31 : I Don't Want to Lose You

118 6 0
                                    

Sekarang, tak jauh dari hadapannya, berdiri Jana di pinggir jalanan yang lumayan sepi menunggu Lukas untuk menjemputnya. Cowok macam apa yang membiarkan seorang gadis berdiri di tengah jalan yang sepi seperti ini? Jove mendengus. Pada awalnya ia memang tidak menyukai Lukas, dan sampai kapan pun takkan pernah menyukai cowok itu!

Kini Jove berada di dalam mobilnya. Ia mengamati Jana dari kejauhan, atau singkatnya, ia mau memata-matai kencan Jana dan Lukas. Kencan? Jove menjadi gusar. Entah apa yang membuatnya seperti ini. Rasanya bukan seperti dirinya. Terombang-ambing dalam perasaan tak karuan seperti ini, rasanya sangat memuakkan. Tapi itulah, ia tidak dapat menghindar sekuat apa pun ia berusaha.

Ada sesuatu tentang Lukas yang membuat Jove penasaran, curiga. Entahlah. Rasanya ada sesuatu yang ganjil tentang Lukas, dan ia akan segera tahu apa. Setiap tingkah lakunya mencurigakan, dan tetap saja hal itu semakin menambah ketidaksukaan Jove terhadap dirinya. Yang jelas, Jove tidak akan membiarkan Jana pergi berdua dengan Lukas.

Lagipula, cewek itu kok mau, sih pergi sama Lukas?! Jelas-jelas, lukanya masih belum kering, sudah kelayapan lagi.

Jana berdiri di sana dengan balutan terusan pendek berwarna coklat, dan rambut pendek sebahunya sudah semakin panjang. Jove jadi teringat pertama kali ia melihat Jana. Sebenarnya, ia sudah tahu kalau Jana adalah gadis yang berhasil merebut hati kakaknya, tapi tentu saja ia pura-pura tidak tahu. Awalnya ia sangat emoh dengan yang namanya gadis, dan sekarang ia jadi berubah total seperti ini. Kalau Dave masih ada, dia pasti bingung. Mengingat Dave, Jove jadi galau. Apakah kakaknya itu tahu tentang perasaannya terhadap Jana kini? Sial. Jangan sampai ia berurusan dengan orang yang sudah meninggal hanya gara-gara mereka menyukai gadis yang sama!

SUKA?

Jove hampir saja memencet klakson dengan sikunya yang tadi sedang tersandar di pegangan setir. Karena melamun, ia jadi kaget sendiri. Untung saja klaksonnya tidak berbunyi, kalau iya...Jana pasti tahu kalau sedari tadi ia tengah mengamati gadis itu dari kejauhan! Dan Jana hanya akan semakin marah padanya.

Tapi...tunggu dulu. Kemana Jana? Jove jadi tegang. Bukankah tadi gadis itu berdiri di sana? Kemana perginya? Apakah Lukas telah menjemputnya? Ah, tidak! Ia kan berpaling hanya beberapa detik. Kemana Jana?!

Jove memutuskan untuk turun dari mobilnya dan mencari ke tempat asal gadis itu berdiri. Ia celingak celinguk, hingga kemudian terdengar suara rintihan dari arah semak-semak di belakangnya. Tanpa ba-bi-bu, Jove langsung menghampiri sumber suara.

Ada seorang pria bertubuh tinggi kekar dengan blindfold menutupi wajahnya, hanya terlihat bibir dan matanya saja. Sementara Jana sudah tidak sadarkan diri di rangkulannya. Tampaknya gadis itu dibius.

"Heh! Kurang ajar lo!" Jove pun segera menubruk pria itu, meninjunya beberapa kali, berusaha untuk membuka tutupan wajahnya. "Siapa yang nyuruh lo!? Bilang!" Sebelum Jove sempat mengetahui siapa pria itu dan siapa yang menyuruhnya, si pelaku mendorongnya keras hingga ia sempat kabur. Jove merasa percuma untuk mengejarnya, karena yang terpenting kini kondisi Jana yang tidak sadarkan diri.

"Jan, hey!" Jove berusaha menyadarkannya, namun tampaknya ia telah terbius. Tak ada pilihan lain, lebih baik ia mengantar Jana ke rumah sakit.

****

Detektif Quentin mengetuk pintu ruang rawat inap Jana, dan menghampiri Jove yang sedang berdiri di samping tempat tidur dimana Jana sedang diberikan selang infus.

"Bagaimana keadaannya?"

"Baik-baik saja, untungnya." Jove mengusap wajahnya lelah dan duduk di sofa.

Detektif Quentin menunggu hingga para suster keluar, baru ia mulai berbicara serius.

"Jove, aku sudah menangkap pelakunya. Tadi aku yang mengintrogasinya, dan sekarang ia sudah berada di balik jeruji penjara."

Ever AfterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang