(8) TIRAI KELABU SEOKJIN

2.4K 147 8
                                    

"Baiklah,, tapi tolong tenangkan aku jika aku emosi,ya?"

"Siap!" Jawab mereka serempak.

*flashback
Kim Seokjin POV

Mungkin di antara anak kecil lainnya, aku adalah anak yang sangat beruntung. Meski aku tidak berjalan di atas emas, aku masih punya keluarga. Keluarga kecil memang, tapi semuanya terasa begitu lengkap dan hangat bagiku. Terdiri dari Appa, Eomma, dan aku seorang. Tak ada saudara lain. Keluarga besarku tinggal di Kota Busan.

Bagiku,keluarga bukan dinilai dari besar atau kecilnya keluarga itu. Melainkan dari kasih sayangnya. Jika aku hanya makan beberapa suap nasi, tapi aku masih dapat tertawa bersama kedua orang tuaku, maka aku adalah anak yang sangat beruntung.

Aku paling banyak belajar dari Appa dan Eomma-ku. Sikap mereka tertular padaku. Terutama sikap dan sifat Eomma, dialah yang paling sering bersamaku, aku selalu menirunya. Caranya berbicara, caranya menasihati, semua selalu enak di dengar olehku. Sedangkan Appa, aku kagum dengan kerja kerasnya, dia adalah orang yang pantang menyerah.

Jika ada satu permintaan yang akan di kabulkan, maka aku akan meminta untuk selalu bahagia bersama keluarga kecilku. Aku tak meminta banyak uang atau banyak mainan, aku hanya ingin keluargaku berkecukupan dan senantiasa tersenyum. Itu saja.

Usiaku saat itu masih 4 tahun. Aku masih suka bermain hanya dengan Eomma. Dan dengan Appa, aku selalu di bantu belajar. Mengenal kalimat, menulis banyak kata, berhitung, dan bernyanyi. Saat mengajariku, Appa selalu tersenyum dan bersabar. Itu yang membuatku begitu menyayanginya.

Tapi malam itu, terdengar suara orang yang jatuh. Aku dan Appa yang sedang belajar berhitung pun langsung panik dan menghampiri Eomma.

"Eomma, kenapa?" Aku menghampiri Eomma yang terduduk di lantai.

"Jin, kepalaku pusing sekali." Nada suara Eomma begitu lirih. Aku sangat tak tega mendengarnya.

Appa mengangkat Eomma naik ke ranjang, menidurkannya, dan membuatkan segelas susu. Aku menangis saat itu, karena baru kali ini aku melihat Eomma ku sakit dan sangat pucat.

"Ish,, kau ini anak laki laki, jangan menangis." Dia mengusap air mataku. Begitu lembut, hingga aku larut di dalamnya.

"Aku mencemaskan Eomma." Lalu Wanita kesayanganku itu tersenyum, tatapannya terlihat begitu rapuh dan lesu. Tak seperti biasanya.

Lalu Appa datang, menyuapi Eomma makan. Bahkan Eomma-ku tak dapat mengangkat sendok yang begitu ringan. Padahal biasanya, dia kuat melakukan segalanya sendirian. Wanita yang benar benar hebat.

Malam itu, aku ingin tidur dengan kedua orang tuaku. Tapi Eomma, dia melarangku. Takut aku tertular katanya, jujur saja aku tertawa saat melihat ekspresi Eomma yang masih bisa menghiburku di saat begini. Kini aku tahu, sebetulnya penyakit Eomma itu tak akan menular. Bukan seperti demam atau flu.

Aku tidur dengan Appa-ku. Dia berbisik, "Jin, besok Appa akan pergi ke kota untuk mecarikan obat Eomma."

"Obat Eomma hilang?" Appa langsung tertawa saat mendengar pertanyaanku. "Maksud Appa, Appa akan membeli obat untuk Eomma. Jadi, besok kau harus menjaganya." Ucapan Appa sambil mengacungkan jari kelingkingnya.

"Aku janji! Aku akan menjaga Eomma sekuat tenagaku. Aku ini kan anak kuat." Semangatku begitu percaya diri. Appa hanya mengangguk setuju.

Keesokan harinya,
"Jin, ingat janjimu tadi malam. Jaga Eomma-mu,oke?"

"Oke!" Aku berkata sambil mengacungkan jempol kananku.

Appa pergi dengan melambaikan tangannya padaku. Ya, ucapan perpisahan barangkali.

For You-Blacktan [END] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang