(37)

1.4K 100 16
                                    

Keesokan harinya. Hari mendung yang mendukung suasana.

"Terdakwa Seokjin atas tuduhan pembunuhan, betul?" Tanya hakim itu dengan begitu tegas. Jin sendiri, tanpa siapa pun.

"Betul,Pak." Jin menjawab tegar.

"Menurut undang undang Korea Selatan tentang hak asasi manusia. Kau harusnya di hukum mati atas kasus ini." Teliti hakim itu.

"Tapi kau hanya menjadi dalang. Pelaku pembunuhan adalah Bambam. Dan mereka sedang dalam proses pencarian hingga kini.

Dengan ini, menurut undang undang yang berlaku, aku memutuskan. Terdakwa Seokjin, di hukum 20 tahun penjara dan denda sebesar 500.000 Won. Apa kau keberatan?" Tanya Hakim itu.

Jin tersenyum tegar. Matanya memanas, air matanya menetes. "Tentu tidak. Ini kesalahan murniku. Aku terima hukuman ini." Jin menghela nafas kasar. Ini memang perbuatannya. Karena dendam, apa pun bisa terjadi di kemudian hari. Dia memang menyesal, tapi apa guna penyesalan itu sekarang. Dia menjadi terdakwa atas kematian orang tuanya sendiri.

"Aku keberatan!" Seseorang, em maksudku beberapa orang datang dengan tergesa gesa.

"Jungkook?" Jin menoleh ke belakang. Jungkook, Jimin, Suga, Hoseok, Taehyung, Namjoon, Jennie, dan Jisoo terlihat berdiri di pintu persidangan.

"Aku adalah anak dari korban. Aku keberatan akan hukuman ini!" Jungkook berjalan dengan terjingkrak.

"Pihak korban sudah datang. Silakan beri keteranganmu." Hakim itu mempersilakan.

Yang lainnya mengikuti Jungkook.

Jungkook keberatan. Jin menunduk, pasti hukumannya akan di tambah. Apalagi dengan ekspresi Jungkook yang tak bersahabat.

"Aku adalah anak dari korban. Dan aku berhak untuk keberatan atas segala hukuman yang di berikan." Jungkook menatap tajam hakim itu. Jin masih menunduk.

"Apa tuntutanmu? Kami akan mempertimbangkannya." Ucap hakim itu.

"Aku mau..." Jungkook tampak berfikir.



































...hukuman terdakwa Seokjin di batalkan. Aku berhak mencabut tuntutan itu." Jungkook tersenyum sambil menoleh ke arah Jin.

Jin terkejut. Bagaimana bisa Jungkook melakukan itu. "Tidak,Jungkook. Aku harus menjalani hukuman ini. Tolong segera penjarakan aku." Pinta Jin pada hakim di meja hijau.

"Hey!! Aku pihak korban. Aku berhak memutuskan tuntutan. Dan kau tak boleh masuk penjara!" Jungkook berseru keras pada Jin, membuat dia sedikit mengerut.

"Aku jahat, Kook. Aku tak pantas bebas." Jin kembali menolak. Bahkan dia memohon pada hakim untuk segera memenjarakannya.

"Hakim! Aku pihak korban! Dan aku berhak untuk mencabut tuntutan atas kematian orang tuaku. Aku sudah merelakannya." Jungkook kembali berseru.

"Cukup!" Hakim itu menggebrak meja. Lalu menghela nafas panjang.

"Saudara Seokjin tetap harus di hukum. Ini sudah peraturan negara." Hakim itu duduk kembali.

"Jika aku keberatan bagaimana? Aku saja sudah merelakan perbuatan Jin, dan aku mencabut tuntutan ini." Jungkook kekeh dengan keputusannya itu.

"Betul,Pak hakim. Pihak penuntut memiliki hak untuk merasa keberatan atas hukuman pada korban. Baik itu memberatkan atau meringankan. Dan Jeon Jungkook sudah menyalurkan haknya itu. Dia berhak mencabutnya." Jennie angkat bicara.

"Baiklah. Atas hak yang sudah di berikan, secara resmi, aku cabut tuntutan ini." Hakim mengetuk palu lalu pergi dari meja.

Jungkook mengehela nafas lega. Dia tersenyum, "Aku menang." Jungkook lalu berlari dan memeluk kakaknya itu dengan erat.

"Terima kasih,Jeon. Terima kasih..." Jin menangis dalam pelukan adiknya itu. Tak ada yang lebih membahagiakan ketimbang masih ada orang yang menyayanginya. Dan Jin tidak sendiri saat ini.

"Aku menyayangimu, Hyung." Semua yang ada di sana terbawa perasaan, ikut menitikan air matanya.

Inilah adik tiri yang di ceritakan Jin. Pantas saja, setelah Jin menceritakan tentang hidupnya, dia seolah menjauh dari Jungkook. Jawaban sudah tersedia kini.
****
Sore hari, terdapat dua orang namja sedang duduk di pekarangan pemakaman.

"Eomma, aku ingin minta maaf padamu. Aku yang telah mengecewakanmu, terlalu buta dalam memilih keputusan. Aku telah menjadi penyebab Jungkook jadi yatim piatu. Aku sangat menyesal, Eomma. Ini dia Jungkook, adikku yang begitu manis. Aku kenalkan padamu,Eomma. Semoga kau senang melihatnya.

Jika tak ada dirinya, mungkin aku sedang mendekam dalam jeruji saat ini. Sekarang, dan dua puluh tahun kedepan.

Dulu, aku sempat ingin punya adik kan,Eomma? Sekarang aku memilikinya. Aku sangat menyayanginya." Jin tersenyum begitu tulus. Jungkook juga, menatap sang Hyung dari samping.

"Hyung sering menceritakan tentangmu,Eomma. Aku harap, suatu hari aku akan bertemu denganmu." Jungkook menitikan air matanya.

Jin merangkul adiknya, sedikit mengusak surai hitam miliknya. Lalu mencium kepala adiknya itu dengan sangat hangat. Jungkook bersandar dalam pelukan hangat Jin. Dirinya teringat pada sosok Eomma yang selalu memeluknya dahulu.

"Aku menyayangimu." Jungkook menghela nafasnya lalu menutup mata. Menikmati angin segar yang menerpa tubuh mereka.

Dari balik pelupuk daun, malaikat sedang menatap kalian. Kim Seokjin dan Jeon Jungkook. Mereka menyaksikan kalian melangkah dengan keyakinan. Mereka menyaksikannya.

Daun berguguran, membuat jalanan terhalang. Tapi kalian datang, bahkan daun pun menyingkir hanya untuk memberi jalan.

Remang cahaya memasuki sela pohon pegunungan. Di saat kalian melangkah dalam dekap dan kasih, mereka bergulir.

Ketahuilah,Jungkook,Jin. Bahkan Tuhan tak bisa memisahkan kalian untuk jarak dan garis yang terlalu panjang.

Dia tak akan membiarkan sebuah ketakutan menjalar dalam diam. Tak akan membiarkan seorang pun dari kalian melangkah sendiri. Tuhan tahu, kalian begitu buruk saat kesepian. Dan dia memberikan ini, tetesan air mata manis yang membasahi penjuru wajah. Membentuk parit kecil di pipi, dan bermuara di dagu.

Sebuah pesan terlampir dalam kesunyian malam ini. Pesan mengenai kepergian. Bersabarlah...

~For you~

For You-Blacktan [END] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang