Siapa yg kangen sama Cacing Pita? Gak ada huhu sedihnya:(:"
-Happy Reading-
"Pita? Pito?"
Mereka berdua manoleh pada seorang ibu yang masih terlihat cantik itu.
"TANTE AJENG?" Mereka berdua shock dengan apa yang mereka lihat saat ini.
Ajeng-mama Jono mulai berlinang air mata, "Sini nak, tante kangen sama kalian."
Pita melihat mata Pito memerah dan langsung meninggalkan tempat itu dengan kasar, mau tidak mau Pita juga mengikuti langkah Pito.
"Maaf tante, Pita harus kejar Pito."
Setelah sudah ngos-ngosan berlari Pita memutuskan untuk diam sejenak, matanya mengerdar ke seluruh taman. Tapi tak kunjung ia temukan juga kembarannya itu.
Ponselnya bergetar menandakan ada panggilan masuk yang ternyata dari Cacing, ia langsung mengangkatnya.
"Pit,"
Suaranya samar-samar terdengar oleh Pita. Lha, tumben banget Cacing manggil nama gue.
"Iya sayang kenapa?" Jawab Pita.
"Pitaaaa."
"Ada apa Cacing?"
"Kita putus,"
Tutt.. tutt..
Deg! Hati Pita berasa hancur seketika saat mendengar kata itu di telinganya.
Hari itu terasa sangat berat untuk dilalui, bukankah tadi pagi Cacing baru saja dari rumahnya dan mereka baik-baik saja tanpa masalah apa pun? Tapi sekarang, entahlah penglihatannya mulai kabut. Di tambah lagi masalah tante Ajeng dan Pito yang pergi entah ke mana, rasanya dunia sedang tidak bersahabat dengannya hari ini.
***
"Pita sayang ayo dong bangun sayang, bunda ada di sini." Ucap lembut bunda.
Lelaki tampan di sebelahnya mulai mengusap rambutnya lembut, "Pit, bangun. Gue udah dateng."
Dengan sedikit mengeluarkan tenaga, Pita mencoba membuka kelopak matanya yang terasa sangat berat.
"Pitaa?" Bunda sangat gembira.
"Pita kamu udah sadar sayang?"
"Bunda." Gumam Pita parau.
"Pito panggil dokter dulu bun."
Bunda mengangguk.
Tak lama kemudian dokter datang dan langsung memeriksa Pita, "Kondisinya sekarang cukup lebih baik. Tekanan darahnya juga sudah mulai stabil, hanya saja ia masih belum boleh untuk memikirkan banyak masalah. Darah rendahnya bisa saja membuat keadaannya lebih buruk dari ini, pusing di kepalanya juga berasal dari itu."
"Terimakasih dokter."
Dokter tersenyum, "Saya permisi."
"Bundaaa."
"Iya sayang kenapa?"
"Tante Ajeng." Ucapan Pita tercekat.
"Itu masalah ayahmu, kita gak usah ikut campur ya." Ucap bunda lembut sambil membuka buah yang memang sudah ada dari tadi.
Pita mengangguk, pandangannya beralih pada Pito.
"Ito tadi ke mana?"
Pito terkekeh, "Elo yang ke mana? Orang gue buru-buru keluar karna kebelet pipis. Terus pas balik lagi, kata tante Ajeng lo lari keluar. Pas gue kejar, lo udah gak keliatan dan akhirnya gue mutusin buat balik lagi ke rumah tante Ajeng dan ikut makan di sana."
Pita mengerucutkan bibirnya, ia merasa dipermainkan. Cacing? Entah kenapa pikirannya langsung terpusat pada lelaki itu, matanya kembali berbinar saat kembali mengingat satu kata yang terakhir ia dengar.
"Sayang, bunda mau urus administrasinya dulu ya, nanti sore kita udah boleh pulang kok. Kamu sama abangmu dulu ya, To jagain adekmu."
"Iya bundaku sayang." Jawab Pito.
Pita langsung mencari ponselnya dan langsung menelpon Cacing. Beberapa kali ia mencoba, selalu saja operator yang menjawab.
"Kenapa sih Pit?" Pito mendekati Pita, tapi sejurus kemudian ia malah terjungkal ke lantai karena di tentang Pita. Sedangkan Pita langsung membalikan badannya dan menangis tanpa menghiraukan Pito yang protes dan meringis kesakitan.
***
Suasana sekolah begitu hening, beberapa siswa bertebaran di berbagai tempat sambil sesekali berpokus pada bukunya.
Ujian Nasional terbagi menjadi 3 sesi, dan Pita kebagian sesi pertama. Ulangan tahun ini di sekolahnya ternyata diganti dengan UNBK, dan kartu peserta UN yang kemarin di ganti dengan yang baru saja di bagikan.
"PETIIIIIRRRRR!"
Pita menoleh, ternya Wiwi sahabatnya itu sedang berlari ke arahnya.
Wiwi peluk Pita, "Ah petiiiirrr guee kangeenn unchh."
Pita hanya tersenyum.
"Eh kenapa? Kok kayak lesu gitu sih lo? Gak usah tegang kali, ulangannya juga belom dimulai kok."
Pita langsung memeluk Wiwi dengan sangat erat sambil terisak, "Windut, Caciingg...."
"Iya Cacing pacar lo, kenapa?"
"Huaaaaaaa Cacing mutusin gueee hiks."
Wiwi menganga, "Sumpah demi apa lo? Aku terkejoed."
Pita mengangguk dan mengelap ingusnya menggunakan kerudung Wiwi.
"Ya Allah Petir anaknya bapak geluduk, baru juga gue mau belajar hijrah gitu lohh malah dilecehin kek gini tiung gue."
Pita tak peduli, ia masih ingin menangis.
"Dia ngomong langsung ke elo?" Tanya Wiwi sambil menyabarkan Pita dengan mengusap punggungnya.
Sekali lagi Pita menggeleng, "Di telepon."
Wiwi berdecak sebal, "Aelah dramatis banget sih loch. Bisa aja kan lo salah denger."
"Gak mungkin Windut, gak mungkin! Gue denger dengan jelas! Tapi dia gak bilang alasannya apa, pas gue telepon lagi nomornya gak aktif."
"Udah udahh jangan nangis lagi ya, kita langsung tanya aja sama orang. Langsung ke lab aja yuk, siapa tau dia udah ada di sana. Lagi pula ulangan bentar lagi dimulai."
Pita mengangguk.
Sudah hampir satu jam berlalu, tapi Pita belum juga melihat keberadaan Cacing. Penglihatannya mulai kabur, pikirannya juga tak pokus soal. Ternyata benar, cinta masih berkuasa di atas segalanya.
Ia kembali mempokuskan diri.
Waktu pergantian sesi sudah dimulai, Pita membereskan alat tulisnya.
Cing lo di mana sih? Egois tau gak.
"Pit,"
"Iya Wi."
"Kita tanya aja ke Pak Supardi."
Pita mengangguk.
Mereka berdua mendekati Pak Supardi-kepala sekolah.
"Maaf Pak ganggu, mau nanya, yang sesi pertama bernama Attalla Azhana kok gak masuk ya?" Sopan Wiwi.
Kepala sekolah itu mengernyit, "Loh? Emangnya kalian gak tau ya?"
"Gak tau apa pak?" tanya Pita heran.
"Kalau gak salah hari sabtu, mama Talla datang ke sini untuk minta Izin bahwa Talla tidak bisa mengikuti Ujian Nasional kali ini."
"Lha, kenapa Pak?" tanya Pita semakin heran.
"Jadi kalian beneran gak tau?"
Mereka berdua mengangguk pasti.
"Talla harus dioperasi hari ini."
Deg!
Bersambung...
KAMU SEDANG MEMBACA
CACING PITA
Humor"Woi, Pita! Nikah loh sama gue!" "MATI LOH SAMA GUE CACING!" Jangan remehkan apa yang sekarang ada di sekitarmu, karena suatu saat nanti, itu yang bakal kamu rindukan. Kamu bakal kangen, gimana perhatiannya dia padahal kamu risi sendiri. Dia yang ba...