.

"Iya,kenapa?"

"Apa kemungkinan yang di alami Jungkook sekarang?" Lisa begitu cemas. Terlihat jelas dari ekspresinya berbicara.

"Dia sedang tertekan. Dia akan lebih sering murung, menyendiri, dan kadang bermonolog. Kondisi psikis Jungkook sedang sangat buruk saat ini. Jika tak terkendali, besar kemungkinan jika dia menyakiti dirinya sendiri." Jennie menjelaskan dengan penuh perhatian.

"Lalu bagaimana ini? Bagaimana kalau Kookie melakukan sesuatu diluar batas. Aduh...." Lisa kembali panik. Jennie menghela nafas, lalu memutar bola matanya.

"Apa Kookie itu baik menurutmu?"

"Tentu." Lisa mengangguk.

"Apa Kookie akan melakukan sesuatu di luar batas?"

For You-Blacktan [END] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang