18 : A New Start

147 6 0
                                    

"Aduh...dimana, sih, tuh dompet..."

Jana sudah siap dengan seragamnya, hendak berangkat sekolah, namun ia sadar dompetnya hilang. Padahal ia ingat sekali menaruhnya di atas rak. Tapi itulah dia, kalau bukan ceroboh dan cuek bukan Jana namanya.

Sekarang waktu sudah mepet, dan dia telah menghabiskan waktu sekitar sepuluh menit mencari dompetnya di kamarnya yang lumayan berantakan itu. Untuk ukuran seorang cewek, kamarnya sangat berantakan. Tapi mana punya ia waktu untuk membersihkan kamar, jika pada saat hari libur ia harus membersihkan rumah besar ini sendirian?

"Di kolong tempat tidur kali, ya...."

Jana berlutut di lantai dan melongokkan kepalanya ke kolong tempat tidur. Alangkah bingungnya ia ketika menangkap sebuah album besar terletak di sana. Ia memang cuek pada kamarnya, tapi ia selalu ingat yang mana barangnya yang mana bukan.

Ia meraih album itu dan berusaha mengenalunya. Diliriknya jam dinding, ia masih punya waktu lima belas menit.

Terduduk ia di pinggir tempat tidur, mencoba untuk tahu apa isi album foto itu. Ya, itu adalah sebuah album foto.

Ketika tangannya membuka cover hitam yang tebal, ia terpekik.

Lalu tangannya membuka halaman demi halaman lagi.

Ia semakin terkejut, tercengang dengan setiap foto yang tertempel di sana.

Foto dirinya besama kedua orangtuanya. Wanita di album itu, ia mengenalinya sebagai ibunya. Dan pria bertubuh tegap penuh wibawa namun tampan itu...adalah ayahnya. Dan anak kecil di foto ini, dirinya.

Ini adalah masa lalunya.

Foto mereka saat bersama liburan, atau foto dirinya dari bayi hingga....berumur sekitar 5 atau 6 tahun. Tidak ada foto dirinya yang kelihatan lebih dari umur itu. Kenapa?

Jana berhenti membalikkan halaman album itu ketika ia melihat foto berukuran 5R tertempel sendiri di sebuah halaman. Seorang wanita yang sangat cantik, menggendong seorang balita yang lucu sekali-dirinya. Wanita itu adalah ibunya. Jana tidak dapat menahana air matanya turun. Selama ini...ia selalu ingin tahu seperti apa kedua orangtuanya, ia bahkan hampir percaya kalau ia tidak memiliki orang tua karena ia sama sekali tidak tahu siapa mereka. Sekarang, ia bisa tahu siapa ibunya, siapa ayahnya, dan hatinya sedikit tenang mengetahui kalau ia pernah memiliki orang tua yang sangat menyayanginya. Tapi kini, ia malah merindukan mereka, amat sangat. Seandainya saja mereka masih hidup...akankah ia menjalani hidup seperti sekarang ini?

Tangan Jana mengelus wajah ibunya di foto itu. Kemudian ia tersadar. Bukankah...sewaktu ia membersihkan gudang waktu itu, ia mengambil foto keluarga besar orang tuanya? Dimana kira-kira ia menyimpan foto itu?

Ketika Jana bangkit dari duduknya, ia tidak sengaja menjatuhkan album itu. Diangkatnya, namun ia tidak jadi mencari foto yang ia ambil dari gudang ketika ia melihat sebuah kunci emas yang sudah berkarat. Kunci jaman dahulu, tahun 90-an. Pasti kunci ini diletakkan di antara lembar-lembar album foto, dan ikut terjatuh bersama dengan albumnya tadi.

Kini pertanyaan muncul lagi di benaknya, seraya ia memegang kunci emas itu di tangannya.

Kunci apa ini? Mengapa tiba-tiba muncul di albumnya?

Mengapa ia memiliki perasaan bahwa ia akan memerlukan kunci misterius ini?

****

"Apa pun itu yang papa saya suruh Anda untuk lakukan, abaikan aja." Jove mendengus, "Anda takut sama papa saya? Kenapa? Karena ia memiliki kuasa atas segalanya?"

Pak Kepala Sekolah mengeraskan rahangnya, lalu ia mencengkram kedua tangannya keras. Tampak sekali ia bimbang.

Sedangkan Jove duduk di hadapannya bersikap seolah ia tidak peduli. Tadi sepulang sekolah Pak Kepala Sekolah memanggilnya, dan menahannya selama setengah jam. Tentu saja untuk membicarakan soal Dave dan kematiannya.

Ever AfterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang